sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id
Dedi Kurnia Syah P

Pilkada era next normal

Dedi Kurnia Syah P Rabu, 22 Jul 2020 10:07 WIB

The next normal

Sejak Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019, KPU mendapat sorotan sangat tajam, terutama terkait platform hitungan teknologi informasi Situng, yang bahkan hingga hari ini tidak memiliki kesimpulan.

Membaca kondisi itu, sebenarnya mudah menerka jika KPU memang tidak memiliki kapasitas beradaptasi dengan teknologi informasi. Itulah sebabnya, begitu menghadapai pandemi, KPU dengan mudah berdalih untuk menunda tahapan-tahapan pilkada karena tidak memiliki cara alternative dalam bekerja.

Kini, pemerintah membuka wacana memasuki era baru, para elit menyebut dengan the new normal. Istilah ini terdengar asing, selain baru bagi implementasi kehidupan sosial, juga karena konsep the new normal belum memiliki pedoman yang jelas dan sistematis, baik dalam tataran sosiostruktural maupun infrastruktural.

Sosiostruktural merujuk pada kesiapan individu menjalani kehidupan dengan protokol baru, pengurangan interaksi tatap muka, mandiri, dan tidak terikat pada hal-hal fisik lainnya, dan itu untuk semua katifitas. Sementara infrastruktural berkaitan dengan ketersediaan fasilitas yang memungkinkan individu-individu hidup dalam jejaring sosial. Sebut saja ketersediaan teknologi informasi yang menjadi salah satu penopangnya.

Semestinya, yang diwacanakan pemerintah adalah the next normal, yaitu kehidupan manusia yang beralih dari era masyarakat konvensional menuju masyarakat informasi (information society), dalam publikasi McKinsey (2020) the next normal merupakan tahapan kondisi dunia yang sudah dimulai sejak 1990an, sejalan dengan pemikiran Manuel Castells (1991) dalam tulisannya berjudul The Rise of Network Society, manusia masa depan adalah mereka yang ramah teknologi.

Dengan asumsi itu, adaptasi the next normal bukanlah baru hari ini ketika berhadapan dengan Covid-19, melainkan telah lama deprogram untuk menghadapi dunia yang serba cepat tanpa batas interaksional. Demikian halnya KPU hari ini, semestinya mereka sudah maemasuki dunia Castells, dunia yang tidak memerlukan tatap muka, kalaupun tatap muka diperlukan, itu hanya akan ada dalam tradisi-tradisi sosial, bukan dalam pelaksanaan pilkada.

Sementara ini, karena insfrastruktur teknologi KPU yang belum memungkinkan adanya pilkada berbasis teknologi informasi. Maka cukup dengan mematuhi protokol kesehatan yang direkomendasikan, tanpa ada kerumunan, tanpa ada kampanye terbuka. Dengan demikian, pilkada tetap berjalan, dan warga negara mendapat haknya.

Sponsored
Berita Lainnya
×
tekid