sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Kesehatan mental anak kunci ciptakan generasi penerus berkualitas

Peranan kesehatan mental pada anak untuk menunjang kehidupan mereka saat dewasa.

Hermansah
Hermansah Jumat, 24 Jul 2020 08:41 WIB
Kesehatan mental anak kunci ciptakan generasi penerus berkualitas

Berbagai statistik masih mengindikasi maraknya gangguan mental pada anak, khususnya di usia remaja. Di Indonesia, hasil Riskesdas 2018 menemukan bahwa prevalensi gangguan mental emosional remaja usia di atas 15 tahun meningkat menjadi 9,8% dari yang sebelumnya 6% di 2013.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga mencatat 15% anak remaja di negara berkembang berpikiran untuk bunuh diri. Di mana bunuh diri merupakan penyebab kematian terbesar ketiga di dunia bagi kelompok anak usia 15-19 tahun. 

VP Marketing Halodoc Felicia Kawilarang mengatakan, melindungi hak anak, termasuk dalam menjaga kesehatan mental mereka merupakan kunci keberhasilan menciptakan generasi penerus bangsa yang berkualitas. Berupaya untuk selalu menjadi #TemanHidupSehat bagi masyarakat Indonesia.

"Halodoc ingin mengajak lebih banyak orang tua untuk semakin memahami pentingnya menjaga kesehatan mental pada anak sebagaimana mereka menjaga kesehatan fisik buah hati," kata dia dalam keterangan tertulisnya, Kamis (24/7).

Di kesempatan yang sama, Psikolog Anak, Annelia Sari Sani, yang juga merangkap sebagai Ketua Satgas Penanganan Covid-19 IPK Indonesia, mengungkapkan peranan kesehatan mental pada anak untuk menunjang kehidupan mereka saat dewasa.

"Gangguan mental pada usia anak hingga remaja dapat memengaruhi berbagai aspek kehidupan mereka termasuk menyebabkan masalah pada perilaku, gangguan emosional dan sosial, gangguan perkembangan dan belajar, gangguan perilaku makan dan kesehatan, hingga gangguan relasi dengan orang tua," papar Annelia.

Tidak seperti gangguan kesehatan lainnya, tanda-tanda gangguan kesehatan mental, terlebih pada anak, cenderung sulit untuk dilihat. Sehingga, penting bagi orang tua untuk lebih peka terhadap perubahan perilaku anak dan memberikan penanganan sejak dini, guna meminimalisasi risiko jangka panjang saat anak tumbuh dewasa.

Sayangnya, masih banyak stigma negatif yang kerap diterima oleh penderita gangguan mental di Indonesia sebagaimana diungkapkan oleh Asaelia Aleeza selaku Co-founder Ubah Stigma, sebuah komunitas dengan misi meningkatkan kesadaran mengenai kesehatan mental untuk melawan stigma terhadap isu kesehatan mental.

Sponsored

"Saat kami berinteraksi dengan anak muda yang mengalami gangguan mental, stigma yang paling sering ditemui adalah rasa malu dan bingung. Mereka malu mengakui bahwa memiliki gejala-gejala gangguan mental serta tidak memahami solusi alternatif yang mereka miliki," tutur dia.

Sehingga, Asaelia percaya dengan membuka komunikasi dua arah secara lebih intensif dengan orang tua, maka penanganan gangguan kesehatan mental dapat dilakukan sejak dini.

Berita Lainnya
×
tekid