sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Wisata ramah muslim Taiwan bidik 65.000 turis Indonesia

Saat ini jumlah wisatawan Indonesia yang mengunjungi Taiwan masih relatif sedikit.

Khairisa Ferida
Khairisa Ferida Kamis, 17 Okt 2019 08:19 WIB
Wisata ramah muslim Taiwan bidik 65.000 turis Indonesia

Direktur Pusat Informasi Wisata Taiwan Fanny Low menargetkan pihaknya bisa menarik hingga 65.000 orang wisatawan Indonesia pada akhir 2019 melalui pariwisata ramah muslim yang mereka tawarkan. Program itu terkait dengan populasi masyarakat muslim Indonesia sebagai yang terbesar di dunia.

Jumlah wisatawan Indonesia yang mengunjungi Taiwan masih relatif sedikit.

"Tahun 2018 ada sekitar 210.000 orang Indonesia pergi ke Taiwan, dibandingkan dengan hampir 400 ribu turis yang mengunjungi Jepang. Kami melihat Indonesia bisa jadi pasar potensial besar," kata Fanny.

Fanny menjelaskan bahwa dari 210.000 orang Indonesia yang pergi ke Taiwan, hanya sekitar 53.000 orang yang merupakan wisatawan, sementara sisanya adalah pekerja migran.

"Sebagai gambaran, jumlah turis yang mengunjungi Taiwan secara keseluruhan mencapai 11 juta orang, dengan sekitar dua juta orang dari Jepang, dan 800 ribu orang dari Korea," ujar Fanny.

Karena itulah, pihaknya menggenjot promosi pariwisata ramah muslim yang menyediakan sejumlah fasilitas penunjang sesuai kebutuhan wisatawan muslim, seperti restoran dan penginapan yang tersertifikasi halal, juga tempat ibadah.

"Saat ini kami mempunyai lebih dari 200 hotel dan restoran yang sebagian mempunyai sertifikat halal, dan sebagian lainnya kami sebut ramah muslim," kata Fanny.

Sementara itu, pesohor media sosial (influencer) Richa Etiqa Ulhaq, yang sempat tinggal di Taiwan selama dua tahun untuk menjalani pendidikan tinggi, menilai bahwa negara itu sudah cukup siap dengan slogan destinasi ramah muslim.

Sponsored

Richa menuturkan, pekerja restoran atau hotel di Taiwan terbuka dan bersedia memberikan fasilitas ramah muslim ketika diminta, terutama untuk makanan halal, jika mereka belum menyediakannya secara khusus.

Selain hal itu, untuk urusan ibadah sehari-sehari, Richa mengaku bisa melaksanakan salat di mana saja tanpa terganggu.

"Masyarakat Taiwan tidak masalah ketika misalnya saya salat di MRT. Masjid dan musala kecil juga banyak tersedia," kata Richa.

Ngeteh

Minum teh menjadi salah satu unggulan wisata yang ditawarkan oleh otoritas Taiwan, melalui konsep wisata halal.

"Kami ingin memperkenalkan ciri ikonik dari Taiwan sebagai destinasi wisata ramah muslim, salah satunya teh Taiwan yang berkualitas baik, organik, tanpa bahan kimia," jelas Fanny.

Menurut dia, ada jaminan kualitas bahwa teh Taiwan sangat baik untuk wisatawan Indonesia, khususnya muslim, karena tidak mengandung zat ataupun melibatkan proses yang nonhalal.

Wisata minum teh bisa dinikmati di kota-kota seluruh Taiwan, namun Fanny menyarankan wisatawan yang belum pernah mengunjungi Taiwan sebelumnya untuk pergi ke tiga kota besar utama di sana.

"Kami akan menyarankan wisatawan Indonesia untuk pergi ke Ibu Kota Taipei di utara, lalu ke Taichung di tengah, dan Kaohsiung di selatan. Ketiganya terletak di tepi barat pulau Taiwan," ujar Fanny.

Dia menambahkan bahwa di ketiga kota itu, wisatawan Indonesia akan dapat dengan mudah menemukan fasilitas wisata ramah Muslim, seperti restoran dan penginapan halal.

Selain wisata minum teh, Fanny menyebut, pasar malam khususnya di ibu kota Taipei menjadi wisata unggulan lain yang patut dicoba dengan adanya empat hingga lima pasar malam yang selalu buka setiap hari dalam kondisi apapun di sana.

Disokong dua lembaga sertifikasi halal

Wisata ramah muslim di Taiwan disokong oleh dua lembaga Islam yang bisa memberikan sertifikasi halal untuk fasilitas penunjang pariwisata seperti restoran dan penginapan.

"Saat ini terdapat dua organisasi utama yang bertanggung jawab untuk sertifikasi halal, yang pertama adalah Asosiasi Muslim Tionghoa (Chinese Muslim Association)," kata Fanny.

Lembaga lainnya yang menyediakan sertifikasi halal di Taiwan adalah Yayasan Masjid Agung Taipei (Taipei Grand Mosque Foundation) dengan tiga logo halal berbeda, yang dua di antaranya khusus untuk restoran dan hotel.

Fanny menyebut bahwa sejauh ini sudah ada lebih dari 200 hotel dan restoran di seluruh Taiwan yang mendapat sertifikasi dari kedua lembaga tersebut. Sebagian mendapat sertifikat halal, sementara sebagian lagi baru bisa disebut ramah muslim.

"Kebanyakan restoran dan hotel dengan status ramah muslim sudah memisahkan proses memasak, namun karena juru masaknya bukan muslim, mereka tidak bisa memenuhi kualifikasi untuk sertifikat halal," ujar dia.

Selain dua organisasi muslim Taiwan utama itu, ada pula lembaga sertifikasi halal yang berafiliasi dengan lembaga dari negara lain, termasuk dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Fanny menyebut bahwa pada 2018, sebuah lembaga sertifikasi halal di Taiwan memperkenalkan MUI dan mulai mengajak perusahaan untuk mengajukan sertifikasi halal langsung dari satu-satunya lembaga sertifikasi halal di Indonesia tersebut.

"Kami mendorong mitra Taiwan pada industri pariwisata dari agen perjalanan atau yang lain untuk mengajukan sertifikasi halal dari MUI, karena kami ingin terus mempunyai standar halal yang sama dengan pasar utama kami, Indonesia," imbuhnya. (Ant)

Berita Lainnya
×
tekid