sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Tertembak di Hong Kong, satu mata wartawan WNI buta permanen

Ada laporan yang menyebut bahwa sebelum peluru karet ditembakkan, Veby sempat berteriak, "Jangan tembak, kami wartawan".

Khairisa Ferida
Khairisa Ferida Kamis, 03 Okt 2019 12:01 WIB
Tertembak di Hong Kong, satu mata wartawan WNI buta permanen

Seorang jurnalis warga negara Indonesia, Veby Mega Indah, disebut menderita buta permanen di mata kanannya setelah terkena pantulan peluru karet saat meliput unjuk rasa di Hong Kong pada Minggu (29/9).

Video insiden Minggu menunjukkan peluru karet ditembakkan ke sekelompok pemrotes dan jurnalis yang berada di jembatan penyeberangan di area Wan Chai.

Menurut pengacara Veby, Michael Vidler, peluru karet mengenai kacamata pelindung dari jarak 12 meter dan melukai kedua matanya. Veby segera dilarikan ke rumah sakit dan pada Rabu (2/10), dokter mengonfirmasi bahwa dia akan mengalami buta permanen pada satu mata.

Perempuan yang bekerja untuk surat kabar lokal berbahasa Indonesia, Suara, telah mengenakan rompi visibilitas tinggi dan helm bertanda "pers".

Ada laporan yang menyebut bahwa sebelum peluru karet ditembakkan, Veby sempat berteriak, "Jangan tembak, kami wartawan".

Sebelumnya, pada Senin (30/9), Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri RI Judha Nugraha mengatakan bahwa kondisi Veby sudah membaik.

Kabar terkait kondisi Veby tersebut didapat setelah KJRI Hong Kong kembali menjenguk dan memberikan bantuan kekonsuleran.

Judha menjelaskan, KJRI Hong Kong telah berkoordinasi dengan perusahaan media tempat Veby bekerja dan mendiskusikan mengenai perlindungan hak-hak ketenagakerjaannya.

Sponsored

"KJRI Hong Kong juga telah berkomunikasi dengan otoritas setempat untuk meminta penjelasan resmi kejadian tersebut," kata dia.

Selain itu, tambahnya, KJRI Hong Kong juga memfasilitasi komunikasi Veby dengan keluarganya di Indonesia.

Pada Rabu, demonstran turun ke jalan-jalan untuk memprotes apa yang mereka sebut sebagai penggunaan kekuatan yang berlebihan oleh polisi.

Bentrokan dilaporkan pecah pada Kamis dini hari, di mana para pemrotes melampiaskan kemarahan mereka atas penembakan oleh polisi. Pengunjuk rasa mengamuk melemparkan bom bensi, memblokir jalan, merusak sejumlah toko dan stasiun MTR ketika polisi menembakkan gas airmata untuk membubarkan mereka.

"Di mana pun ada protes terdekat saya akan datang ... saya keluar malam ini dengan satu alasan sederhana. Anda tidak  menembak seorang remaja dari jarak dekat," kata Alex Chan, seorang desainer interior yang ikut aksi di Causeway Bay. "Protes ini akan terus berlanjut dan kami tidak akan menyerah."

Pernyataan Alex itu merujuk pada penembakan seorang siswa sekolah menengah berusia 18 tahun, yang menurut polisi sebagai tindakan bela diri setelah nyawanya seorang petugas berada di bawah ancaman serius. Insiden ini terjadi pada Selasa (1/10), saat remaja itu melawan petugas dengan pipa logam.

Polisi pada Kamis kembali mengatakan bahwa tindakan para pengunjuk rasa secara serius merusak ketertiban umum dan menjadi ancaman bagi keselamatan pribadi petugas dan anggota masyarakat.

Hong Kong, bekas koloni Inggris, telah diguncang protes selama berbulan-bulan. Pemicunya adalah RUU ekstradisi yang memungkinkan tersangka dikirim ke China daratan untuk diadili, menempatkan mereka dalam risiko persidangan yang tidak adil. 

RUU tersebut telah ditarik. Meski demikian, demonstrasi terlanjur melahirkan tuntutan yang lebih luas, salah satunya reformasi demokrasi.

Relasi Hong Kong dan China dibingkai oleh formula "Satu Negara, Dua Sistem". Di bawah aturan itu, warga Hong Kong dapat menikmati sejumlah kebebasan, termasuk bebas berkumpul dan berbicara, yang tidak diizinkan di China daratan. Ada kekhawatiran kebebasan mengalami erosi seiring meningkatnya campur tangan China.

China menepis kegelisahan tersebut. Beijing bahkan menuduh pemerintah asing, termasuk Amerika Serikat dan Inggris, menggerakkan sentimen anti-China. 

Status istimewa Hong Kong dijadwalkan akan berakhir pada 2047. Belum jelas bagaimana nasib kota itu kelak. (BBC dan Reuters)

Berita Lainnya
×
tekid