sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

"Cannery Row": Bagaimana Steinbeck mengisahkan kaum marginal

"Cannery Row" bukanlah utopia, tetapi, sebuah optimisme menghadapi kehidupan yang terkadang kacau tak masuk akal.

Annisa Saumi
Annisa Saumi Senin, 20 Agst 2018 17:41 WIB

Cannery Row adalah sebuah tempat pengalengan sarden di wilayah Monterey, California, yang dideskripsikan penulisnya John Steinbeck, sebagai “sebuah puisi, kebusukan, kebisingan yang menjengkelkan, cahaya, nada, kebiasaan, nostalgia, dan mimpi.”

Dalam esainya pada 1953, Steinbeck menulis novel ini “untuk sekelompok tentara yang berkata padaku: tulislah sesuatu yang lucu, yang bukan tentang perang. Tulislah sesuatu untuk kami baca, kami muak dengan perang.”

Cannery Row adalah cerita yang berusaha menangkap suasana dan momen dari penduduk Monterey, California. Novel ini tak memiliki cerita yang koheren dari awal hingga akhir, atau bisa dikatakan tidak memiliki plot. Steinbeck mengisi novelnya dengan karakter yang beragam dan banyak dari mereka tidak begitu berpengaruh pada plot utama, tetapi, dari karakter-karakter tersebut Steinbeck menggambarkan Cannery Row dan penduduknya.

Novel ini memiliki kisah yang menyenangkan tentang para gelandangan, pelacur, germo, tukang judi, anak-anak haram jadah yang tinggal di Monterey. Berlatar saat masa-masa The Great Depression dan menceritakan kehidupan gelandangan, Steinbeck tidak menulis novelnya dengan melankolis.

Kisah dari "Cannery Row" mengikuti cerita Mack dan gengnya, sekelompok pengangguran yang hidup bersama di sebuah gudang. Ide dari Cannery Row sendiri sederhana, sekelompok pengangguran memutuskan untuk mengadakan pesta bagi Doc, ahli kelautan penyendiri yang disukai oleh semua orang di Cannery Row. Walaupun niat mereka baik, usaha mereka tidak berjalan seperti yang mereka rencanakan.

Pesta yang digagas Mack akhirnya membuat semua orang di sekitar Cannery Row ikut terlibat. Sayangnya, pesta tersebut menjadi tak terkontrol dan menghancurkan laboratorium sekaligus rumah Doc. Mood Doc juga ikut hancur melihat kekacauan tersebut.

Walaupun mood hancur, Doc tak lantas mengamuk ke geng gelandangan Mack. Steinbeck membuat Doc bersifat begitu stoik dan bijaksana di tengah kegilaan dan kekacauan Monterey. Steinbeck menulis, tokoh Doc akan mendengar segala omong kosongmu dan akan mengubahnya untukmu menjadi sebuah nasihat bijaksana.

Sementara Mack dan gengnya, walaupun mereka miskin, tak memiliki pemasukan, Mack dan kawan-kawan digambarkan sangat menikmati kehidupan mereka, sama dengan kawanan Danny di novelnya yang lain, "Tortilla Flat". Kedua novel Steinbeck tersebut memang saling berkelindan. Mereka sama-sama membahas masa Great Depression dan mengangkat kisah para gelandangan, yang sama-sama berbahagia dengan keadaan mereka.

Sponsored

Dengan "Cannery Row", Steinbeck seperti berangkat dari realisme menuju idealisme. Steinbeck seolah-olah mengidealkan dan meromantisir kehidupan para protagonisnya. Kemiskinan mereka menjadi sesuatu yang membuat iri pembacanya. Apalagi mereka sangat menikmati eksistensi mereka sebagai gelandangan.

Walaupun Steinbeck menulis "Cannery Row" sebagai kisah yang menyenangkan, sama seperti "Tortilla Flat", beberapa tragedi muncul di Cannery Row. Tragedi tersebut bisa dibaca sebagai usaha Steinbeck menghadirkan kehidupan nyata, bukan sebatas utopia dari kehidupan komunal menyenangkan para gelandangannya.

"Cannery Row" buatan Steinbeck, diekranisasi dalam ujud film tahun 1982./ IMDB

Kaum petani dan kelompok marginal seperti gelandangan akan selalu menjadi subjek yang dikuliti Steinbeck dalam karya-karyanya. Steinbeck konsisten mengangkat cerita dari kaum-kaum tersebut dalam karya-karyanya mulai dari "Of Mice and Men" hingga "East of Eden".

Kelompok gelandangan seperti Mack tidak memiliki tempat untuk pulang dan tidak ada seseorang pun yang peduli dengan mereka. Hanya dengan berkumpul bersama dan membentuk sebuah kelompok, Mack dan kawan-kawannya bisa saling tolong-menolong dan berbagi mimpi. Steinbeck memberikan suara bagi mereka yang termarginalkan di masyarakat.

Novel ini mengizinkan kita mengimpikan sebuah fantasi dalam kehidupan nyata. Pada akhirnya, "Cannery Row" bukanlah utopia, tetapi, sebuah optimisme menghadapi kehidupan yang terkadang kacau tak masuk akal.

Berita Lainnya
×
tekid