sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

10 year challenge: Jebakan nostalgia dan privasi data

Challenge di media sosial beberapa di antaranya relatif menghibur dilakukan, tapi sisanya justru berbahaya.

Purnama Ayu Rizky Annisa Saumi
Purnama Ayu Rizky | Annisa Saumi Kamis, 24 Jan 2019 11:39 WIB
10 year challenge: Jebakan nostalgia dan privasi data

Belakangan ini, warganet tengah latah membagi foto nostalgia, dan menyematkan tagar #10yearchallenge. Pengguna media sosial mengunggah foto mereka, 10 tahun lalu dan membandingkannya dengan foto saat ini. Tagar ini ramai di Facebook, Twitter, dan Instagram.

Yuliana Munairoh salah satu pengguna media sosial yang ikut-ikutan meramaikan “tantangan 10 tahun” itu. Sebagai pengguna aktif Instagram, Yuliana mengaku terusik bila tak menunjukkan perubahan potret dirinya ke para pengikutnya.

“Perasaan nostalgia yang timbul, bisa membuat terhibur. Toh, gampang juga dilakukan,” kata Yuliana kepada Alinea.id, Selasa (22/1).

Membuatnya memang mudah. Tinggal membuat dua kolase foto diri 10 tahun lalu dan sekarang. Tak perlu usaha lebih, seperti tantangan lain yang lebih dulu viral, yakni Kiki Challenge, Ice Bucket Challenge, atau Bird Box Challenge.

Yuliana tak sendiri. Salah seorang pengguna Instagram lainnya, Bayu Pratama pun ikut tantangan ini. Dia mengunggah sejumlah foto perbandingan dirinya pada 2009 dan 2019 di Instagram stories-nya.

Sebagai pengguna media sosial, dia tak mengambil pusing dan memaklumi jika Facebook mengambil data pribadinya.

“Ya enggak terlalu ngurusin sih, kalau data saya diambil Facebook. Toh, kita juga menikmati Facebook,” kata dia.

#10yearchallenge pun diikuti oleh selebritas, politikus, pejabat, hingga tokoh publik. Misalnya saja, Ani Yudhoyono yang mengunggah kolase foto dirinya pada 2009 dan 2019 di akun Instagramnya pekan lalu.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan pun mengunggah dua fotonya, lengkap dengan istri dan tiga anaknya. Begitu pula Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono, yang mengunggah foto 2009 dan 2019, dia sedang memainkan alat musik drum.

Berisiko?

Ramainya tagar itu, membuat penulis Wired, Kate O’Neill menulis di akun Twitter-nya, jika tantangan itu digunakan untuk melatih algoritma pengenal wajah.

O’Neill juga menerbitkan tulisan di Wired pada 15 Januari 2019 berjudul “Facebook's '10 Year Challenge' Is Just a Harmless Meme—Right?” yang berisi keresahannya akan potensi penambangan data pengguna oleh Facebook.

Facebook lalu merespons tudingan tersebut di Twitter.

“Tantangan 10 tahun adalah meme yang dibuat pengguna tanpa keterlibatan kami. Ini adalah bukti dari kesenangan yang pengguna bisa dapatkan di Facebook, dan hanya itu,” tulis Facebook.

Anie Yudhoyono ikut-ikutan 10yearchallenge. (instagram.com/aniyudhoyono).

Dalam artikelnya itu, O’Neill menulis, penggunaan data oleh pihak lain untuk melatih algoritma pengenal wajah memang tak terhindarkan. Namun, O’Neill melanjutkan, pengenal wajah tersebut juga bisa berdampak positif, seperti yang terjadi di India.

“Tahun lalu, polisi di New Delhi melacak hampir 3000 anak hilang hanya dalam waktu empat hari menggunakan teknologi pengenal wajah. Jika anak tersebut telah hilang dalam waktu yang agak lama, mereka akan terlihat berbeda dari foto mereka terakhir, jadi algoritma usia bisa sangat membantu dalam kasus ini,” tulis O’Neill.

Sebelum muncul #10yearchallenge, ada Kiki Challenge atau #Inmyfeelingschallenge. Tren di media sosial yang lahir menggantikan Mannequin Challenge itu mulanya diinisiasi pengguna Instagram @theshiggyshow, pada 29 Juni 2018.

Dia membagikan video dirinya tengah menari sendirian di jalan, diiringi lagu dari penyanyi Drake bertajuk “Kiki, do you love me”. Video asli Shiggy sendiri sebetulnya tak melibatkan mobil yang bergerak, melainkan hanya menari dengan direkam Odell Beckham Jr. di depan mobil.

Sejak itu, warganet segera mengikuti tantangan Kiki dan menyebarkannya di media sosial. Mereka melompat keluar dari mobil yang masih bergerak, membiarkan pintu mobil terbuka, dan mulai menari di jalan.

Sayangnya, saat sedang sangat viral, Wired pada 4 Agustus 2018 melaporkan, tantangan ini telah mengakibatkan seseorang menabrak tiang, masuk lubang, dan jatuh dari mobil. Satu video menunjukkan, seorang perempuan dicuri tas tangannya saat tengah menari. Sementara, pria 22 tahun di Florida, Amerika ditabrak mobil saat ikut tantangan tersebut.

Jadi, mengapa kita tetap melakukan tantangan itu?

Profesor komunikasi di Universitas Pennsylvania dan penulis buku How Behavior Spreads Damon Centola menerangkan kepada Wired.

"Mengadopsi perilaku berbahaya biasanya dipicu oleh kegembiraan emosional, yang juga dilakukan oleh banyak orang. Sehingga, dorongan untuk menciptakan kegembiraan itu membuat mereka untuk berpartisipasi,” katanya.

Hal ini senada dengan yang disampaikan profesor pemasaran di RMIT Universitas Melbourne Angela Dobele, yang meneliti kampanye pemasaran viral di media sosial.

"Pada intinya, orang ingin menjadi bagian. Pengembangan hubungan, penerimaan, dan pengakuan menjadi argumen mereka untuk ikut-ikutan. Mereka hanya ingin dilihat sebagai bagian dari kelompok warganet yang selalu adaptif menyesuaikan diri terhadap tren anyar, populer, tanpa memikirkan risiko yang ditimbulkan," ujarnya kepada Wired.

Apakah data terlindung?

Sementara itu, pengamat media sosial Ismail Fahmi mengatakan, tak perlu khawatir dengan pengambilan data, karena ikut-ikutan #10yearchallenge.

“Kemungkinan pengambilan data ada, tapi Facebook kan sudah tahu data sehari-hari pengguna. Jadi go on saja,” katanya saat dihubungi, Rabu (23/1).

Ismail menjelaskan, Facebook menjual kecerdasan mesinnya, bukan data penggunanya. Yang tidak boleh, kata dia, bila data diambil pihak ketiga, seperti kasus Cambridge Analytica.

“Selama (data) itu masih digunakan Facebook, tak masalah,” ujar Ismail yang menyelesaikan disertasinya di University of Groningen.

Senada dengan O’Neill, Ismail mengatakan, teknologi pengenalan wajah memiliki manfaat bagi negara dalam hal keamanan. Sebaliknya, keuntungan itu tidak terlalu berguna bagi warganet.

Lebih lanjut, Ismail berpendapat, pengambilan wajah untuk kepentingan perusahaan merupakan hal yang ilegal dilakukan. Menurutnya, harus ada kesepakatan antara kedua belah pihak saat mengambil data.

“Tapi kan kita enggak pernah tahu siapa yang menambang data kita,” ujar Ismail.

Artis Maia Estianty membandingkan foto dirinya saat ini dan 10 tahun lalu. (instagram.com/maiaestiantyreal).

Sementara itu, pengajar hukum siber di Universitas Padjajaran Bandung Sinta Dewi Rosadi mengatakan, konsen saja tidak cukup untuk melindungi data pengguna media sosial.

“Jadi, data itu diambil harus sangat minimal,” kata Sinta ketika dihubungi, Rabu (23/1).

Sinta melanjutkan, data pribadi tersebut sah-sah saja digunakan, tapi tetap terbatas untuk kepentingan pengguna. Untuk keamanan data dan privasi sendiri, warganet saat ini baru bisa berpegang pada ratifikasi hak asasi manusia terkait keamanan data.

“Privasi ada beberapa macam, mulai dari privasi terhadap anggota badan, alat komunikasi kita, sampai ke data pribadi. Privasi pada data pribadi ini yang sedang digodok oleh pemerintah,” kata ketua Cyber Law Unpad tersebut.

Sinta dan Ismail sepakat, teknologi pengenalan wajah tak memiliki dampak positif bagi penggunanya. “Malah sangat mengganggu ya,” kata Sinta.

Sementara, penggunaan data wajah pengguna bagi algoritma mesin untuk belajar, kata Sinta belum memiliki aspek hukum yang jelas.

10 year challenge ramai dimainkan pengguna media sosial belakangan ini.

“Memang tidak bisa kita hindarkan hukum selalu tertinggal dengan teknologi. Regulasinya baru sebatas konsen dengan pengguna saja,” katanya.

Sinta juga menambahkan, walau terdapat privacy policy, menurutnya bukan rahasia lagi jika Facebook membagi data mereka dengan pihak ketiga. Baik Sinta maupun Ismail juga sepakat jika hal terburuk yang terjadi dengan adanya profiling behavior adalah digunakannya data tersebut untuk kepentingan iklan.

“Data pengguna juga bisa dijual ke perusahaan asuransi,” kata Sinta.

Sinta berpesan agar pengguna media sosial lebih berhati-hati lagi membagikan informasi. Jangan sampai privasi hilang hanya, karena ingin eksis.

Berita Lainnya
×
tekid