sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Tenggat Brexit kian dekat, PM Inggris kembali sambangi Brussels

Jelang tenggat pada 29 Maret 2019 belum ada perjanjian Brexit yang disepakati.

Khairisa Ferida
Khairisa Ferida Rabu, 20 Feb 2019 11:39 WIB
Tenggat Brexit kian dekat, PM Inggris kembali sambangi Brussels

Perdana Menteri Inggris Theresa May kembali bertolak ke Brussels, Belgia, pada Rabu (20/2) untuk memperbarui upayanya memuluskan langkah menuju Brexit. Langkah May diprediksi kuat berujung pada kekecewaan.

Dengan waktu kurang dari enam minggu hingga Brexit, Presiden Komisi Eropa Jean-Claude Juncker setuju untuk bertemu May. Namun, pemimpin Uni Eropa bersikeras tidak akan ada lagi negosiasi.

"Saya sangat menghormati Theresa May, atas keberanian dan ketegasannya. Kami akan melakukan pembicaraan bersahabat besok, tapi saya tidak mengharapkan terobosan apa pun," tutur Juncker Selasa (19/2).

May dan 27 pemimpin Uni Eropa lainnya menyetujui perjanjian Brexit dalam pertemuan mereka pada 25 November 2018, namun pada 15 Januari Parlemen Inggris menolaknya.

Sejak itu, May dan para menterinya telah berulang kali bertemu dengan para pemimpin Uni Eropa dan negosiator mereka Michel Barnier untuk mendesak mereka membuka kembali negosiasi demi menenangkan anggota parlemen yang Euroskeptisisme.

Dan kali ini, May mencoba peruntungannya lagi walau pun dia tidak akan bertemu dengan Presiden Dewan Eropa, yang mewakili para pemimpin Uni Eropa.

Adapun Juncker dan Barnier yang akan ditemuinya tidak memiliki mandat dari dewan yang dipimpin Tusk atau negara-negara Uni Eropa untuk menegosiasikan kembali kesepakatan Brexit atau memodifikasi klausul backstop Irlandia.

Backstop memungkinkan Inggris untuk tetap berada di serikat pabean Uni Eropa hingga ditemukan jalan, seperti kesepakatan perdagangan bebas di masa depan, untuk memastikan bahwa perbatasan Irlandia dengan Irlandia Utara tetap terbuka.

Sponsored

Brexiteers di partai konservatif May sendiri melihat ini sebagai jebakan untuk menjaga Inggris dalam bentuk serikat tanpa batas waktu. Mereka menuntut adanya batas waktu atau klausul keluar sepihak.

"Kami tidak dapat menerima batas waktu atas backstop atau klausul keluar sepihak," tegas Margaritis Schinas, juru bicara Juncker.

Pernyataan Schinas merupakan penolakan tanpa basa-basi terhadap tujuan inti May.

Juru bicara May menuturkan bahwa sang PM bekerja keras untuk mengamankan perubahan yang mengikat secara hukum terkait backstop.

"PM percaya bahwa dia dapat mengamankan perubahan dalam kaitannya dengan backstop yang diinginkan anggota parlemen," kata jubir May.

Tenggat perceraian Inggris dari Uni Eropa adalah 29 Maret. Selain mengancam hubungan masa depan keduanya, no-deal Brexit atau Brexit tanpa kesepakatan juga memicu pertanyaan soal periode transisi untuk mengelola perdagangan dan hubungan ekonomi.

Kedua belah pihak mengatakan mereka ingin menghindari kekacauan ekonomi jika no-deal Brexit terjadi. 

Kekacauan

Sejumlah ahli memperingatkan, tidak hanya kaos yang mungkin akan terjadi, namun juga kekurangan makanan dan obat-obatan atau ancaman kerusuhan baru di Irlandia Utara. 

Rantai pasokan manufaktur dapat terganggu, dan ketidakpastian soal Brexit bahkan telah dicap sebagai faktor yang berkontribusi atas tutupnya atau pindahnya sejumlah bisnis yang berbasis di Inggris.

Opsi lain yang mungkin dapat diambil untuk menghindari kekacauan adalah Brussels memberikan Inggris perpanjangan batas waktu. Tetapi, pemerintah May sudah menegaskan bahwa mereka tidak akan meminta penundaan.

Negara-negara anggota Uni Eropa akan menggelar pemilihan pada 23-26 Mei untuk memilih Parlemen baru Eropa, yang akan mulai bersidang pada 2 Juli, di mana mungkin tanpa keanggotaan Inggris.

"Setiap keputusan untuk meminta lebih banyak waktu ada di tangan Inggris. Jika permintaan seperti itu dibuat, tidak seorang pun di Eropa akan menentangnya," papar Juncker. "Jika Anda bertanya berapa lama Brexit dapat ditunda, saya tidak bisa menjawab ... Tapi saya sulit membayangkan bahwa pemilih Inggris akan memberikan suara lagi dalam pemilihan Parlemen Eropa." (AFP)

Berita Lainnya
×
tekid