sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

AJI: Pemberitaan tak sepaham narasi pemerintah jadi sasaran penyerangan

Hal ini jelas mencederai kemerdekaan pers dan bertentangan dengan amanat Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.

Manda Firmansyah
Manda Firmansyah Kamis, 28 Mei 2020 12:22 WIB
AJI: Pemberitaan tak sepaham narasi pemerintah jadi sasaran penyerangan

Pemberitaan yang tidak sepaham dengan narasi pemerintah berpotensi menjadi sasaran penyerangan. Misalnya, kasus intimidasi, doxing, teror, bahkan ancaman pembunuhan terhadap jurnalis Detik.com setelah menulis berita Presiden Joko Widodo akan membuka mal di Bekasi, Selasa (26/5).

“Hal ini jelas mencederai kemerdekaan pers dan bertentangan dengan amanat Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers. Pasal 4 ayat 1-3 menjelaskan, salah satu peranan pers adalah melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum. Yang menghambat atau menghalangi maupun penyensoran dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama dua tahun atau denda paling banyak Rp500 juta,” ujar Ketua AJI Jakarta Asnil Bambani dalam keterangan tertulis, Kamis (28/5).

Mulanya, jurnalis Detik.com memberitakan rencana Jokowi akan membuka mal di Bekasi di tengah pandemi Covid-19, berdasarkan pernyataan Kasubbag Publikasi Eksternal Humas Setda Kota Bekasi.

Namun, pernyataan Kasubbag diluruskan Kabag Humas Pemkot Bekasi dengan menyebut Jokowi hanya meninjau sarana publik di Kota Bekasi dalam rangka persiapan new normal setelah PSBB. Klarifikasi itu pun telah dipublikasi Detik.com dalam bentuk artikel.

Asnil mengatakan, kekerasan terhadap jurnalis berawal dari menyebarkan nama penulis ke Facebook hingga Youtube.

“Salah satu akun yang menyebarkan adalah Salman Faris. Dia mengunggah beberapa screenshot jejak digital penulis untuk mencari-cari kesalahannya, meskipun isinya tak terkait berita yang dipersoalkan. Selain itu, situs Seword juga melakukan hal serupa dan menyebarkan opini yang menyerang penulis dan media,” ucapnya.

Cara ini dikenal sebagai doxing atau upaya mencari dan menyebarluaskan informasi pribadi seseorang di jagat dunia maya untuk tujuan mempersekusi secara daring. Doxing disebut merupakan salah satu ancaman dalam kebebasan pers.

Asnil mengungkapkan, jurnalis Detik.com tersebut juga mengalami intimidasi lantaran diserbu pengemudi ojol yang membawa makanan pesanan. Kenyataannya, jurnalis tersebut tak memesan makanan lewat aplikasi. Bahkan, diduga menerima ancaman pembunuhan dari orang tak dikenal melalui pesan WhatsApp.

Sponsored

Kasus kekerasan dalam bentuk doxing terhadap jurnalis bukan baru kali ini terjadi di Jakarta. Sebelumnya ada empat kasus jurnalis yang mengalami doxing terkait pemberitaan.

Tiga kasus doxing terjadi pada tahun 2018. Pertama, jurnalis Detik.com didoxing karena berita tentang pernyataan juru bicara Persaudaraan Alumni 212 Novel Bamukmin dan saat meliput peristiwa yang disebut ‘Aksi Bela Tauhid’. Kedua, jurnalis Kumparan.com dipersekusi karena tidak menyematkan kata 'habib' di depan nama Rizieq Shihab dalam beritanya. Ketiga, doxing terhadap jurnalis CNNIndonesia.com terkait berita berjudul ‘Amien: Tuhan Malu Tak Kabulkan Doa Ganti Presiden Jutaan Umat’.

Di September 2019, jurnalis Aljazeera Febriana Firdaus didoxing dan diteror karena pemberitaan terkait kerusuhan di Papua. Sayangnya, belum ada satu pun kasus yang diusut tuntas oleh aparat penegak hukum hingga para pelakunya diadili sesuai aturan yang berlaku. Padahal, dalam menjalankan tugasnya jurnalis memperoleh perlindungan hukum sebagaimana diatur dalam UU Pers. 

Berita Lainnya
×
tekid