sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Menggambar dapat mengatasi kecemasan

Menggambar merupakan salah satu jenis terapi seni. Ia bermula pada 1942 oleh seniman Inggris, Adrian Hill.

Silvia Ng
Silvia Ng Minggu, 08 Agst 2021 15:52 WIB
Menggambar dapat mengatasi kecemasan

Menjadi hal wajar jika mengalami kecemasan di tengah pandemi Covid-19, yang semuanya serba tidak pasti. Namun, terdapat berbagai langkah yang dapat diambil untuk mengatasinya, salah satunya dengan menggambar.

Menggambar merupakan salah satu jenis terapi seni (art therapy). Terapi seni bermula pada 1942 oleh seniman Inggris, Adrian Hill, yang saat itu sakit tuberkolusis.

Ketika sembuh, Hill menemukan manfaat menggambar dan melukis sebagai upaya pemulihan diri dari sakitnya.

Manfaat ini dirasakan ketika pikiran dan jari-jari tangan menikmati proses menggambar dan proses melepaskan emosi negatif yang muncul akibat kecemasan. Jadi, dirinya mengubah fokus pada menggambar daripada sakitnya.

Sebagai terapi kecemasan, menggambar dilihat sebagai proses sehingga tidak ada hasil gambar buruk atau bagus. Setiap hasil menggambar adalah kisah tersendiri.

Psikolog klinis, Patricia Meta Puspitasari, mengatakan, seseorang seringkali mengalami kesulitan menyampaikan atau berbicara saat mengalami kecemasan. Biasanya pun berujung muncul emosi negatif.

Sayangnya, budaya di Indonesia membuat emosi negatif lebih baik disembunyikan, padahal, perlu dilepaskan. Kecemasan dan semua gejala yang timbul juga mesti diredakan.

“Karena kalau tidak, akan lari ke fisik-fisik kita. Nah, kadang-kadang kecemasan itu tidak bisa disampaikan, tetapi badan kita memberikan sinyal-sinyal, mulai susah tidur, sering deg-degan sendiri, lemas, dan lain sebagainya," katanya dalam webinar, Minggu (8/8).

Sponsored

Untuk itu, Meta menerangkan, apabila emosi negatif dapat dikomunikasikan dengan cara yang berbeda, diharapkan gejala-gejala fisik dapat mereda, mengontrol lebih baik, dan lebih fokus. Seseorang terkadang hanya butuh "ventilasi emosi" bukan solusi.

Berbagai literasi membuktikan, menggambar dapat mengalihkan konsentrasi kita, dari yang awalnya bercabang menjadi fokus pada apa yang kita buat, yang kita warnai, dan yang kita goreskan.

“Jadi yang tadi pikirannya ke pasar, ke kantor, pengin jalan-jalan ke mal, pengin hangout ke mana, pengin bikin apa sama teman, pengin reunian, pengin ketemu orang tua yang jauh, pengin pulang kampung itu bisa kita kembalikan ke saat ini. Oya, saya lagi membentuk suatu gambar, saya lagi mewarnai, saya ingin memilih warna apa, ya? Nah, itu fokusnya kita kembalikan,” tuturnya.

Lantas, bagaimana bisa muncul rasa senang atau tenang dari yang awalnya pikirannya bercabang-cabang, gelisah, ataupun khawatir? Ketika melihat sebuah pemandangan yang indah, pancaindra akan berfungsi secara optimal dan tanpa disadari seseorang tersebut bakal tersenyum ketika melihatnya.

Sama halnya dengan melihat sebuah karya yang diyakini indah, pancaindra akan meneruskan informasi tersebut kepada bagian otak yang merupakan pusat kesenangan sehingga keluar hormon kebahagiaan, yang dikenal dengan dopamin.

Jika tidak menyukai gambar, terapi seni lainnya dapat menjadi opsi. Bermain musik, bernyanyi, membuat jurnal, ataupun menciptakan lagu, misalnya.

Meta menjelaskan, semua pilihan terapi itu sama-sama bakal menghasilkan kesenangan sehingga menjadi lebih fokus.

“Ketika pikiran kita fokus di sini, maka kita akan bisa melihat solusi apa sih yang bisa dapat kita lakukan di situasi di rumah saja seperti ini," tutupnya.

Caleg Pilihan
Berita Lainnya
×
tekid