sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Teknologi dan scamming dan budaya kejahatan lainnya di internet

Masyarakat harus mewaspadai berbagai penipuan atau kejahatan siber seperti phising dan scam.

Immanuel Christian
Immanuel Christian Senin, 15 Agst 2022 20:54 WIB
Teknologi dan scamming dan budaya kejahatan lainnya di internet

Kementerian Komunikasi dan Informatika RI bersama Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) Siberkreasi memandang perkembangan teknologi dan internet yang sangat pesat perlu disikapi dengan bijak agar lebih banyak dampak positif yang dituai, bukannya hal negatif apalagi merugikan. Untuk itu, masyarakat termasuk pelajar jangan hanya jadi pengguna dan penikmat internet tapi juga berkontribusi memunculkan kebajikan, misalnya dengan memproduksi konten-konten positif.

Terkait hal itu, Ketua Aptikom Kaltim dan Dosen Politani Samarinda Eko Junirianto mengatakan, masyarakat harus mewaspadai berbagai penipuan atau kejahatan siber seperti phising dan scam. Contohnya peretasan akun, impersonasi atau peniruan, penjual palsu, lowongan pekerjaan palsu, dan penipuan bermodus percintaan.

“Contohnya pernah kejadian, ada oknum membuat website menyerupai website BCA. Orang yang terkecoh lalu bertransaksi di situ, dia kirim user name, password dan sebagainya, tapi ternyata situsnya palsu. Ini bahaya karena data-datanya bisa digunakan oleh si oknum di website yang sesungguhnya dan tentunya sangat merugikan nasabah,” katanya dalam keterangan, Senin (15/8).

Eko menyebut, bentuk kejahatan lainnya adalah scam, yaitu penipuan melalui telepon, email, aplikasi perpesanan dan sebagainya. Tujuannya, untuk mendapatkan uang dari para korbannya. 

Modus yang kerap dilakukan adalah mengiming-imingi calon korban sebagai pemenang undian berhadiah. Seperti, ketika mendapatkan pesan dapat hadiah padahal kita tidak pernah kirim atau mengikuti undian, supaya tidak diberi respons.

“Jangan senang dulu nanti terjerat, itu yang ditarget. Kita harus menangkalnya dulu dan menanamkan di pikiran bahwa ini bohong, penipuan. Ingat, tidak ada undian berhadiah resmi yang langsung minta transfer,” ujarnya.

Hal lain yang juga perlu diwaspadai adalah maraknya konten negatif di internet. Beberapa jenis konten negatif menurut UU ITE antara lain konten asusila, perjudian, penghinaan atau pencemaran nama baik, pemerasan dan pengancaman, penyebaran berita bohong atau hoaks dan menyesatkan sehingga mengakibatkan kerugian, serta penyebaran kebencian atau permusuhan berdasarkan SARA. 

“Jika menerima atau menjumpai konten negatif, lakukan analisis dan verifikasi. Jika terbukti negatif, tidak perlu menyebarkannya,” jelasnya.

Sponsored

Sejalan, Dosen dan Penyusun Kurikulum Kewirausahaan Wulan Fitriani menyebutkan, kasus yang juga marak terjadi di kalangan remaja adalah perundungan siber atau cyber bullying. Contohnya menyebarkan kebohongan, menggunakan foto yang memalukan seseorang, mengirim pesan menyakitkan berupa ancaman, mengucilkan aktivitas di sebuah grup, menyebarkan kebencian, penguntitan aktivitas seseorang, membuat akun palsu untuk melakukan perundungan.

“Kita harus bijak berinternet supaya menghindarkan bahaya-bahaya di masa depan. Untuk itu, dalam berinteraksi di media sosial pun harus beretika,” katanya.

Sementara itu, Kreator Konten dan Anggota Mafindo Korwil Semarang Basuki Setia Nugroho memberikan contoh dari proses interaksi, partisipasi, dan kolaborasi yang salah di dunia digital atau internet. Interaksi adalah proses komunikasi dua arah antar pengguna terkait mendiskusikan ide, topik dan isu dalam ruang digital. 

“Selanjutnya adalah partisipasi, yaitu proses terlibat aktif dalam berbagi data dan informasi yang bermanfaat bagi diri dan orang lain. Adapun kolaborasi adalah proses kerja sama antar pengguna untuk memecahkan masalah,” katanya.

Menurutnya, ionteraksi yang salah di internet contohnya berkomentar negatif dan ujaran kebencian. Misalnya mengomentari Jeje Citayam Fashion Week dengan komentar negatif. Adapun menyebarkan berita bohong seperti kasus Ratna Sarumpaet adalah contoh dari partisipasi yang salah atau negatif.

Sebagai informasi, perkembangan teknologi yang begitu pesat di Indonesia juga disertai dengan masifnya penggunaan internet yang saat ini telah mencapai 210 juta pengguna atau lebih dari 77% penduduk. Untuk itu diperlukan peningkatan kecakapan bermedia digital dan berinternet agar masyarakat lebih banyak menuai manfaat positif ketimbang aspek negatifnya, apalagi sampai dirugikan.

Dengan hadirnya program Gerakan Nasional Literasi Digital oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika RI diharapkan dapat mendorong masyarakat menggunakan internet secara cerdas, positif, kreatif, dan produktif. Kegiatan ini khususnya ditujukan bagi para komunitas di wilayah Kalimantan dan sekitarnya yang tidak hanya bertujuan untuk menciptakan Komunitas Cerdas, tetapi juga membantu mempersiapkan sumber daya manusia yang lebih unggul dalam memanfaatkan internet secara positif, kritis, dan kreatif di era industri 4.0.

Kementerian Komunikasi dan Informatika RI bersama GNLD Siberkreasi juga terus menjalankan program Indonesia Makin Cakap Digital melalui kegiatan-kegiatan literasi digital yang disesuaikan pada kebutuhan masyarakat. Untuk mengikuti kegiatan yang ada, masyarakat dapat mengakses info.literasidigital.id atau media sosial @Kemenkominfo dan @Siberkreasi.

Berita Lainnya
×
tekid