sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Menimbang pembatasan waktu siar 17 lagu berbahasa Inggris

KPID Jawa Barat mengeluarkan surat edaran, yang berisi imbauan pembatasan waktu menyiarkan 17 lagu berbahasa Inggris

Robertus Rony Setiawan
Robertus Rony Setiawan Senin, 04 Mar 2019 21:38 WIB
Menimbang pembatasan waktu siar 17 lagu berbahasa Inggris

Penyanyi asal Amerika Serikat Peter Gene Hernandez, atau populer dengan nama Bruno Mars, protes. Pada 27 Februari 2019, di akun Twitter pribadinya, ia menggugat aturan pembatasan jam tayang lagunya, yang dikeluarkan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Jawa Barat (KPID Jabar).

“Saya populer di Indonesia. Lalu, datanglah @edsheeran dengan liriknya yang sakit dan menyimpang, membuat kita semua terjepit! Terima kasih, Ed. Terima kasih banyak,” tulis Bruno.

Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Provinsi Jawa Barat (KPID Jabar), pada 18 Februari 2019 mengeluarkan surat edaran bernomor 480/215/IS/KPID-JABAR/II/2019, yang berisi imbauan pembatasan waktu menyiarkan 17 lagu berbahasa Inggris, dalam bentuk lagu maupun video klip di seluruh wilayah Jawa Barat.

Lagu-lagu itu, menurut imbauan, bermuatan cabul, sehingga bisa berdampak buruk pada anak-anak yang mendengarkannya. Tujuh belas lagu itu, antara lain “Dusk Till Dawn” (Zayn Malik), “Sangria Wine” (Camila Cabello ft Pharrell W), “Mr Brightside” (The Killers), “Let Me” (Zayn Malik), “Love Me Harder” (Ariana Grande), “Plot Twist” (Marc E Bassy), “Shape of You” (Ed Sheeran).

Kemudian ada “Overdose” (Chris Brown ft Agnez Mo), “Makes Me Wonder” (Maroon 5), “That’s What I Like” (Bruno Mars), Fuck it I Don’t Want You Back” (Eamon), “Bad Things” (Camila Cabello ft Machine), “Versace on the Floor” (Bruno Mars), “Midsummer Madness” (88rising), “Wild Thoughts” (DJ Khaled ft Rihanna), “Till it Hurts” (Yellow Claw), dan “Your Song” (Rita Ora).

Di dalam situs Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) disebutkan, dasar pembatasan waktu menyiarkan beberapa lagu barat itu adalah Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. Lalu, Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) KPI Tahun 2012.

Surat edaran tersebut menentukan waktu siaran khusus dengan klasifikasi dewasa. Waktu siaran itu mulai pukul 22.00 WIB hingga 03.00 WIB. Aturan itu bertujuan memberi perlindungan untuk anak dan remaja.

Tak relevan

Massa dari jaringan lintas komunitas serta masyarakat umum yang tergabung dalam Suara Merdeka bernyanyi dan memainkan alat musik saat berunjuk rasa di Surabaya, Jawa Timur, Senin (18/2). (Antara Foto).

Bukan kali pertama KPID Jabar mengeluarkan aturan serupa. Pada 2016, lembaga penyiaran ini juga melakukan pembatasan terhadap belasan lagu dangdut. Stasiun radio yang melanggar akan dikenai sanksi, seperti teguran, sanksi administrasi, atau pemindahan jam tayang siaran.

Menanggapi hal ini, Direktur Musik Radio Rase FM Bandung, Anggie Gerhana mengatakan, aturan pembatasan tersebut akan mengurangi jumlah pendengar radio. Sebab, katanya, aturan itu membuat pendengar radio kesulitan mengusulkan lagu yang hendak diputar. Padahal, usulan lagu itu merupakan ciri khas kontak antara stasiun radio dengan pendengarnya.

“Takutnya nanti pendengar yang sudah me-request lagu, jadi kecewa karena lagu yang diminta tidak bisa diputar. Mereka bisa-bisa berpaling dari radio,” kata Anggie ketika dihubungi reporter Alinea.id, Senin (4/3).

Anggie menuturkan, dampak aturan tersebut makin menghantam industri radio yang sudah tergerus karena digitalisasi karya musik.

Sementara itu, pengamat dan penulis musik Idhar Resmadi menyangsikan urgensi dari aturan yang dikeluarkan KPID Jabar itu. Menurut Idhar, pilihan untuk membatasi penyiaran 17 lagu berbahasa Inggris tersebut perlu dipertanyakan landasan faktual dan studi empirisnya.

Ia membandingkannya dengan dampak negatif program gulat di salah satu stasiun televisi terhadap anak-anak, dan memandang aturan jam siar lagu berkategori dewasa tersebut sangat lemah dan subjektif.

“Sampai sekarang belum ada temuan satu kasus pelecehan anak karena pengaruh lagu-lagu barat seperti itu,” tutur Idhar saat dihubungi, Senin (4/3).

Selain itu, kata Idhar, setiap lirik lagu bisa saja bermakna multiinterpretatif. “Kalimat dalam lirik, seperti I will kiss you and hug you itu bisa saja bermaksud mengasihi, menyayangi, bukan pelecehan seksual,” kata penulis buku Jurnalisme Musik dan Selingkar Wilayahnya (2019) itu.

Idhar mengatakan, dengan tersedianya beragam medium pemutar musik daring, membuat aturan KPID Jabar tak relevan. Masyarakat bisa dengan mudah mengakses lagu melalui aplikasi Joox, Spotify, Deezer, maupun situs video Youtube.

Di sisi lain, Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Bidang Pendidikan Retno Listyarti pun kurang sependapat dengan kebijakan KPI Jabar. Sebab, menurut dia, selera musik setiap orang, termasuk anak-anak dan remaja tak sama.

Dalam pengamatannya, pelajar SMA atau SMK kebanyakan mendengarkan musik menjelang tidur malam, sekitar pukul 22.00 WIB.

“Anak seusia SMP dan SMA umumnya juga sudah bisa menilai baik dan buruk untuk dirinya, walaupun perlu pendampingan orang dewasa di rumah,” ujar Retno saat dihubungi, Senin (4/3).

Mendukung, tapi…

Meski mengatakan aturan tersebut membuat industri radio terpengaruh, Anggie Gerhana tetap menyambut baik. Menurutnya, aturan tersebut merupakan upaya menyaring dan mencegah program siaran radio agar tidak berdampak buruk bagi anak-anak.

Tak hanya itu, menurut Anggie, aturan tersebut memberikan manfaat sebagai pengawasan untuk menyiarkan konten-konten acara yang berkualitas.

Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Seto Mulyadi pun mendukung penuh aturan pembatasan isi program siaran yang bertentangan dengan perlindungan anak. Kepedulian KPID Jabar sebagai lembaga pengawas penyiaran, kata dia, harus diapresiasi.

“KPI perlu menjaga kualitas program acara, baik itu di radio maupun televisi, bagi pendengar anak-anak. Kadang-kadang kita lupa, sesuatu dari Barat itu bagus. Padahal bila ada yang mengandung pornografi, tentu tidak selayaknya didengarkan anak-anak,” tutur Seto saat dihubungi, Senin (4/3).

Selain Seto, psikolog Kasandra Putranto juga memandang positif aturan pembatasan lagu-lagu berbahasa Inggris tersebut. Selama ini, kata dia, media massa termasuk karya musik, bisa membawa pengaruh negatif.

Namun, menurut dia, lagu-lagu pop Indonesia sendiri tak sedikit yang perlu dikritik. Sebab, memuat lirik yang kurang pantas didengarkan anak-anak.

“Kalau perlu, kita ganti liriknya,” kata Kasandra ketika dihubungi, Senin (4/3).

Perlu pembelajaran

Kasandra Putranto menyarankan agar pembatasan itu tak dikenakan pada semua lagu barat. “Membatasi boleh, tetapi tidak perlu juga membabi buta. Saya pikir anak-anak perlu belajar berbahasa Inggris (lewat lagu),” ujar Kassandra.

Sementara itu, dosen Prodi Desain Komunikasi Visual Universitas Matana, Yuka Dian Narendra memberikan masukan pada peningkatan literasi bagi anak-anak dan generasi muda. Terutama dalam mengonsumsi musik secara kritis.

Ia menuturkan, alih-alih membatasi waktu siar, lagu-lagu Indonesia maupun Barat perlu diperdengarkan sebagai pilihan bagi publik pendengar.

17 lagu berbahasa Inggris dibatasi waktu siarnya, hanya pukul 22.00-03.00.

“Kalau ingin anak-anak terhindar dari dampak buruk lagu-lagu, maka harus dengan pendidikan literasi. Bila anak-anak punya literasi baik, maka mereka bisa memilih mendengarkan lagu yang berkualitas,” ujar Yuka saat dihubungi, Senin (4/3).

Ia pun menyarankan agar KPID Jabar bisa mengembangkan kebijakan yang disesuaikan dengan kebutuhan pendidikan bagi masyarakat.

“Misal, harus ada usulan-usulan untuk membuat konten acara di radio atau televisi yang lebih mendidik. Dengan begitu, dapat mengimbangi acara-acara yang berdampak negatif,” ucap penulis buku Heavy Metal Parents: Identitas Kultural Metalhead Indonesia 1980-an (2018) tersebut.

Berita Lainnya
×
tekid