sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Pentingkah imbauan membereskan makanan sendiri di restoran?

Tak sedikit pula warganet yang merespons dengan nada negatif, menolak imbauan #BudayaBeberes KFC Indonesia.

Robertus Rony Setiawan
Robertus Rony Setiawan Selasa, 22 Jan 2019 18:27 WIB
Pentingkah imbauan membereskan makanan sendiri di restoran?

Pada 13 Januari 2019, laman media sosial Facebook restoran cepat saji Kentucky Fried Chicken (KFC) Indonesia mengunggah foto dan imbauan, agar pelanggannya membereskan sisa makanan sendiri.

“Sejak kecil, kita udah diajarin sebenernya untuk selalu beberes setelah makan. Tapi seiring dengan berjalannya waktu, budaya ini sudah mulai jarang. Kita lestarikan lagi budaya beberes, yuk! Dari sekarang, kita mulai budaya beberes setelah makan!” tulis keterangan gambar unggahan itu.

Akun Instagram KFC Indonesia pun mengunggah foto dan imbauan beres-beres makanan sendiri.

“Kebiasaan yang baik itu harus dimulai dari yang paling kecil. Kita mulai sekarang, kita mulai dari diri sendiri! Seperti yang kalian ketahui, kalo kebersihan itu sebagian dari iman. Ayo, mulai bersihkan nampan makanmu sehabis makan! Kalo enggak sekarang, kapan lagi?” tulis keterangan dalam foto akun Instagram KFC Indonesia.

Pelanggan abai

Jamak memang di restoran-restoran cepat saji, pelanggan meninggalkan begitu saja sisa makanan mereka di atas meja. Tak sedikit pula warganet yang merespons dengan nada negatif, menolak imbauan #BudayaBeberes itu.

Sejumlah warganet menggerutu. Mereka menghubungkan antara harga makanan dan pajak yang mahal, dengan imbauan agar mereka juga beres-beres makanan sendiri. Beberapa warganet menulis di akun media sosial mereka, membereskan makanan pelanggan adalah tugas karyawan restoran yang bersangkutan.

Media sosial KFC Indonesia mengeluarkan imbauan beres-beres setelah makan pada 13 Januari 2019. (Alinea.id/Robertus Rony Setiawan.

Menurut salah seorang pelanggan restoran cepat saji Indra, imbauan beres-beres usai makan kurang mengena baginya. Dia menilai, anjuran itu tak berpengaruh besar bagi sikap konsumen. Meski begitu, Indra mengatakan, anjuran tersebut bisa mencegah kondisi berantakan di atas meja, terutama bila alur jumlah pengunjung cukup ramai.

“Misalnya di KFC yang ramai, seperti di dekat pasar, atau pusat perbelanjaan. Maka, anjuran itu lebih pas diterapkan. Karena di sana bisa banyak orang datang dan makan,” kata Indra, ditemui di restoran KFC Kemang, Jakarta Selatan, Selasa (22/1).

Indra juga tak terlalu peduli dengan anjuran itu. Menurutnya, perilaku beres-beres makanan berpulang lagi ke kesadaran dan kebiasaan masing-masing orang.

Sedangkan pelanggan lainnya restoran cepat saji asal Amerika Serikat itu, Agung berpendapat, tanggung jawab membereskan perlengkapan makanan merupakan tugas dari karyawan restoran tersebut. Agung mengatakan, imbauan itu tak tepat ditujukan untuk pelanggan.

"Di KFC ini kan pasti ada strukturnya. Ada cleaning service, pelayan, atau yang lain. Semestinya (beres-beres) itu tugas dari (karyawan) KFC, bukan kita pelanggan," kata Agung, Selasa (22/1).

Sementara itu, rekan sekantor Agung, Jack, mengatakan bahwa pilihan kata dalam imbauan di media sosial tersebut kurang tersampaikan dengan baik kepada publik. Dia kemudian membandingkan imbauan serupa yang diberlakukan restoran cepat saji lainnya, yang menyarankan pelanggan menumpuk makanannya di tengah.

Menurut dia, cara menumpuk sisa makanan di tengah, lebih mudah dilakukan pelanggan. “Malah ada yang tumpukan wadah makanannya dibikin-bikin (dikreasi), terus pada selfie (foto) di depan tumpukan sisa makanan,” ujar Jack, Selasa (22/1).

Edukasi bagi publik

Pihak Fast Food Indonesia Tbk—pemegang hak waralaba tunggal KFC Indonesia—menuturkan, imbauan restoran cepat saji tersebut adalah beberapa tahapan pelayanan yang akan dilakukan pengelola gerai makanan berlogo orang tua tersenyum tersebut.

Hal itu disampaikan Direktur Fast Food Indonesia Tbk., Justinus Dalimin Juwono. Menurutnya, imbauan membereskan makanan secara mandiri merupakan tahap pertama yang mengedukasi pelanggan untuk menjaga kebersihan di restoran.

“Ini sebagai edukasi masyarakat melakukan hal yang positif, agar nantinya konsumen melakukan sendiri untuk membuang sisa makanannya di tempat yang sediakan,” kata Justinus ketika dihubungi, Selasa (22/1).

Lebih lanjut, menurut Justinus, pihaknya tengah mempersiapkan tempat pembuangan bekas makanan yang bagus, bersih, dan gampang dijangkau. Program ini, dalam jangka panjang, akan dilengkapi dengan menyediakan tempat pembuangan sisa makanan.

“Tempat pembuangan itu akan disediakan di tempat yang strategis,” ujarnya.

Dia juga tak memungkiri jika ada sebagian masyarakat yang masih abai terhadap imbauan tersebut. “Masih saja ada customer yang masa bodo, meninggalkan sisa makan di meja,” katanya.

Pesan positif

Imbauan itu, dari sudut pandang pelayanan bagi konsumen, menurut Wakil Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Sudaryatmo mengandung pesan positif. Dia menuturkan, anjuran itu sejalan dengan advokasi yang selama ini dilakukan YLKI terhadap pengelola restoran, hotel, dan tempat penginapan.

“Konteksnya, anjuran itu dapat mengurangi limbah sisa makanan. Itu bagian dari kebijakan restoran agar tidak ada makanan bersisa,” ujar Sudaryatmo, ketika dihubungi, Selasa (22/1).

Sudaryatmo mengatakan, konsumen sebenarnya juga harus dipastikan untuk menghabiskan makanan yang sudah dibayar. “Karena ada sebagian masyarakat lain yang belum dapat makan,” ujarnya.

Sudaryatmo melanjutkan, berkaca dari peraturan yang berlaku di luar negeri, seperti Jerman, Jepang, dan Thailand, konsumen sepatutnya wajib menghabiskan makanan yang dipesan.

“Kalau di negara luar, seperti Jerman, bila makanan bersisa, konsumen akan didenda,” kata dia.

Lebih lanjut, Sudaryatmo menyarankan agar setiap restoran dan tempat penginapan tidak membuang makanan berlebih. Lantas, perlu diatur mekanisme pengelolaan. Misalnya, menyalurkan makanan bersisa yang masih layak kepada panti asuhan atau yatim piatu.

Berita Lainnya
×
tekid