sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Perkara pencatutan foto tanpa izin dan minimnya edukasi pekerja media

Redaksi Tribunnews diduga melanggar Undang-Undang Hak Cipta dan Peraturan Dewan Pers karena mencatut lima karya foto Jefri Tarigan.

Robertus Rony Setiawan
Robertus Rony Setiawan Selasa, 15 Okt 2019 16:57 WIB
Perkara pencatutan foto tanpa izin dan minimnya edukasi pekerja media

Redaksi Tribunnews.com digugat atas kasus dugaan pencatutan foto tanpa izin karya fotografer lepas Jefri Tarigan. Kasus ini memasuki persidangan gugatan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Sejak ditangani Pengadilan Niaga di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, April 2019, kasus ini mendudukkan fotografer lepas Jefri Tarigan selaku pihak Penggugat, sedangkan Tribunnews.com atau PT Tribun Digital Online sebagai pihak Tergugat.

Jefri sebagai Penggugat mendalilkan bahwa tindakan yang dilakukan Tergugat, diduga melanggar Pasal 9 ayat 3 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta yang berbunyi: “Setiap orang yang tanpa izin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta dilarang melakukan Penggandaan dan/atau Penggunaan Secara Komersial Ciptaan.”

Selain itu, Tergugat diduga melanggar Peraturan Dewan Pers Nomor 1/Peraturan-DP/III/2012 tentang Pedoman Pemberitaan Media Siber khususnya pada poin 7 yang menyatakan, “Media Siber wajib menghormati hak cipta sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.”

Gugatan menyangkut kerugian secara materi akibat Tribunnews tak meminta izin pemuatan. Gugatan nominal materi ini meliputi materi yang bisa dinilai dengan angka, seperti anggaran produksi foto atau peliputan dan keuntungan dari iklan yang diperoleh media daring Tribunnews.

Ketika dihubungi Senin (14/10), Jefri mengungkapkan, kasus ini semestinya tak akan sampai ke ranah hukum andai saja institusi Tribunnews.com menyampaikan permintaan maaf secara resmi kepadanya atas pencantuman karya fotonya tanpa izin dalam artikel berita di Tribunnews.com.

Kasus bermula saat 2016 silam. Saat itu, Tribunnews.com memuat karya Jefri, foto Arya Permana, remaja asal Karawang, Jawa Barat, yang menderita obesitas. Jefri menceritakan, dia pertama kali mengajukan keberatan kepada redaksi Tribunnews.com pada 2018 didampingi LBH Pers. Langkah ini ditempuhnya setelah pada 2016, tak lama setelah pemuatan foto tersebut, surat yang dilayangkannya ke redaksi Tribunnews tidak mendapat tanggapan.

“Karena tak ada tanggapan, saya hubungi LBH Pers. Lalu LBH Pers menyampaikan surat ke Tribunnews pertengahan 2018,” kata dia.

Setelah itu, Jefri, LBH Pers, dan pihak Tribunnews melakukan dua kali pertemuan membahas pemakaian foto karya Jefri dalam berita daring di Tribunnews.com.

“Secara pribadi, redakturnya sudah minta maaf kepada saya, tetapi secara instansi (belum), akan dihubungi kembali,” tutur Jefri.

Sebagaimana kesepakatan tersebut, selanjutnya pihak Jefri Tarigan mengirimkan surat dan berkas berisi sejumlah indikator pelanggaran yang dilakukan Tribunnews. Jefri menyebut ketentuan indikator pelanggaran itu berdasarkan ketentuan menurut Dewan Pers, yang lalu disampaikan kepada pihak Tribunnews.

Bagi Jefri, foto-foto karyanya yang dimuat di Tribunnews sangat banyak, sehingga dia terdorong untuk melakukan gugatan demi membuat efek jera.

“Ada sepuluhan foto. Lebih dari dua foto, ini kelewatan. Saya bukan gila hormat, tetapi karena sangat banyak (yang dimuat tanpa izin), semestinya ada itikad baik,” katanya.

Selain foto Arya, ada empat materi foto karya Jefri lainnya yang digugat. Foto ini meliputi potret Tyo, seorang difabel yang lahir tanpa kaki dan tangan di Tasikmalaya, Jawa Barat; perempuan “manusia kayu” di Jawa Tengah; pria yang hidup bersama buaya di rumahnya di Jawa Barat dan Jawa Tengah; serta gadis 24 tahun pengidap sindrom Turner di Nanggroe Aceh Darussalam sehingga bermuka seperti bayi, berbeda jauh dari kondisi perempuan normal seumurannya.

Jefri mengungkapkan, kelima materi foto itu bahkan masih tercantum dalam artikel-artikel berita selanjutnya di Tribunnews.com saat dia memasukan berkas gugatan ke pengadilan. Hal ini membuatnya semakin yakin untuk mengadukan ke jalur hukum.

“Kebetulan apa yang saya kerjakan ada dampak positifnya. Lewat karya foto, saya membangun saluran bantuan orang lain kepada objek foto saya,” ucapnya.

Dari kasus Arya saja, dia mencontohkan, mendorong percepatan penanganan kesehatan oleh rumah sakit Omni International setempat.

“Ketika yang saya beritakan itu viral, objek (Arya dan lain-lain) akan dapat banyak bantuan. Sebagai ucapan terima kasih, dia mendapatkan bantuan. Contohnya Arya, yang membawa Arya ke rumah sakit ya saya. Waktu itu menjadi perhatian publik,” kata dia.

Gugatan dinilai tak tepat

Sementara itu, Deni Syahrial Simorangkir, kuasa hukum Tribunnews.com menyebut ada error in persona atau kesalahan pada Jefri selaku Penggugat.

Dia menjelaskan, redaksi Tribunnews mengambil foto dari artikel berita yang telah diunggah lebih dulu di situs berita Dailymail.co.uk, media daring di Inggris. Dalam berita yang diunggah pada Dailymail.co.uk pada 29 Juni 2016 itu, terpampang beberapa potret Arya Permana di rumahnya. Dalam berita yang berjudul “The world's fattest boy who weighs 192 kilos at the age of 10 - and his parents are putting him on a crash diet because he's so overweight they can't find clothes to fit him” itu, mencantumkan credit Caters News Agency di keterangan foto atau caption.

“Tidak ada tercantum inisial Jefta Images (inisial Jefri Tarigan) atau nama Jefri Tarigan,” ucap Deni, dihubungi Senin (14/10).

Atas dasar itulah, Deni menilai Tribunnews tidak bisa dipandang melanggar hak cipta. Sebaliknya, dia berdalih, Tribunnews telah mencuplik materi foto secara benar dengan bersumber dari media atau kantor berita lain.

“Kesalahan ada di Penggugat (Jefri Tarigan), seharusnya kalau mau menggugat, bukan menggugat kita, tetapi menggugat Dailymail,” ucap Deni.

Selain itu, Tribunnews dalam beritanya juga mencantumkan sumber foto dari Daily Mail.

"Karena kami mengambil foto dari media asing, maka Jefri tidak tepat menggugat ke Tribunnews,” kata Deni.

Deni menganggap, pihak Jefri Tarigan tak tepat karena hanya melayangkan gugatan kepada PT Tribun Digital Online sebagai badan hukum dari situs www.Tribunnews.com. Deni menguraikan, ada sekitar 20 pemberitaan daring yang dimuat oleh jaringan berita Tribun grup yang digugat oleh Jefri.

Selain dimuat di Tribunnews.com, berita itu juga dipublikasikan di jaringan Tribun online di beberapa daerah, seperti Tribun Pekanbaru dan Tribun Jogja. Padahal, kata dia, masing-masing Tribun daerah memiliki badan hukum sendiri, bukan PT Tribun Digital Online.

“Seolah-olah dia katakan PT Tribun Digital Online bertanggung jawab terhadap semua berita di Tribun online itu. Kami tak sependapat. PT Tribun Digital Online hanya mengelola satu situs. Dari sekitar 20 pemberitaan yang digugat, hanya menyangkut satu pemberitaan, yaitu tentang Arya Permana saja,” kata Deni.

Dani Permana, Redaktur Foto Tribunnews.com, ketika ditanyai atas kasus ini memilih melimpahkan penanganan kasus kepada kuasa hukum mereka.

FX Ismanto, Redaktur Foto Tribunnews.com lainnya mengatakan, hak cipta karya fotografer dari luar redaksi harus dihormati. Menurut dia, suatu redaksi tidak perlu menghalalkan segala cara agar tak kecolongan atau ketinggalan memberitakan suatu isu dibandingkan media lain.  Ujung-ujungnya, malah mengesampingkan etika pencantuman sumber materi berita.

Ismanto yang juga mengenal Jefri sebagai sesama fotografer agak menyayangkan masalah ini masuk ke ranah hukum. Menurut dia, pembicaraan secara kekeluargaan dapat menjadi solusi termudah.

“Saya kira kalau kita kenal dengan fotografernya bisa kita pertemukan, diajak rembukan,” kata Ismanto, Redaktur Foto Tribunnews.com sejak 2012, dihubungi Senin (14/10).

Edukasi etika pekerja media minim

Ilustrasi: Pixabay

Menurut Firman Imaduddin, peneliti di lembaga pengawas media Remotivi, kasus dugaan pencatutan foto tanpa izin penciptanya yang dilakukan Tribunnews menjadi cermin lemahnya edukasi pekerja media. Firman menegaskan, pola kerja media daring yang dituntut serba cepat berpeluang besar mengabaikan hal-hal etis.

“Karena sering terburu-buru dikejar waktu. Dalam Tribunnews, mereka juga sangat mendewakan klik, sehingga tidak ramah dengan etika hak cipta,” ucap Firman dihubungi Selasa (15/10).

Dia menyebut kasus Tribunnews ini bukanlah masalah baru. Firman menekankan, sudah sepantasnya Jefri Tarigan menuntut credit atas hak cipta karya fotonya.

Secara etis, kata dia, semestinya redaksi Tribunnews segera menanggapi dengan bijak dan cepat persoalan atau aduan yang diterima dari pihak luar redaksi. Dalam kasus ini, tidak adanya permintaan maaf secara institusi kepada Jefri jelas merupakan pelanggaran etika.

“Tentu saja, Tribunnews salah karena tidak melakukan permintaan maaf. Ke depan, semestinya pekerja media diberikan pemahaman lebih jelas soal kode etik,” kata dia.

Kuasa Hukum dari Lembaga Bantuan Hukum Pers Gading Yonggar Ditya mengatakan, seharusnya Tribunnews.com meminta izin terlebih dahulu sebagai bentuk penghormatan atas karya cipta seseorang.

“Harus ada izin penggunaan dan disertai kompensasi. Seandainya dari pihak tergugat (Tribunnews) izin terlebih dahulu, tidak perlu sampai ada pengajuan gugatan ke Pengadilan Niaga,” kata Gading.

Pewarta foto senior Ardiles Rante menilai yang dilakukan Tribunnews tidak etis, baik secara bisnis maupun etika kerja jurnalisme. Pasalnya, fotografer perlu merogoh kocek untuk modal sebelum berangkat liputan. Seorang fotografer membutuhkan anggaran tak sedikit untuk kebutuhan riset objek yang akan difoto, komunikasi, transportasi, akomodasi, dan kebutuhan peliputan lain.

Ardiles mengecam tindakan Tribunnews yang memuat foto tanpa membayar sepeser pun, baik kepada agen foto Kantor Berita Barcroft maupun Jefri.

"Jefri menjaga eksklusivitas untuk mendapatkan royalti atas liputan dan karya foto yang dia buat. Sekarang saya tanya Tribunnews, apa modal dia untuk bisa pakai foto itu? Mereka hanya ambil,” kata Ardiles.

Ardiles juga pernah mengalami hal serupa dengan pemuatan karya fotonya tentang Paus Lamalera yang dimuat tanpa izin oleh Tribunnews.com dan National Geographic Indonesia.

Tribunnews punya sejarah memuat karya foto tanpa izin. Bedanya waktu itu National Geographic Indonesia menyampaikan permintaan maaf tertulis, Tribunnews hanya secara lisan,” kata Ardiles dihubungi Senin (14/10).

Gugatan Jefri ke pengadilan, menurut Ardiles, menjadi puncak kasus serupa yang dialami oleh pewarta foto lepas. Sayangnya, insan media di Indonesia gagap menyikapi hal ini, terutama dipengaruhi pola kerja industri media digital yang dituntut cepat. Kasus pencatutan foto Jefri dinilai menjadi pembelajaran serius bagi pekerja industri pemberitaan.

“Di zaman sekarang every minutes is deadline, sehingga kerap tidak memerhatikan etika media dan bisnis sekalipun. Padahal sebuah foto itu membawa credit dan byline (hak cipta) seseorang,” kata dia.

Ketua Pewarta Foto Indonesia (PFI) Jakarta Grandyos Zafna optimistis Jefri Tarigan bisa memenangkan kasus gugatan perdata dugaan penggunaan foto tanpa izin dengan Tribunnews.com.

Majelis Hakim Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dijadwalkan mengeluarkan putusan atas gugatan tersebut pada Kamis mendatang, 17 Oktober 2019.

“Dampak putusan ini akan sangat besar. Secara psikologis, para pewarta maupun orang yang berkecimpung di dunia fotografi berani menggugat hingga ke pengadilan ketika karyanya diambil orang,” kata Grandy.

Caleg Pilihan
Berita Lainnya
×
tekid