sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Turki akan kirim pasukan ke Libya

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengatakan pengiriman pasukan dilakukan atas permintaan Libya.

Khairisa Ferida
Khairisa Ferida Jumat, 27 Des 2019 09:13 WIB
Turki akan kirim pasukan ke Libya

Turki akan mengirim pasukan ke Libya atas permintaan Tripoli pada bulan depan. Demikian disampaikan Presiden Recep Tayyip Erdogan pada Kamis (26/12).

Pemerintah Kesepakatan Nasional (GNA) Libya yang diakui secara internasional selama ini berjuang melawan pasukan Jenderal Khalifa Haftar, yang didukung Rusia, Mesir, Uni Emirat Arab dan Yordania.

Seorang pejabat di Tripoli mengonfirmasi bahwa permintaan resmi telah dibuat atas dukungan militer Turki di udara, darat, dan laut. Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri Fathi Bashagha membantah kabar tersebut.

"Karena ada undangan (dari Libya), kami akan menerimanya. Kami akan meletakkan RUU tentang pengiriman pasukan ke Libya dalam agenda segera setelah parlemen dibuka," kata Erdogan di hadapan anggota Partai Keadilan dan Pembangunan.

Erdogan memperkirakan bahwa RUU akan disahkan sekitar 8-9 Januari. Presiden Turki itu menekankan tidak akan tinggal diam atas  kenyataan bahwa tentara bayaran dari kelompok Wagner yang terkait dengan Kremlin mendukung pasukan Haftar.

"Rusia ada di sana dengan 2.000 pasukan Wagner," ujar Erdogan, yang juga menyinggung keberadaan sekitar 5.000 pejuang dari Sudan di Libya. "Apakah pemerintah resmi mengundang mereka? Tidak."

Beberapa diplomat mengatakan, pasukan Haftar telah gagal mencapai pusat Tripoli. Namun, dengan bantuan pasukan Rusia dan Sudan, serta drone yang dikirim oleh Uni Emirat Arab, mereka berhasil menguasai sejumlah wilayah pinggiran di selatan ibu kota.

Sebuah laporan PBB pada November menyebutkan, drone buatan China telah memberikan pasukan Haftar keunggulan karena pesawat tanpa awak itu dapat mengangkut bahan peledak yang delapan kali lebih berat dibanding drone yang diberikan kepada GNA oleh Turki.

Sponsored

Bulan lalu, Ankara menandatangani dua perjanjian terpisah dengan GNA, yang dipimpin oleh Fayez al-Serraj. Satu mengenai kerja sama keamanan dan militer serta satunya lagi mengenai batas-batas laut di Mediterania timur.

Di Mediterania, Turki berselisih dengan Yunani, Siprus, Mesir, dan Israel terkait hak atas sumber daya di lepas pantai Pulau Siprus yang terbagi. Athena telah menyatakan bahwa kesepakatan maritim Ankara dengan Tripoli melanggar hukum internasional.

Sementara itu, Presiden Amerika Serikat Donald Trump pada Kamis dilaporkan mengadakan pembicaraan telepon dengan Presiden Mesir Abdel Fattah al-Sisi. Dan Gedung Putih menekankan bahwa kedua kepala negara menolak eksploitasi asing mengenai Libya.

"Para pemimpin ... sepakat berbagai pihak harus mengambil langkah mendesak untuk menyelesaikan konflik sebelum rakyat Libya kehilangan kendali atas para aktor asing," sebut Gedung Putih dalam pernyataannya.

Washington menyerukan seluruh pihak untuk menurunkan ketegangan dan memperingatkan tentang meningkatnya keterlibatan Rusia.

Laporan PBB yang dilihat langsung Reuters bulan lalu menunjukkan bahwa Turki telah mengirim pasokan militer ke GNA meski ada embargo senjata PBB.

Rusia telah menyuarakan keprihatinan atas dukungan Turki untuk GNA. Kremlin menyatakan bahwa Presiden Vladimir Putin telah berbincang dengan Perdana Menteri Italia Giuseppe Conte pada Kamis dan mencapai kesepakatan bahwa krisis harus diselesaikan secara damai.

Sejak April, pasukan yang dipimpin Haftar, telah berusaha untuk merebut Tripoli dari GNA, yang didirikan pada 2016 menyusul kesepakatan yang ditengahi oleh PBB. 

Sumber : Reuters

Caleg Pilihan
Berita Lainnya
×
tekid