Anti aging hingga krim pemutih jadi produk paling banyak terjual di marketplace
Riset Brand Choice Index menyebut anti aging menjadi kategori produk yang paling banyak terjual di marketplace.

Pandemi menjadi momentum bagi masyarakat untuk melakukan perawatan kulit dan tubuh. Hal itu terlihat dari riset Brand Choice Index yang menyebut anti aging menjadi kategori produk paling banyak terjual di dua marketplace teratas Indonesia atau sebanyak 700.400 buah dalam tiga bulan terakhir.
Riset dilakukan oleh INFOBRAND.ID dan TRAS N CO Indonesia pada bulan April-Juni 2021 terhadap 150 kategori produk dengan lebih dari 1.000-an brand ter-riset. Kategori lain yang banyak terjual adalah whitening cream (664.7000), nail polish (471.000), tisu basah (451.700), acne serum (396.500), mouse wireless (368.900), aloe vera sooting gel (361.200), sabun mandi antiseptik (345.100), celana dalam pria (290.300), dan body mist (275.000).
Sementara itu, dari riset yang sama, kategori produk paling banyak dicari di internet rata-rata per bulan adalah air mineral kemasan (159.800), blender (97.000), obat maag (78.300), printer (77.400), helm full face (48.600), mixer (42.800), rice cooker (41.700), minyak telon (40.600), plester luka (29.200), dan kipas angin (24.900).
Tri Raharjo, CEO TRAS N CO Indonesia mengatakan konsumen cenderung berselancar terlebih dahulu di mesin pencari atau marketplace sebelum bertransaksi membeli barang.
"Selain itu, sebelum bertransaksi secara offline, konsumen juga melakukan penelusuran internet untuk mencari referensi produk yang dicari. Sehingga ketika datang ke toko, konsumen telah mendapatkan informasi dan langsung menuju produk atau brand yang dipilih," ujarnya dalam keterangan resmi, dikutip Sabtu (31/7).
Menurutnya, pandemi Covid-19 yang tak kunjung berakhir masih memberikan tantangan bagi para pelaku bisnis, brand dan perusahaan. Namun di sisi lain, berkembangnya teknologi digital memberikan peluang bagi bisnis dan ekonomi.
"Pertumbuhan market online semakin meningkat terlebih di masa pandemi," ujar Tri yang juga merupakan pengamat dan peniliti brand ini.
Perubahan perilaku konsumen dalam berbelanja yang mulai bergeser dari offline ke online disebut menjadi salah satu penyebabnya. Tak hanya itu, juga dipicu oleh penggunaan internet yang terus mengalami pertumbuhan serta tingkat kepraktisan dan kemudahan dalam belanja online dengan pasar yang luas.
Merespons perubahan tersebut, menurutnya, perusahaan harus beradaptasi dan berinovasi dalam proses bisnisnya.
"Perusahaan bisa membangun brand awareness di ranah online dan hadir di platform di mana konsumen mencari," ujar Tri.

Derita jelata, tercekik harga pangan yang naik
Senin, 21 Feb 2022 17:25 WIB
Menutup lubang “tikus-tikus” korupsi infrastruktur kepala daerah
Minggu, 13 Feb 2022 15:06 WIB
Segudang persoalan di balik "ugal-ugalan" RUU IKN
Minggu, 23 Jan 2022 17:07 WIB
Benarkah thrifting mengancam bisnis lokal?
Senin, 20 Mar 2023 18:55 WIB
Penguatan LHKPN dan RUU PA: Efektif jerat pejabat korup?
Sabtu, 18 Mar 2023 14:52 WIB