sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Tujuh kunci utama komunikasi domestik China sejak krisis COVID-19

Bagaimana komunikasi domestik China menghadapi krisis COVID-19?

Arpan Rachman
Arpan Rachman Rabu, 10 Nov 2021 11:14 WIB
Tujuh kunci utama komunikasi domestik China sejak krisis COVID-19

Hubungan bilateral Indonesia dan China telah berlangsung selama tujuh puluh tahun. Ini bukanlah waktu yang sebentar. Meski di tengah pandemi, hubungan bilateral kedua negara masih terjalin amat baik. Bagaimana dinamika informasi di China?

Pengaruh disinformasi di China sangat minim. Di awal-awal COVID-19 di bulan Desember 2019 dan Januari 2020 sempat muncul berita-berita yang tidak benar. Tapi kemudian dihajar secara massif oleh pemerintah China. Lalu kemudian pemerintah setempat menggerakkan masyarakat untuk memberikan berita-berita yang benar dan bersifat positif. Itu mungkin yang menyebabkan orang berpikir positif dan membangun semangat kebangsaan nasionalisme. Mereka sama-sama berperang mencegah disinformasi, sehingga info yang benar mendominasi komunikasi publik.

Kilas balik itu diingat kembali oleh Duta Besar Indonesia untuk China dan Monngolia, Djauhari Oratmangun, dalam Public Affairs Forum Indonesia digelar Perhimpunan Hubungan Masyarakat Indonesia (Perhumas).

"Mereka tampil pada saat yang tepat di saat ada krisis komunikasi. Jadi ruang hampa itu tidak berlarut-larut, sehingga informasi yang tidak benar masuk di ruang hampa tersebut. Dan secara masif, (postivisme) itu digerakkan," kata Djauhari seperti ditayangkan Checklist Project TV, Selasa (2/11), seraya menganggap perlu membangun komunikasi publik untuk menggerakkan optimisme di Indonesia.

Menurut dia, China memang negara pertama yang terkena dampak serius pandemi, tapi juga negara pertama yang mampu bangkit dari pandemi dengan pertumbuhan ekonomi yang positif. "Mungkin di triwulan keempat ini sudah di atas lima, triwulan ketiga 4,9, triwulan kedua 3,2, triwulan pertama minus 6,8," lanjutnya.

Dalam tiga bulan terakhir, sejak September 2021, Djauhari mengakui duta-duta besar di China sudah menerima undangan untuk berkunjung ke berbagai kota di mana pusat-pusat pertumbuhan ekonominya sudah pulih. Bahkan ekspor besar-besaran sudah diadakan, misalnya di Shanghai dan Nanning pada November lalu.

Oratmangun sendiri baru kembali dari Shenzhen. Pemerintah Beijing mengatur juga kunjungan para dubes ke berbagai kota industri lain. Semua itu dibantu komunikasi publik luar biasa yang diarahkan sedikit berbeda dengan Indonesia sebagai negara demokrasi karena China menganut pemerintahan terpusat (centralized government).

Bagaimana komunikasi domestik China menghadapi krisis COVID-19?

Sponsored

"Kalau melihat sejak krisis COVID-19 sampai sekarang, kita dapat membaginya ada tujuh kunci utama yang dilaksanakan oleh pemerintah (China). Pertama, full response (tanggapan penuh), jadi tanggung jawab langsung diambil alih oleh pemerintah. Kedua, mass mobilization (mobilisasi massa), termasuk untuk mempengaruhi persepsi publik," ujar Djauhari. Dicontohkannya, saat kota Wuhan kemudian provinsi Hubei dengan total tujuh puluh juta penduduk di-lockdown (penguncian), prefektur Xinyang waktu itu mampu membantu provinsi Hubei dan kota Wuhan.

Ketiga, political determination (ketetapan politik) karena desain China hanya satu partai PKC (Partai Komunis China). Keempat, timely policy adjustment (penyesuaian kebijakan tepat waktu). "Saya kira kita pun selalu melakukan itu di Indonesia," ungkapnya. Kelima, easing economy pain (mengurangi keterpurukan ekonomi).

Keenam, transparency and coordinated action (transparansi dan tindakan terkoordinasi), dan "itu juga yang kita (Indonesia) lakukan". Ketujuh, atau yang terakhir, sejak Februari lalu China menerapkan power of sciences and technology (kekuatan ilmu pengetahuan dan teknologi). "Jadi mereka mulai dengan riset untuk obat-obatan dan vaksin, di saat itulah kita mulai melakukan pembicaraan dengan mereka," katanya.

Stimulus fiskal dan moneter oleh pemerintah China totalnya kalau dijumlahkan itu 534 miliar dolar untuk pemulihan ekonomi. "Kita bisa pahami itu karena China punya cadangan devisa di atas tiga triliun (dolar) dan untuk perdagangan sekarang saja sudah di atas 3 T di mana surplus mereka di atas 500 miliar dolar. Jadi mereka bisa menangani hal itu (krisis COVID-19) dengan baik," tanggap Djauhari. (Youtube)

Caleg Pilihan
Berita Lainnya
×
tekid