sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Geliat pers dalam permainan demokrasi di era reformasi

Menurut Septiawan, sistem click bait dan traffick yang didorong Google dan perusahaan raksasa lainnya tidak bisa dinafikkan,

Arpan Rachman
Arpan Rachman Kamis, 13 Jan 2022 15:25 WIB
Geliat pers dalam permainan demokrasi di era reformasi

Terkungkung lebih dari 50 tahun sejak kemerdekaan bangsa ini, pers Indonesia akhirnya menghirup kebebasan. Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie melalui Sekretaris Negara Muladi mengesahkan Undang-undang Pers di Jakarta pada 23 September 1999.

Tiga asas pers menurut UU nomor 40 tahun 1999 itu mencakup pers nasional berkewajiban memberitakan peristiwa dan opini dengan menghormati norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak bersalah. Pers wajib melayani hak jawab. Pers juga wajib melayani hak tolak.

Beranjak dari sejarah keterkungkungannya dan asas pegangan pers nasional, Alinea.id menghubungi pengamat media, Septiawan Santana Kurnia, melalui wawancara virtual, Jumat (7/1/2022). 

Septiawan menulis buku Jurnalisme sastra (2002), Jurnalisme Investigasi (2003), Jurnalisme Kontemporer (2005), Menulis Feature (2005), Menulis Ilmiah: Metode Penelitian Kualitatif (2007), dan Menulis Itu Ibarat Ngomong (2007) serta menjadi pengajar jurnalistik sekaligus Dekan Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Islam Bandung.

Dunia jurnalistik Indonesia setelah era kebebasan pers selama 21 tahun dipandang Septiawan banyak berkembang dan dari sisi kebebasan jelas berubah.

"Terus kemandirian lembaga pers atau penerbitan atau penyiaran, sebut saja kelembagaan pers, juga meningkat. Ditinjau dari sisi indeks kebebasan pers juga, yang saya lihat beberapa tahun terakhir ini, cukup bagus. Peningkatannya ada. Tapi tantangan-tantangan lain juga ada," katanya.

Ditambah tantangan seperti soal kapitalisasi media, yang akhirnya melebar kepada sektor ekonomi-politik. Jadi masuk ke era kekuasaan, para pemilik media bermain di dalam ranah politis. Itu, menurut dia, wajar-wajar saja sebenarnya karena realitasnya memang seperti itu di mana-mana.

"Tinggal persoalannya adalah udara demokrasi kita yang dimainkan harus dengan baik. Artinya kekuatan-kekuatan pemilik modal yang bermain dengan kekuasaan bisa ditahan. Artinya apa? Banyak lembaga negara lainnya yang juga aktif dan bergerak. Tantangan-tantangan itu antara lain," katanya.

Sponsored

Juga ketika masuk ke digitalisasi, lalu ke wilayah berubahnya platform media atau bisnis pers, yang tidak lagi bermain pada bentuk cetak dan siaran televisi. Sekarang wilayah digital merupakan open space (ruang terbuka). Itu juga memberi tantangan-tantangan tersendiri bagi masyarakat pers di Indonesia.      

Ditekankannya bahwa kemajuan Indonesia dalam era digital, dengan menyinggung disrupsi, dari sisi adaptasi media sangat canggih. Sangat sophisticated, bahkan memiliki tingkat adaptasi yang tinggi.

"Kita lihat sekarang media online menjadi sebuah lahan yang seksi, bahkan merupakan ladang-ladang bisnis, mulai mengincar raupan-raupan bisnis yang selama ini dipegang oleh mainstream. Saya belum tahu banyak. Tapi ketika mengikuti diskusi yang dilakukan oleh Agus Sudibyo, walaupun mungkin orangnya begitu-begitu juga, tapi saya melihat ada pemain-pemain baru yang tingkatnya menengah-bawah namun mulai bermunculan. Yang nanti ke depan mungkin bisa menjadi raksasa juga," tanggapnya.

Menurut Septiawan, sistem click bait dan traffick yang didorong Google dan perusahaan raksasa lainnya tidak bisa dinafikkan, tetap saja jadi peran penting juga. "Artinya dari sisi kepemilikan yang ada masih melanjutkan para pemilik modal yang lama. Tapi pada sisi lain juga menumbuhkan pebisnis-pebisnis kecil online yang baru. Wartawan-wartawan yang mulai membuat media online dan sebagainya," sambungnya.

Bagaimana dari sisi adaptasi? Septiawan menilai media beradaptasi dengan baik. "Tingkat adaptasi di kita 'kan (fleksibel)? Kita termasuk masyarakat hoaks yang cukup keren juga di dunia. Antara kebohongan dengan kebenaran sudah bercampur, yang memang di mana-mana juga bergerak sama. Jadi kalau dari sisi adaptasi, dari sisi keteknologian, bahkan dari sisi bisnis, termasuk sudah tinggi tingkat adaptasinya menurut saya," pungkasnya.  

Berita Lainnya
×
tekid