sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Kisah para penyuka sesama di ibu kota

Kelompok LGBT bisa leluasa berkumpul di ruang publik lantaran warga kota sudah menyadari kedudukan, hak, dan kewajibannya.

Robertus Rony Setiawan
Robertus Rony Setiawan Selasa, 29 Jan 2019 22:11 WIB
Kisah para penyuka sesama di ibu kota

Jalin hubungan sesama jenis

Pukul 20.38 WIB, kami memasuki ruang nomor 15 di tempat karaoke di sebuah pusat perbelanjaan di Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan.

It’s a private room?” kata RZ, seorang kawan FZ.

RZ adalah seorang lesbian. Dia baru saja diputus oleh pacarnya. Enam orang dalam ruangan karaoke berukuran sekitar 3 x 3,2 meter terasa rapat baginya.

“Malam ini tema lagunya kemarahan,” kata FZ, disambut sorak kawan-kawannya.

Hey, hey, you, you, I don’t like your girlfriend
No way, no way, I think you need a new one
Hey, hey, you, you, I could be your girlfriend

Mikrofon berada di tangan RZ dan St. Dengan bersemangat, mereka bernyanyi seakan mewakili perasaan kesal, cemburu, dan kecewa mereka atas hubungan-hubungan mereka.

Sama dengan RZ, St pun seorang lesbian. Dia juga aktivis sebuah federasi yang mengadvokasi kaum LGBT. Dia berpacaran dengan Ip.

Sponsored

St punya kisah cinta dengan seorang lelaki, yang baginya tak memuaskan. Mantan kekasihnya itu sudah menikah beberapa tahun lalu. Mantan pacar berikutnya pun belum lama ini bertunangan. Dalam hubungannya dengan dua mantannya itu, St merasa hambar.

“Aku ngerasain hubungan sama laki-laki, ya udah gitu aja. Cuma ketika aku eksplorasi diri, dekat sama perempuan. Oh, (baru tahu) ini yang namanya jatuh cinta. Karena aku enggak pernah ngerasa kayak gini sebelumnya,” ujar St.

Menurut St, dirinya hanya ingin mendapat perlakuan yang spesial dan terbaik. Sewaktu berpacaran dengan laki-laki, St mengaku, dia kerap menjadi sosok yang selalu menerima.

“Aku orangnya suka banget memberi, apalagi kalau sudah sayang banget sama seseorang. Apapun yang bisa kulakukan untuk memudahkan atau menyenangkan dia, setidaknya aku akan lakuin, selama enggak berhalangan sama prioritas hidup aku lainnya, misal kerja atau keluarga,” kata St.

Kerap kali kaum LGBT mengalami diskriminasi dan kekerasan. (Pixabay.com)

Penerimaan

Gambaran FZ dan kawan-kawannya, menyiratkan kehidupan mereka semakin terbuka dan leluasa. Hal ini disambut baik sosiolog dari Universitas Gadjah Mada Derajad S. Widhyharo.

Derajad mengatakan, kelompok LGBT bisa leluasa berkumpul di ruang publik lantaran warga kota sudah menyadari kedudukan, hak, dan kewajibannya. Namun, penerimaan untuk kelompok LGBT itu, menurut Derajad, baru terjadi dalam konteks perkotaan saja.

“Di perkotaan, kelompok LGBT lebih terbuka dan diterima karena pendidikan masyarakat sudah tinggi. Gaya hidup yang individual juga memungkinkan interaksi LGBT makin terbuka,” kata Derajad saat dihubungi, Selasa (29/1).

Oleh karena itu, Derajad mendorong agar desa atau kota yang sedang berkembang, tak lagi memarginalkan warganya. Termasuk kelompok LGBT.

Faktanya, kata dia, ada nilai dan norma sosial yang kerap menghambat pemenuhan hak kelompok-kelompok minoritas.

Sementara itu, Ketua Federasi Arus Pelangi Ryan Korbarri mengatakan, masih banyak sentimen negatif yang dilekatkan publik kepada kaum LGBT. Bahkan, dalam lingkup kecil keluarga, mereka menghadapi banyak risiko penolakan.

“Begitu juga di sekolah dan tempat kerja. Akibatnya, hak-hak LGBT sebagai warga negara belum dapat terpenuhi, seperti bekerja dan memperoleh pendidikan yang layak,” kata Ryan.

Berita Lainnya
×
tekid