Terdakwa teror Paris akui berafiliasi dengan ISIS
Kepada peradilan, Salah juga dilaporkan menyebut dirinya sebagai “prajurit Negara Islam (Irak dan Suriah, ISIS)
Salah Abdeslam (31), terdakwa kasus serangan teror Paris pada Jumat (13/11/2015) mengaku, berafiliasi dengan ISIS pada pengadilan hari pertama, Rabu (8/9). Ia juga mengeluh atas perlakuannya di penjara yang disebutnya “tidak manusiawi”.
“Anda seharusnya memperlakukan kami seperti manusia (dengan manusiawi),” ucap Salah, seperti dilaporkan BBC.
Laporan yang sama juga menyebutkan para hadirin lain yang memprotes pernyataan Salah, mencoba mengingatkan bahwa aksi yang dilakukannya pada 2015 telah menewaskan 130 orang. Dalam laporannya, France24 menyebut, bahwa Salah menjadi satu-satunya terdakwa yang dituntut karena pembunuhan. Kepada peradilan, Salah juga dilaporkan menyebut dirinya sebagai “prajurit Negara Islam (Irak dan Suriah, ISIS)
“Saya melepaskan segala pekerjaan saya untuk menjadi prajurit Negara Islam (Irak dan Suriah, ISIS),” tukas Salah.
Sebelumnya, The New York Times melaporkan pada Sabtu (14/11/2015), bahwa ISIS mengaku bertanggung jawab atas serangan teror nahas di Paris pada 13 November 2015. Laporan ISIS tersebut disebut disebarkan oleh kelompok teror itu di platform Telegram dalam bahasa Arab, Inggris, dan Prancis. Tak hanya itu, ISIS juga disebut “menghina Prancis sebagai ibu kota prostitusi dan percabulan”.
“Kejadian-kejadian yang akan kami putuskan telah terpatri di antara kejadian-kejadian bersejarah dalam skala nasional dan internasional abad ini,” sebut Jean-Louis Périès, hakim kepala peradilan yang mengakui dampak dari kejadian nahas teror tersebut beserta peradilan yang akan dilaksanakan untuk membawa para pelaku ke hadapan hukum.
Laporan media Prancis juga menyebutkan pembacaan 1.800 penggugat oleh Périès, menyebutnya sebagai “momen yang emosional, tetapi penting untuk para korban dan keluarga mereka yang telah menunggu selama bertahun-tahun untuk diakuinya (status mereka sebagai korban)”.
“Saya tidak berharap banyak dari peradilan ini. Namun, penting bagi nama saya untuk disebutkan beserta para korban lainnya sehingga saya diakui sebagainya (korban teror),” sebut Thierry Maillet, salah satu dari beberapa korban selamat yang setuju berbicara pada media seperti dilansir dari France24.
Sejumlah media Eropa lainnya menyebut bahwa serangan teror Paris pada 2015, merupakan serangan teror paling mematikan di Prancis sejak Perang Dunia II berakhir. Kejadian paling mematikan malam itu berada di aula konser dan teater Bataclan, di mana para pelaku teror dilaporkan telah menewaskan 90 korban dan melukai banyak korban lainnya. Dengan berkas kasus yang mencakup 542 volume dan lama peradilan selama sembilan bulan, peradilan ini kemungkinan akan menjadi salah satu proses peradilan terpanjang yang pernah dilakukan.
“Tujuan dari pengadilan kita adalah untuk mendalami tuntutan terhadap setiap orang yang terlibat dan menarik kesimpulan terhadap semua konsekuensi hukuman yang akan dijatuhkan setelah semua orang yang terlibat didengarkan (suaranya),” sebut Périès lagi. “Kita harus selalu fokus pada tujuan ini agar semua tetap pada jalurnya,” tambah dia.
“(Peradilan) ini mungkin akan menjadi peradilan terpanjang dalam sejarah,” ujar Christian Saint-Palais, pengacara yang mewakili salah satu terdakwa peradilan.
“Kami tahu bahwa saat ini gelombang emosi akan memunculkan fakta-fakta yang ada ke permukaan,” ujar Philippe Duperron, presiden asosiasi para korban 13onze15 dan salah satu yang kehilangan anggota keluarganya dalam peristiwa nahas tersebut seperti dilaporkan Euronews.
Sumber: Euronews, BBC, dan France24