sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Campur tangan negara di balik kesuksesan K-pop

Indonesia menjadi pasar Korean pop (K-pop) paling cepat berkembang di Asia Tenggara.

Annisa Saumi
Annisa Saumi Kamis, 21 Feb 2019 20:31 WIB
Campur tangan negara di balik kesuksesan K-pop

Menurut Sun Jung dalam tulisannya “K-pop, Indonesian Fandom, and Social Media” di jurnal Transformative Works and Cultures (2011), Indonesia menjadi pasar Korean pop (K-pop) paling cepat berkembang di Asia Tenggara. Distribusi K-pop dimulai pada 2000-an, akibat perkembangan televisi kabel dan internet.

“Dengan kelompok penggemar muda sebagai tulang punggungnya, K-pop—terutama boy band dan girl band idola—mendapatkan pengakuan di Indonesia,” tulis Jung.

Jung menulis, pada 2010 banyak acara yang berhubungan dengan K-pop diinisiasi para penggemarnya di Indonesia. Mereka mengadakan pertemuan penggemar, festival, dan konser. Daya tarik utama K-pop, menurut Jung, ada pada kostum dan atributnya yang modern dan keren—sebagian besar berasal dari bentuk budaya populer Barat, seperti hip hop, R n B, musik elektronik Eropa, dan elemen pop dari J-pop.

Saat ini, anak muda mana yang tak kenal AOA, Red Velvet, SHINee, SUJU, dan BLACKPINK. Ketenaran mereka tak pelak membuat penggemarnya rela rogoh kocek dalam-dalam demi mendapatkan aksesori, album, dan menonton konser.

Rosa Febrina merupakan salah seorang penggemar K-pop. Ia sudah mengenal K-pop sejak duduk di bangku kelas 3 SMP pada 2007. Empat tahun belakangan, ia menjadi penggemar boy band Bangtan Boys (BTS). Sebelumnya, ia mendengarkan jenis musik secara acak, dari indie hingga metal.

“Tahun 2015, aku coba nonton video mereka (BTS) yang judulnya ‘Dope’. Di situ aku mulai suka, dance-nya keren, lagunya juga beda sama yang lain,” ujar Rosa saat dihubungi reporter Alinea.id, Rabu (20/2).

Cinta mati pada K-pop

BTS memulai debutnya dengan menyanyikan lagu “No More Dream” dari album pertama mereka 2 Cool 4 Skool pada 2013. Boy band ini diisi tujuh personal, yakni Jin, Suga, J-Hope, RM, Jimin, V, dan Jungkook.

Prestasi mereka, di antaranya penghargaan New Artist of the Year atas lagu “No More Dream”, Melon Music Awards, dan Golden Disc Awards pada 2013. Pada 2014 mereka mendapatkan penghargaan Seoul Music Awards.

Rosa mengatakan lirik lagu yang dibuat BTS berbeda dengan boy band dan girl band Korea lainnya.

“Lirik mereka enggak cheesy kayak boy band lain. Mereka banyak ngomongin seputar kritik sosial, kesehatan mental, sistem pendidikan di Korea Selatan yang bikin bunuh diri, sampai mimpi,” kata Rosa.

Menurut Rosa, wawasannya bertambah setelah mengikuti bedah lirik BTS bersama penggemar lainnya di Twitter. Dari bedah lirik itu, ia tahu BTS menggunakan literatur seperti Demian karya Hermann Karl Hesse.

Hesse adalah seorang penyair, novelis, dan pelukis asal Jerman. Selain Demian, karyanya yang terkenal, yakni Steppenwolf, Siddhartha, dan The Glass Bead Game. Pada 1946, ia menerima Nobel Sastra.

Bahkan, salah seorang penggemar asal Jakarta yang terinspirasi dengan BTS dan buku bacaan personelnya, kata Rosa, mendirikan Penerbit Mata Aksara dan menerjemahkan novel-novel yang dibaca personel BTS.

BLACKPINK merupakan salah satu girl band populer di Indonesia. (ygfamily.com).

 

Namun, Rosa mengaku tak terlalu fanatik dan rela berbuat apapun, meski menyukai BTS. Ia tak pernah menghabiskan uang untuk membeli aksesori idolanya. Pengeluarannya selama menjadi pengagum BTS baru membeli satu album fisik, serta dua tiket menonton dokumenter dan konser BTS di bioskop beberapa waktu lalu.

“BTS pernah konser di Indonesia tahun 2017, tapi waktu itu aku lagi ngejar seminar proposal skripsi. Jadi enggak nonton deh,” ujar Rosa.

Berbeda dengan Rosa, Galih Viabela atau Bela, sapaan akrabnya, mengatakan ia menyukai K-pop sejak duduk di bangku SMA pada 2009. Pada 2012 menjadi puncak fanatik jadi penggemar boy band Exo.

Exo merupakan boy band Korea Selatan-Tiongkok yang berbasis di Seoul, Korea Selatan. Grup vokal pria ini dibentuk pada 2011, dengan personel Suho, Baekhyun, Chanyeol, D.O., Kai, Sehun, Xiumin, Lay, dan Chen.

Selama menjadi penggemar Exo, Bela mengeluarkan uang untuk membeli dua album Exo dan aksesori tak resmi. “Aku sampai jadi admin Twitternya internasional Exo. Kerjanya lihat layar terus, terjemahin Bahasa Korea, bagi-bagi kabar terbaru,” kata Bela, Rabu (20/2).

Selain Bela, admin Twitter internasional Exo ini berasal dari Prancis, Filipina, dan Thailand. Fanatisme Bela terhadap Exo berlanjut hingga 2014. Saat itu, salah seorang personel Exo, Kris, memutuskan keluar dari boy band yang sudah membesarkan namanya. Bela menangis di tengah rapat organisasi kampusnya, ketika mendengar kabar itu.

“Nangisnya karena patah hati ya. Sekarang kalau diingat-ingat lagi, ya malu,” ujar Bela.

Setelah patah hati mendengar kabar Kris keluar dari Exo, Bela masih suka mendengar musik boy band dan girl band Korea lainnya.

Sekarang, ia mengaku menjadi seorang multifandom—istilah untuk menggambarkan seseorang yang mendengarkan musik dari banyak boy band dan girl band. Usai dikecewakan Exo, ia tak mau lagi menjadi penggemar salah satu boy band atau girl band. Soal K-pop, Bela tetap menyukainya.

“Enggak berhenti suka sama K-pop sih. Tahun kemarin aku sempat nonton konser boy band Wanna One,” kata perempuan berusia 24 tahun tersebut.

Bahkan, karena ingin sekali menonton konser Wanna One di BSD City, Tangerang pada Juli 2018, Bela sampai mengundur jadwal ujian skripsinya.

“Karena sayang ya, mereka kan boy band yang dibentuk dari audisi cuma untuk beberapa saat dan nantinya bubar. Nah, sebelum bubar itu, aku mikir ini kesempatan satu-satunya melihat mereka,” katanya.

Negara ikut berperan

Tahun 2018 menjadi tahun yang penting bagi boy band BTS. Tepatnya pada 24 September 2018, mereka tampil memberikan pidato di Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (The United Nation General Assembly/UNGA), New York, Amerika Serikat.

Saat itu, mereka memberikan pidato tiga menit di hadapan para pejabat tinggi dan kepala negara atas undangan The United Nations International Children’s Emergency Fund (UNICEF). Selain itu, di tahun yang sama, mereka juga dipilih menjadi salah satu foto sampul Majalah TIME bertajuk “Next Generation Leaders”.

Sebagai seorang ARMY—sebutan penggemar BTS—tentu saja Rosa sangat bangga atas prestasi idolanya itu. “Mereka itu berasal dari agensi kecil Big Hit Entertainment, dan agen mereka enggak pernah menargetkan untuk go international,” kata Rosa.

Ia tak menyangka BTS bisa setenar itu. Padahal, pada 2015, menurut Rosa, penggemar BTS tak sebanyak pengagum boy band K-pop lainnya. Rosa mengatakan, sangat kecewa dengan orang-orang yang memberi stigma boy band K-pop sebagai “banci”.

Selain BTS, girl band K-pop BLACKPINK juga sedang naik daun. Girl band di bawah naungan YG Entertainment dan memulai debutnya pada 8 Agustus 2016 dengan album Square One ini digawangi Jisoo, Jennie, Lisa, dan Rose.

Pada April 2019, BLACKPINK mencatat sejarah sebagai girl band K-pop pertama yang akan manggung di Festival Musik dan Seni Coachella Valley di California, Amerika Serikat.

Semakin populernya K-pop, menurut penulis dan pengamat musik Idhar Resmadi, tak lepas dari campur tangah pemerintah Korea Selatan. Mereka ikut andil untuk memajukan budaya populer Negeri Gingseng.

“K-pop itu kan dibentuk secara terstruktur dan sistematis. Mereka punya bakat, disiplin, dan pendidikan yang disusun sedemikian rupa oleh agensi,” kata Idhar saat dihubungi, Rabu (20/2).

Perkembangan K-Pop itu, kata Idhar, tak sekadar bergerak secara organik. Keterlibatan negara sangat punya pengaruh. Idhar melihat, salah satu alasan mengapa BLACKPINK bisa tampil di Coachella tak lepas dari tangan pemerintah melalui The Korea Creative Content Agency (KOCCA).

“Agensi pemerintah seperti KOCCA ini yang tak dimiliki Indonesia dalam strategi kebudayaan. Artis seperti Agnes Monica (Agnez Mo) atau Anggun C. Sasmi misalnya, mereka gerak sendiri untuk go international,” ujar Idhar.

Dari segi musiknya, Idhar menilai, tak ada yang membedakan K-pop dengan artis-artis pop lainnya, memainkan genre, seperti pop, hiphop, dan RnB. Genre-genre ini umum dan digemari anak muda masa kini.

“Beda kasus ketika misalnya Indonesia ingin memasarkan dangdut ke luar,” kata dia.

Selain jenis musik, Idhar juga melihat kepiawaian agensi-agensi Korea Selatan membuat inovasi, sehingga K-pop bisa bertahan lama.

“Mereka piawai memadukan antara musik, fesyen, dan dance. Album-album boy band dan girl band itu mereka buat dengan desain package yang luar biasa buat konsumen. Mereka tahu bagaimana cara memuaskan fans dan melakukan regenerasi,” ujar Idhar.

Berita Lainnya
×
tekid