DreadOut: Mengalahkan hantu dengan lampu kilat ponsel
DreadOut berkisah tentang sekelompok anak muda yang masuk ke dimensi lain di sebuah gedung angker.
Gagal membuat ketakutan
Hanya saja rasa mencekam dan ketakutan gagal dihadirkan dalam film bergenre survival horror ini. Alunan gamelan yang coba dijadikan latar suara dalam beberapa adegan dalam film ini tak dapat membangun suasana yang menegangkan. Lagi pula, pencahayaan film di momen-momen yang harusnya menegangkan terlalu terang, sehingga suasana mencekam yang coba dihadirkan tidak terlalu terasa.
Selain itu, efek komputer dalam film ini tak terlalu mumpuni. Rekahan-rekahan yang terdapat di tangan pocong dan di wajah Kebaya Merah, ketika kesakitan terkena lampu kilat kamera ponsel Linda, meninggalkan degradasi yang kasar. Namun, catatannya, hanya kilatan lampu kamera ponsel Linda lah yang ampuh membuat para dedemit ini kocar-kacir.
Jumpscare yang coba dihadirkan dalam film ini juga tak dapat menolong. Alih-alih berteriak dan terkejut, sebagian besar penghuni bioskop malah tertawa.
Sebab, kemunculan tiba-tiba Si Kebaya Merah dari balik pintu dan menarik-narik rambut Linda malah terlihat komikal. Ditambah lagi dengan munculnya pocong yang bersenjatakan celurit. Hal ini berada di luar imajinasi penonton tentang sosok hantu khas yang dibungkus kain putih ini.
Ketegangan yang telah digambarkan sejak pertama film dimulai, dengan siatuasi di mana sekelompok orang memegang sesosok makhluk yang berselimut kain batik, dan akan ditikam dengan keris, sebelum akhirnya digagalkan polisi, tak dapat ditemukan lagi di sisa adegan.
Sisa adegan seperti hanya bercerita tentang sesuatu yang dari awal tak terjelaskan dengan baik. Banyak plot cerita yang melompat dan tidak menemukan benang merahnya.
Misalnya, apa pentingnya keris itu bagi orang-orang yang telah membuka portal dimensi lain untuk pertama kalinya? Siapa Si Kebaya Merah pemilik keris tersebut? Dan untuk apa kemudian Beni mengatur rencana agar semua teman-temannya masuk dalam rencana busuknya, supaya dapat memiliki keris, yang dulu juga diburu oleh ayahnya?
Kejanggalan-kejanggalan dalam plot cerita ini hanya menyisakan impresi-impresi yang datar. Belum lagi munculnya adegan-adegan tak penting yang masuk dalam alur cerita, seperti Jessica yang masih sibuk mempertanyakan sinyal yang tak dia dapat.
Padahal dia tahu, dirinya sedang berada di dimensi lain. Atau Linda yang masih sempat-sempatnya membereskan buku-bukunya yang berceceran ke dalam tas, saat alur cerita sedang memasuki adegan diburu Si Kebaya Merah.
Bahkan telepon pintar milik Linda dan teman-temannya masih menyala dalam kondisi baik, meski telah retak karena terbentur dan berkali-kali tercebur air.
Meski begitu, sinematografi yang dihadirkan sang sutradara masih terbilang baik, dengan pengambilan angle kamera yang ciamik. Dan lebih jauh, film ini cukup menghibur penontonnya dengan munculnya adegan-adegan yang terkesan wagu tadi.