sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Kenali mythomania, tukang bohong yang memercayai kebohongannya sendiri

Sebagian pihak menyebut Barbie Kumalasari mengidap mythomania karena ucapannya yang menunjukkan kebohongan. Benarkah?

Robertus Rony Setiawan
Robertus Rony Setiawan Selasa, 08 Okt 2019 10:14 WIB
Kenali mythomania, tukang bohong yang memercayai kebohongannya sendiri

Beda mythomania dan kebohongan biasa

Sebagai salah satu macam kebohongan patologis, mythomania merupakan jenis gangguan kebohongan yang dipandang paling ekstrem. Sebab jenis ini menggabungkan fakta dan fantasi sebagai materi atau cerita kebohongan. Mereka yang mengalami mythomania umumnya melakukan kebohongan bersifat fantasi.

Alain De Mijolla dalam International Dictionary of Psychoanalysis itu pun menguraikan, biasanya orang dengan mythomania akan mengatakan kebohongan kepada orang lain mengenai sesuatu yang mereka khayalkan dan digabungkan dengan fakta yang ada. Pada level yang parah, mythomania membuat pengidapnya menyatakan suatu kebohongan sebagai hal yang diyakininya sebagai benar-benar fakta.

Beberapa kriteria dari orang yang mengalami mythomania adalah:

1.       Cerita yang mereka katakan terdengar sangat nyata dan mereka mungkin menceritakan sesuatu berdasarkan kisah nyata orang lain.

2.      Punya kecenderungan membuat cerita yang bersifat permanen dan stabil.

3.      Kebohongan tidak dilakukan untuk mendapatkan suatu keuntungan material.

4.      Cerita yang dibuat biasanya berkaitan dengan institusi penting, seperti  kepolisian dan angkatan darat. Mereka pun memiliki peran penting dalam institusi atau cerita itu, misalnya sebagai tokoh penyelamat atau korban yang tersakiti.

Sponsored

Mythomania sangat kuat didorong rasa kurang percaya diri pengidapnya. Akibatnya, demi terlihat sempurna, seorang dengan mythomania akan berpura-pura menjadi orang lain yang perfeksionis agar orang lain lebih menyukainya.

“Bahkan mereka akan tetap berbohong walau kebohongan tersebut berdampak buruk bagi diri mereka sendiri,” tulis Alain De Mijolla.

Berbeda dengan itu, ada kriteria kebohongan umum yang bukan termasuk sebagai mythomania. Kebohongan biasa ini umumnya dapat dilakukan karena beberapa alasan, seperti keinginan menutupi data mengenai dirinya, keinginan untuk memperoleh keuntungan, dan menutupi diri dari kesalahan yang dilakukan. Kebohongan umum ini biasanya juga hanya mengenai hal-hal seputar perasaan, pendapatan, pencapaian, kehidupan seksual, dan mengenai usia seseorang.

Pesohor rentan mengidap mythomania

Psikolog klinis dr. Tara Adhisti de Thouars menegaskan mythomania merupakan kebohongan patologis yang menunjukkan gangguan mental seseorang yang merugikan diri sendiri dan orang lain.

“Patologis menandakan bahwa (gangguan) tidak lagi bisa disebut normal atau biasa saja, karena memberikan dampak negatif ke diri sendiri atau sekitarnya,” kata Tara dalam percakapan via WhatsApp dengan Alinea.id, Senin (7/10).

Sekalipun penyebab orang berbohong mencakup beragam faktor, seperti psikologis dan sosial, Tara mengatakan, pada dasarnya berbohong adalah upaya defense atau pertahanan diri dari ancaman, baik ancaman nyata atau pun tidak.

Dia memisalkan, pelaku merasa perlu menyampaikan kebohongan untuk melindungi dirinya dari rasa malu, rasa rendah diri, perasaan kecil, dan penolakan pihak lain. Bila kebutuhan psikologis seseorang yang tidak terpenuhi semakin besar, akan semakin besar pulalah keinginan orang itu untuk melindungi diri dengan cara berbohong.

“Namun, jika kebohongan dilakukan berulang kali, maka dapat dikatakan menjadi tidak sehat,” ujarnya.

Tara menguraikan ciri lain orang dengan mythomania adalah melakukan kebohongan terus-menerus tanpa disertai perasaan bersalah. Mengingat berbohong merupakan perilaku melanggar norma, menurut Tara, umumnya dalam diri pelakunya akan timbul perasaan bersalah.

“Jika tidak (merasa bersalah), maka dapat dikatakan mengidap gangguan mythomania karena berbohong dianggap sebagai sesuatu yang wajar, bahkan menjadi kebutuhan si pelaku,” kata dia menegaskan.

Mythomania dilatarbelakangi oleh watak narsistik seseorang yang membuatnya melakukan kebohongan-kebohongan kepada orang lain dan dirinya sendiri./ Ilustrasi: Pixabay

Tarra melanjutkan, mythomania umumnya dapat terjadi pada sejumlah kelompok orang yang sangat mengagungkan citra positif dari lingkungan sebagai kebutuhannya. Beberapa kalangan seperti ini, antara lain, selebritas, pejabat, dan pemuka masyarakat atau figur publik.

Kalangan dari kelompok ini, menurut Tara, memiliki kebutuhan besar untuk dapat diterima oleh lingkungan sekitarnya. Selain itu, kelompok masyarakat dengan keterbatasan tertentu juga rentan melakukan kebohongan yang mengarah sebagai mythomania. Bermacam kondisi kekurangan itu meliputi, antara lain kemampuan ekonomi, status sosial, dan keterampilan diri.

“Mereka membutuhkan pengakuan dan perlu mengangkat dirinya agar dapat diakui oleh orang lain sehingga dapat meningkatkan rasa keberhargaan dirinya,” tuturnya.

Walaupun begitu, apa yang dialami Barbie Kumalasari perlu pembuktian apakah termasuk gangguan mythomania atau tidak. Dr Daeng M Faqih menekankan, praduga publik atas Barbie mengidap gejala mythomania harus diuji keabsahannya. Hal ini, kata dia, perlu melalui sejumlah pemeriksaan secara medis di bawah asuhan ahli kejiwaan.

“Karena dipandang menyangkut kelainan kejiwaan, itu tak bisa langsung serta-merta disebut sebagai kebohongan patologis. Sebaiknya berdasarkan pemeriksaan kejiwaan dan ada alat pengukurnya,” ujar Daeng, ketika dihubungi Senin (7/10).

Daeng mengatakan, ada beberapa macam tes yang perlu dijalani untuk menguji seseorang termasuk mythomania, misalnya wawancara tertutup dengan dokter ahli kejiwaan, dan tes psikologi kepribadian.

“Dari situ nanti bisa diketahui, orang ini dengan karakter seperti ini punya kecenderungan gangguan tertentu,” tutur Daeng yang juga Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia.

Berita Lainnya
×
tekid