sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Uni Eropa masih dukung kesepakatan nuklir Iran

Uni Eropa masih mendukung sepenuhnya kesepakatan nuklir Iran, meski Teheran telah mengumumkan penarikan parsialnya dari pakta tersebut.

Valerie Dante
Valerie Dante Senin, 13 Mei 2019 19:29 WIB
Uni Eropa masih dukung kesepakatan nuklir Iran

Pada Senin (13/5), Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Federica Mogherini menegaskan bahwa Uni Eropa masih sepenuhnya mendukung kesepakatan nuklir Iran.

"Kami akan terus mendukungnya sejauh yang kami bisa dengan semua instrumen yang kami miliki," kata Mogherini.

Mogherini menyampaikan hal itu sebelum pertemuannya dengan Menteri Luar Negeri Prancis, Inggris, dan Jerman, tiga negara yang juga menandatangani kesepakatan nuklir tersebut.

Sementara itu, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Mike Pompeo dikabarkan akan mengunjungi Brussels, Belgia, pada Senin untuk bertemu dengan para pejabat Uni Eropa. Dia akan mendiskusikan sejumlah urusan mendesak, termasuk terkait permasalahan AS dengan Iran.

Mogherini mengatakan dia baru diberitahu malam lalu saat Pompeo tiba di Brussels bahwa diplomat top AS itu berencana untuk bertemu sejumlah menlu Uni Eropa.

"Kami akan berada di sini sepanjang hari dengan agenda yang padat. Jadi, kita akan lihat bagaimana dan apakah kita bisa mengatur pertemuan dengannya. Pompeo pasti disambut di sini, tetapi sejauh ini belum ada rencana pasti untuk bertatap muka," jelasnya.

Pompeo dijadwalkan untuk berangkat ke resor Laut Hitam di Sochi, Rusia, pada Selasa (14/5) untuk bertemu dengan Presiden Vladimir Putin dan Menteri Luar Negeri Sergei Lavrov untuk membahas Iran.

Pada Rabu (8/5), Iran mengumumkan penarikan parsial dari kesepakatan nuklir 2015. Langkah ini mereka ambil satu tahun setelah Donald Trump menarik diri dari perjanjian tersebut.

Sponsored

Presiden Iran Hassan Rouhani mengatakan dia akan terus menyimpan stok uranium yang diperkaya di negara itu dan menjualnya ke luar negeri. Dia juga mengancam akan melanjutkan produksi uranium yang diperkaya lebih dalam waktu 60 hari.

Setelahnya, Iran mengeluarkan ultimatum sejumlah negara Eropa dan mengancam akan bertindak lebih jauh jika negara-negara Eropa tidak meringankan sanksi terhadap Teheran.

Menanggapinya, negara-negara Eropa menegaskan bahwa mereka ingin mempertahankan kesepakatan nuklir dan menolak ultimatum dari Teheran.
 
Kesepakatan nuklir 2015 tersebut bertujuan untuk mengekang ambisi nuklir Iran dengan imbalan pencabutan sanksi. Kesepakatan tersebut diteken oleh Iran dan lima anggota tetap Dewan Keamanan PBB yakni AS, Inggris, Prancis, China dan Rusia ditambah Jerman atau disebut pula kelompok P5+1.

Ketegangan antara Iran dan AS terus meningkat, terutama sejak Trump berkuasa sebelum akhirnya menarik Washington keluar dari kesepakatan internasional tersebut.

Penarikan diri AS dari kesepakatan nuklir diikuti dengan penerapan kembali sejumlah sanksi terhadap Iran. Yang terberat adalah upaya untuk memangkas pendapatan dari sektor minyak Iran hingga nol.

Penerapan sanksi itu telah membuat perekonomian Iran terpukul, memicu nilai rial terdorong ke rekor terendah, tingkat inflasi tahunan naik empat kali lipat, dan investasi asing menjauh.

Para pendukung kesepakatan nuklir dari Eropa menentang penerapan kembali sanksi. Mereka berupaya mencari cara untuk menyelamatkan pakta tersebut, termasuk dengan dibentuknya sistem pembayaran khusus untuk membantu perusahaan-perusahaan internasional yang ingin melanjutkan perdagangan dengan Iran.

Tetapi mereka juga memperingatkan Iran untuk tetap mematuhi seluruh aspek kesepakatan, terutama unsur-unsur yang berkaitan dengan aktivitas nuklir.

Belum lama ini AS meningkatkan tekanan terhadap Iran lewat dua langkah signifikan pada April. Pertama, mengakhiri pengecualian pembebasan sanksi bagi lima pelanggan utama minyak Iran yakni China, India, Jepang, Korea Selatan dan Turki. Kedua, mencantumkan Koprs Garda Revolusi Iran dalam daftar teroris asing milik AS.

Pada awal pekan lalu, Penasihat Keamanan Nasional AS John Bolton mengatakan bahwa kapal induk USS Abraham Lincoln dan gugus tugas pengebom telah dikirim ke Timur Tengah menyusul sejumlah indikasi dan ancaman yang meningkat dari Iran.

Sumber : Reuters

Berita Lainnya
×
tekid