sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Swing Kids: Usaha mendobrak sekat ideologi

Mungkinkah perang terhindarkan dalam sejarah peradaban, andai manusia bisa hidup tanpa ideologi?

Purnama Ayu Rizky
Purnama Ayu Rizky Sabtu, 26 Jan 2019 18:01 WIB
Swing Kids: Usaha mendobrak sekat ideologi

Tap dance anti-isme

Dari sinilah adegan demi adegan absurd bergulir. Pasca-audisi yang kacau balau, Jackson berhasil menggaet empat orang penari di kamp tersebut. Mereka berlima berasal dari negara berbeda, bahasa beragam, motivasi berbeda, tapi disatukan lewat tap dance.

Buat Jackson, tap dance adalah pengingat tetap pada rumah dan harapan. Suatu hari dia bisa pulang dan menikahi kekasihnya di Okinawa, Jepang.

Bagi Xiao Fang (Kim Min-Ho), seorang tentara China berbadan tambun, tap dance adalah terapi agar penyakit angina yang mengancam jantungnya bisa sembuh. Lain dengan Kang Byung-sam (Oh Jung-se), yang berharap tap dance bisa membuatnya terkenal, dan bertemu lagi dengan istrinya yang hilang.

Yang Pan-rae (Park Hye-su), perempuan muda dan cerdas yang kehilangan orang tuanya akibat perang, rela melakukan apa saja demi uang dan bertahan hidup. Sementara, Ro Ki-soo (Do Kyung-soo) dari EXO, patriot Korut yang mulanya anti-Amerika, menemukan kebahagiaan lain di tap dance, selain sekadar jadi martir perang ideologi.

Satu jam pertama, film akan mengecoh penonton sebagai sebuah sajian penuh banyolan dengan tarian dan musik acak dari The Beatles, David Bowie, dan Jung Su-ra. Mirip seperti saat kita menyaksikan drama La La Land atau Step Up, dengan gerakan kamera yang sangat lincah, seolah kameramennya turut menari bersama dengan para pemain.

Film ini menampilkan tap dance yang apik. (Imdb.com)

Gambar warna-warni yang disajikan Kang, membuat kita barangkali percaya, ternyata ada sisi humanis dari Perang Korea. Minimal berharap, tarian sebagaimana formula film drama musikal yang sudah-sudah, mampu melunakkan hati para patriot perang yang haus darah.

Sponsored

Sebuah sajian tap dance nyaris sempurna ditampilkan di malam Natal. Lima sahabat ini kompak menari, diiringi musik yang tak kalah ceria.

Fuck Ideology dipilih sebagai tajuk penampilan mereka malam itu. Mestinya manusia tak perlu saling membunuh hanya karena beda ideologi, yang satu kiri sisanya kanan. Kebahagiaan dan harapan jauh lebih penting ketimbang baku tembak dan membuat keluarga jadi koyak akibat perang.

Apakah pesan dari pertunjukan itu tersampaikan dengan baik? Apakah para militer yang bertugas, jadi lembut hatinya karena menyaksikan tap dance?

Sayang sekali, semua harapan itu sepenuhnya meleset. Sebab, Swing Kids sebetulnya hanya berpura-pura menjadi remeh untuk menyampaikan pesan penting. Perang tetaplah menjadi arena berdarah.

Perang tak sesederhana menyusun kebahagiaan baru lewat menggerakkan kaki dengan lincah dengan sepatu khas tap di atas lantai kayu. Ini juga tak memberi ruang untuk bermimpi keliling dunia atau pentas di gelanggang Carniege, New York, yang perlahan menyusup di kepala lima orang ini.

Perang adalah perang, tak menjanjikan apa-apa. Tempat di mana saling membunuh, beda ideologi menjadi hal paling niscaya di sana.

Warna-warni dan manisnya persahabatan aneh dari kelima orang ini, segera raib, berganti dengan amis darah. Sutradara Kang sukses memberi elemen kejut menjelang film berakhir, dengan pertunjukan air mata.

Susah untuk tak menangis di akhir film, dan mengutuk habis-habisan perang ini.

Berita Lainnya
×
tekid