sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id
Didin Nasirudin

Pembantaian Atlanta: Menguak tabir kekerasan rasial selama ratusan tahun

Didin Nasirudin Selasa, 23 Mar 2021 16:19 WIB

Donald Trump, bapak kekerasan rasial AS modern

Di era politik AS modern, spirit antikelompok minoritas termasuk Asia di AS tidak terlalu kentara. Hal ini karena Partai Republik yang konstituen, utamanya kelompok White Evangelical mengemas sikap antipati tersebut dalam bentuk kebijakan-kebijakan yang membatasi hak politik dan pemberian bantuan pemerintah seperti asuransi kesehatan bersubsidi Obamacare dan food stamps yang mayoritas penerimanya adalah kelompok-kelompok nonkulit putih --yang rata-rata konstituen Partai Demokrat. 

Donald Trump bisa dikatakan menjadi Presiden Partai Republik AS pertama yang menghidupkan kembali gerakan antiimigran dan anti-Asia yang vulgar seperti yang terjadi di masa lalu. Ketika mengumumkan maju menjadi capres Partai Republik pada Juni 2015, Trump menyebut imigran dari China, Vietnam dan India sebagai ‘pencuri’ lapangan kerja warga AS di negeri mereka sendiri. Padahal sebelumnya banyak perusahaan AS yang merelokasi pabrik-pabrik mereka ke Asia.

Retorika antiimigran dan antiChina yang disalurkan melalui platform media sosial Trump terutama Twitter dan diamplifikasi melalui platform sosmed para pendukungnya serta media massa konservatif seperti Fox News, menciptakan efek bola salju.

Time melaporkan bahwa hasil poling Rasmussen-perusahaan survei pro-Partai Republik-pada Agustus 2015 menunjukkan, 51% responden percaya bahwa kaum imigran yang masuk secara ilegal telah mencuri pekerjaan-pekerjaan yang seharusnya diisi oleh warga AS.

Trump dan para pendukungnya juga secara terang-terangan memfokuskan kampanye mereka kapada kaum kulit putih, dan pada saat yang sama kerap mengeluarkan retorika bernuansa rasis yang ditujukan kepada kaum Hispanic asal meksiko, kulit hitam dan Asia.

Meski dianggap tabu oleh capres-cepres Partai Republik sebelumnya, retorika antikaum minoritas cukup mengena, karena pemilih kulit putih di AS pada 2016 masih sangat besar, yakni mencapai 69% menurut Pew Research Center. Di sejumlah swing states penting seperti Iowa, Wisconsin, Michigan, Pennsylvania, dan Ohio, pemilih kulit putih lebih tinggi lagi, yakni mencapai 75% hingga 90%!

Scare tactics termasuk menakut-nakuti warga AS bahwa imigran Asia mencuri lapangan kerja mereka, dan teknologi serta aplikasi China menjadi alat mata-mata pemerintah China yang digaungkan Trump dan Partai Republik sukses. Banyak konstituen Partai Republik yang sudah lama golput muncul dan mencoblos di TPS pada Pilpres 2016 dan 2020.

Sponsored

Tidak mengherankan jika Trump bisa menang tipis dalam perolehan suara elektoral (electoral votes) di Pilpres 2016 (306 vs 232), padahal hampir semua poling menunjukkan Hillary Clinton diprediksi akan menang. 

Juga di Pilpres 2020, Trump hanya kalah tipis dalam perolehan suara elektoral oleh Joe Biden (232 vs 306), padahal sebagian pesar poling memprediksi Biden akan menang telak, dengan perolehan suara elektoral di atas Obama di Pilpres 2008 (365 vs 173). 

Berita Lainnya
×
tekid