sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id
Aris Syuhada

Pilkada dan reinventing government

Aris Syuhada Kamis, 03 Des 2020 10:34 WIB

Pendekatan dynamic government

Neo dan Chen (2007) menegaskan, dynamic govermance (pemerintahan yang dinamis) merupakan konsep politik pemerintahan yang menekankan pada bekerjanya berbagai kebijakan, institusi, dan stuktur yang telah disusun, agar bisa beradaaptasi dengan ketidakpastian organisasi (pemerintahan). Dengan demikian, diperlukan perubahan dan pembenahan. Dalam organisasi yang bersifat dinamis, diperlukan individu-individu bermutu dan sanggup melihat dan menangkap aneka peluang perubahan. Hal ini bukan saja memerlukan penemuan, tapi juga inovasi-inovasi dan kecakapan mengeksekusi berbagai solusi secara tepat dan cepat.

Dalam melakukan perubahan, tentu mesti didukung personialia organisasi yang cakap (terutama dalam dimensi kepemimpinan), berintegritas, dan kelompok ini mestilah-pula-bukan orang sembarangan. Dalam hal ini, pemerintahan yang dinamis pun berorientasi mengubah haluan organisasi yang statis jadi organisasi dinamis yang cepat tanggap dalam mengagregasi, manakala melihat kebuntuan kebijakan yang sukar ditanggani maupun diselesaikan. 

Pemberdayaan masyarakat

Memberdayakan masyarakat bermakna meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat sekarang, yang berada dalam kondisi tak mampu melepaskan diri dari belenggu kemiskinan dan keterbelakangan. Pemberdayaan masyarakat adalah upaya atau proses menumbuhkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan masyarakat dalam mengenali dan meningkatkan kesejahteraan mereka sendiri. Tentu bukan urusan pribadi (private) belaka, melainkan hal ini pun urusan publik alias wajib menjadi agenda pemerintah daerah.

Dalam mengurangi angka kemiskinan, seharusnya pemerintah mendorong, menciptakan, dan mengimplementasikan kebijakan publik (public policy) yang memihak kepentingan masyarakat. Dalam momentum Pilkada sekarang, tentu saja program pemulihan ekonomi (economic recovery) harus menjadi fokus utama. Sebab, wabah Covid-19 terbukti melemahkan sektor perekonomian masyarakat.

Maksudnya, kontestasi dan pemenang pilkada serentak sekarang harus memikirkan dan menempuh siasat menyetabilkan perekonomian daerah. Dalam hal ini, sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) harus diprioritaskan. Sebab, sektor ini urat nadi perekonomian nasional dan daerah. Selain itu, dalam rangka menguatkan ketahanan pangan masyarakat, tentu program padat karya dan bantuan-bantuan sosial, mendesak digulirkan. Biayanya dari APBN/APBD.

Memberantas korupsi

Sponsored

Sebagaimana dikemukakan sebelumnya, korupsi menjadi masalah penting di negeri ini. Sebab, tingkat korupsinya bukan hanya sudah sangat mengkhatirkan, tetapi juga terbukti sangat berdampak buruk terhadap kehidupan masyarakat. jika harus dirinci, praktik korupsi sudah menghancurkan sistem perekonomian, sistem demokrasi, sistem politik, sistem hukum, bahkan sistem pemerintahan. Oleh sebab itu, bukan kejahatan biasa, melainkan faktanya, korupsi adalah dan harus disikapi sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary crame).

Korupsi jelas harus diberantas. Caranya dua: pencegahan dan penindakan. Jika pencegahan dapat dilakukan melalui kampanye, sosialiasi, dan pendidikan, maka penindakan-sebagai pilihan dan langkah terakhir-melibatkan proses hukum. Di satu sisi, banyaknya Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengindikasikan lemahnya proses pengawasan dalam memberantas korupsi. Di sisi lain, hal itu juga penting, karena bagian dari upaya memberantas korupsi juga.

Seraya menjauhkan diri dari sikap ahistoris, maka penting dimengerti bahwa pemberantasan korupsi adalah salah satu agenda dan tuntutan Reformasi. Karena kini masih berada dalam orde reformasi, maka mengimplementasikan pemberantasan korupsi, tanggung jawab sejarah bangsa ini.

Sayangnya, alih-alih linier dengan agenda pemberantasan korupsi, guliran otda justru ditengarai memindahkan korupsi dari tingkat pemerintahan pusat ke tingkat pemerintahan daerah. Hal ini ironis, sebab alih-alih berdampak demokrasi ekonomi, otda malah berefek samping korupsi masif di daerah. Pertanyaannya kemudian, ada apa dengan praktik otda?

Kalau harus menoleh lagi pada segi teoritiknya, maka-sesungguhnya-ada dua tujuan dari digulirkannya kebijakan desentralisasi (otda). Kesatu, tujuan politik. Menurut tujuan politiknya, otda memosisikan pemerintah daerah sebagai medium pendidikan politik masyarakat di tingkat lokal (daerah). Secara nasional, tujuannya mempercepat terwujudnya civil society (masyarakat yang berkeadaban). Kedua, tujuan administrasi. Menurut tujuan administrasi, otda memosisikan pemerintah daerah sebagai unit pemerintahan di tingkat lokal yang berfungsi menyediakan pelayanan yang lebih efektif dan efisien kepada masyarakat.

Otda ditujukan supaya daerah daerah dapat mengelola segala sumber daya yang dimilikinya secara mandiri bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD), keuangan, Sumber Daya Alam (SDA), dan berbagai sumber daya lainnya. Dengan demikian, daerah menjadi lebih sejahtera. Namun, faktanya, di era desentralisasi ini, korupsi malah semakin menjadi-jadi. Buktinya, banyak kepala daerah dan anggota DPRD yang diciduk KPK. Padahal, bukan untuk melanggengkan korupsi, namun mereka ditugaskan untuk menyejahterakan publik. Wabilkhusus anggota DPRD, dalam dan dengan otda, mereka diamanahi tanggung jawab menjadi mitra strategis bagi masyarakat dalam mengawal dan memperjuangkan aspirasi masyarakat tersebut.

Oleh karena itu, bukan mengandalkan lembaga berwenang seperti KPK saja. Melainkan, adalah mendesak bagi masyarakat untuk menggelorakan gerakan memberantas korupsi di daerah. Selain mendorong pembentukan pemerintahan yang bersih, gerakan masyarakat pun bentuk partisipasi publik dalam mengontrol langsung penyelenggaraan pemerintahan. Sebab, dalam masyarakat demokratis, partisipasi publik dibuka lebar dan sebaiknya diartikulasikan dengan sebaik-baiknya, yaitu dengan menempuh berbagai usaha, agar tercipta pemerintahan yang bersih. Jika menoleh doktrin agama, maka bukan hanya mewujudkan kebahagiaan di dunia, tapi ikhtiar tersebut juga bernilai ibadah dan akan berakibat kebahagiaan bagi yang mengusahakannya, kelak, di akhirat.

Reinventing government
Komitmen otda ialah pada adanya pengawasan atau check and balances dalam mengevaluasi kebijakan dari pemerintah daerah. Sebagai lembaga otoritatif yang menampung dan menerima pengaduan masyarakat, maka agregasi terhadap aspirasi masyarakat yang dilakukan DPRD bersifat botton up (dari bawah ke atas). Dalam segi hukum, pelaksanan otda diperkuat Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 yang lalu disempurnakan menjadi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014.

Secara sederhana, pengawasan bermakna proses pengukuran kinerja dan pengambilan tindakan untuk menjamin agar hasil (output dan outcome) sesuai dengan keinginan dan menjamin segala sesuatunya sesuai rencana (on the right track). Dengan demikian, dalam hal ini, pentingnya penyelenggaran otda adalah perihal hukum fungsi pengawasan (controlling).

Demi menjamin terselenggaranya pemerintahan daerah yang efektif, efisien, transparan, dan akuntabel, maka pintu gerbangnya yatitu Pilkada, harus dipastikan menomorsatukan customer (masyarakat). Artinya, sejak dalam pilkada, suara rakyat harus sungguh-sungguh didengarkan dan dijadikan prioritas utama. Sebagai tindak lanjut atas hal itu, dalam pemerintahan yang terbentuk kelak, maka suara rakyat penting didengarkan dan dijadikan prioritas utama dalam tiap proses perumusan dan implementasi kebijakan pembangunan.

Pemerintah daerah  yang terbentuk harus berorientasi kinerja dan fokus meraih kepuasan publik. Jadi, pemerintahan ini harus sigap dalam merespon aneka dinamika tuntutan dan aspirasi masyarakat. Dalam konteks ini, perubahan birokrasi publik yang diperkenalkan para teoritisi adalah pendekatan New Public Management (NPM). NPM merupakan paradigma baru dalam mentranformasikan gagasan birokrasi yang kaku dalam admisitrasi publik, menjadi birokrasi yang fleksibel, berorientasi pada pasar (pengguna) dalam bentuk manajemen publik.

Bila ditarik benang merahnya, maka NPM ini menghendaki terwujudnya birokrasi publik yang memenuhi kriteria good governance (pemerintahan yang baik), enterpreuner governance (pemerintahan kewirausahaan), memicu lahirnya kompetisi, akuntabilitas, responsif terhadap perubahan, transparan, dan berpegang teguh kepada peraturan hukum yang bertujuan mewujudkan good governance dan enterpreuner governance itu sendiri (Huges, 1994; Ferlie, et.al., 1996; Osborne & Gaebler, 1992). Dalam konteks ini, itulah yang dimaksud reinventing government yang mentransformasikan semangat wirausaha ke dalam sektor publik.

Berita Lainnya
×
tekid