sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Perjalanan panggung Slamet Rahardjo

Di usianya yang menginjak kepala 7, Slamet Rahardjo tentu saja sudah kenyang dengan asam garam dunia hiburan tanah air.

Robertus Rony Setiawan
Robertus Rony Setiawan Senin, 28 Jan 2019 16:55 WIB
Perjalanan panggung Slamet Rahardjo

Memimpin Teater Populer

Teguh Karya membentuk Teater Populer pada 14 Oktober 1968. Awalnya, kelompok teater ini berjumlah 12 orang, berasal dan mahasiswa ATNI dan pemain teater independen. Termasuk Slamet. Selain itu, nama-nama anggota perdana Teater Populer, yakni Norbertus Riantiarno, Hengky Solaiman, Boyke Roring, dan Sylvia Nainggolan.

Ketika awal berdiri, mereka rutin mentas di Bali Room Hotel Indonesia, memainkan naskah-naskah adaptasi, seperti Kammerherre Alving karya Henrik Ibsen, Antara Dua Perempuan karya Alice Erya Gerstenberg, dan Jangan Kirimi Aku Bunga karya Norman Barasch.

Menurut N Riantiarno dalam buku Teguh Karya dan Teater Populer 1968-1993, Teguh Karya membangun rumah sebagai sanggar Teater Populer di Jalan Kebon Pala I, Tanah Abang, Jakarta Pusat, pada 1982.

Aktor senior Henky Solaiman, kolega Slamet Rahardjo. /Alinea.id/Robertus Rony Setiawan.

Sebelumnya, para anggota Teater Populer membuat tempat latihan dari bedeng-bedeng di dekat Hotel Indonesia. Kemudian, sanggar dibangun berupa rumah kecil seluas 180 meter persegi di Jalan Kebon Kacang IX/61, Jakarta Pusat.

Di sini, mereka menghasilkan aneka pementasan, seperti Perhiasan Gelas (1973), Perempuan Pilihan Dewa (1976), dan Dag Dig Dug (1978). Terakhir, mereka menempati rumah di Jalan Kebon Pala I, Tanah Abang, Jakarta Pusat sebagai sanggar, hingga kini.

Sanggar ini menjadi lokasi syuting film-film besutan Teguh Karya, seperti Di Balik Kelambu (1982) dan Ibunda (1986)—termasuk sinetron pertama Teguh, Pulang (1987).

Sponsored

Pada 11 Desember 2001, Teguh Karya berpulang. Kepemimpinan Teater Populer lantas berada di pundak Slamet.

Aktor Henky Solaiman mengatakan, Teguh mempercayakan denyut Teater Populer kepada Slamet, karena kapabilitas Slamet sekalu aktor yang kuat.

Slamet Rahardjo sudah lebih dari 40 tahun berkarya di panggung teater dan film. /Alinea.id/Robertus Rony Setiawan.

“Slamet yang paling kuat dan idealis di antara kami yang lain. Sementara Nano (Riantiarno) saat itu sudah mulai berinisiatif membentuk kelompok Teater Koma bersama Ratna (istrinya),” kata Henky, saat dijumpai di rumahnya di Kedoya Selatan, Jakarta Barat, Jumat (25/1).

Meski begitu, dalam sudut pandang Henky Solaiman, idealisme Slamet yang kuat menjadikan dia terkesan angkuh. Karya film yang dibesut Slamet, menurut Henky, adalah film-film bercerita yang serius.

Slamet Rahardjo merayakan ulang tahunnya yang ke-70.

Film pertama Slamet, Rembulan dan Matahari (1979) misalnya, dia sebut sangat berat untuk dinikmati, karena unsur teaternya yang pekat. Baru kemudian di film kelima, Langitku Rumahku (1990), kata Henky, Slamet mau berkompromi dengan kemasan film yang populer dan menghibur.

Akhirnya, di perayaan ulang tahunnya tersebut, Slamet Rahardjo menuturkan, kehidupan hingga usia 70 tahun merupakan sebuah pemberian yang melengkapi hidupnya.

“Tujuh puluh tahun itu bagi saya hanyalah aksesori. Saya sampai dalam keadaan sehat sekarang ini karena kehadiran dan perhatian saudara-saudara dan teman-teman,” katanya, disambut tepuk tangan dan sorak tamu undangan.

Berita Lainnya
×
tekid