sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Mengais nafkah dari kopi keliling

Pedagang kopi keliling biasa menjajakan kopi saset menggunakan sepeda di sekitaran Jakarta Pusat.

Annisa Saumi
Annisa Saumi Kamis, 03 Jan 2019 19:04 WIB
Mengais nafkah dari kopi keliling

Pemulung jadi juragan

Kampung kopi yang letaknya bersebelahan dengan gedung Bank Indonesia Institute, Kwitang, Jakarta Pusat tersebut, terlihat lengang pada siang hari. Gerobak-gerobak penjual makanan terlihat berjejer, saat saya memasuki kampung ini. Para penjual kopi keliling kebanyakan memasok barang dagangannya dari sini.

Hasan, merupakan seorang juragan kopi di sini. Dia mengatakan, sudah merantau ke Jakarta sejak 1985. Saat itu, usia Hasan masih 12 tahun.

“Saya diajak merantau ke Jakarta, awalnya jadi pemulung,” kata pria asal Sampang, Madura itu.

Pria berusia 45 tahun tersebut masih ingat, kala merantau hanya mengeluarkan uang Rp1.500 untuk tiket kereta api dari Surabaya ke Jakarta. Saat itu, dia masih tinggal di Pejambon, Jakarta Pusat.

Setelah bergonta-ganti profesi, akhirnya dia mencoba berjualan keliling pada awal 1990. Mulanya, dia mengadu nasib berjualan teh botol menggunakan gerobak. Beberapa kali dia terjaring razia. Lalu, dia tak lagi menggunakan gerobak, tapi memikul barang dagangannya.

“Dulu jualnya ke Pasar Tanah Abang, ke kantor-kantor. Tapi lama-lama pegal dan capek juga. Bahu jadi sakit,” kata Hasan.

Lantas, bersama seorang temannya, dia memiliki ide berjualan minuman menggunakan sepeda. Dengan mengayuh sepeda, dia bisa menjangkau lebih banyak pelanggan. Seiring waktu, bisnis berjualan minuman keliling menggunakan sepeda ini makin berkembang.

Sponsored

Hasan, juragan kopi di kampung kopi Kwitang, Jakarta Pusat. (Alinea.id/Annisa Saumi).

Hasan kemudian mengajak teman-temannya untuk berjualan keliling juga menggunakan sepeda. Sejak saat itu, dia tak lagi menjadi seorang penjual kopi keliling, tapi juragan yang memasok kebutuhan barang dagangan untuk para penjaja kopi.

Berkat kopi-kopi yang dijajakan dari para penjual bersepeda itu dia bisa menunaikan ibadah haji dan umrah. Di tokonya, dia memiliki hunian empat lantai, yang disewakannya kepada para pedagang kopi keliling.

Hasan mengatakan, dia hanya membantu memfasilitasi orang-orang yang memang ingin bekerja. “Karena peluang kerja bagi kita yang putus sekolah ke Jakarta enggak ada ijazah, ya starling ini,” kata Hasan.

Mayoritas penjual kopi keliling di bawah Hasan, tak punya modal dari kampung halamannya. Mereka hanya modal nekat, membawa badan saja. Hasan kemudian akan memberikan modal orang-orang itu, seperti sepeda, termos, dan barang-barang dagangan senilai Rp3 juta.

“Cara bayarnya (mengembalikan modal) ada dua, yang pertama dicicil atau bayar di belakang. Nanti kalau sudah lunas, sepedanya bisa jadi milik mereka,” ujar Hasan.

Saat ini, Hasan mengatakan, dirinya membawahi sekitar 370-an pedagang kopi keliling. “Tadinya sekitar 700, cuma mecah-mecah (pindah juragan), akhirnya sisa 300-an pedagang,” ujarnya.

Hasan memperoleh barang-barang dagangannya langsung dari distributor. Maka, dia bisa menjual barang-barang tersebut dengan harga lebih murah ke pedagang kopi keliling, daripada ketika dia mengambil dari agen.

Penjual kopi keliling di bawah Hasan banyak yang berjualan di daerah Jakarta Selatan. Sebab, banyak kantor dan proyek pembangunan jalan yang dikerjakan di Jakarta Selatan. Sementara itu, Maret dan Oktober akan menjadi bulan terlaris, karena sedikitnya hari libur kerja.

“Kalau sepi itu paling tanggal merah, karena kantor libur. Bulan puasa juga begitu, satu bulan saya akan tutup, pedagang juga pada mudik ke kampung,” kata Hasan.

Berita Lainnya
×
tekid