sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

10 tindakan hingga kebijakan negara yang menakut-nakuti warga menurut Kontras

Sasaran utama dari represi tersebut ialah masyarakat yang sedang mengkritik dan menyeimbangkan diskursus negara.

Marselinus Gual
Marselinus Gual Kamis, 06 Jan 2022 13:24 WIB
10 tindakan hingga kebijakan negara yang menakut-nakuti warga menurut Kontras

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menyoroti berbagai langkah negara untuk mempersempit ruang kebebasan sipil dalam kurun waktu dua tahu terakhir. Berbagai langkah yang diambil tersebut juga telah terbukti menakuti masyarakat dalam menyampaikan ekspresinya. Hasilnya, iklim demokrasi kita terus memburuk terbukti dari beberapa laporan Internasional.

"Selain berbagai laporan yang menjelaskan bahwa situasi demokrasi Indonesia kian memburuk, kami juga mencatat setidaknya terjadi 393 peristiwa berkaitan dengan pelanggaran kebebasan berekspresi," kata Divisi Riset dan Dokumentasi Kontras, Rozy Brilian melalui telekonferensi, Kamis (6/1).

Menurut Rozy, tindakan dominan adalah berkenaan dengan penangkapan sewenang-wenang dengan 165 kasus, diikuti oleh pembubaran paksa dengan 140 kasus. Kontras juga mencatat bahwa kepolisian masih menjadi aktor dominan dari ragam pelanggaran terhadap kebebasan berekspresi ini. Selain itu, sasaran utama dari represi tersebut ialah masyarakat yang sedang mengkritik dan menyeimbangkan diskursus negara.

"Tahun 2020-2021 ini masih berkelindan dengan isu Covid-19. Jadi banyak sekali akademisi, aktivis yang kemudian mengkritik kebijakan pemerintah kemudian pada akhirnya mendapatkan serangan, ancaman, teror, bahkan sampai berujung pada penangkapan," jelasnya.

Dalam catatan Kontras, dalam periode 2020-2021 ini, terdapat 10 tindakan hingga kebijakan negara yang justru menakut-nakuti warga dalam berekspresi, di antaranya:

Pertama, Surat Telegram Nomor ST/1100/IV/HUK.7.1.2020 tentang Penanganan Penghinaan Pejabat dan Hoax Penanganan COVID-19 tanggal 4 April 2020 yang membuka celah bagi kepolisian untuk melakukan tindakan penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power).

Kedua, Surat Telegram Kapolri Nomor STR/645/X/PAM.3.2./2020 tentang Patroli Cyber Isu RUU Cipta Kerja yang menunjukan watak represif institusi Kepolisian dalam menyikapi suara yang berbeda dengan narasi pemerintah.

Ketiga, Virtual Police lewat Surat Edaran Nomor: SE/2/11/2021 tentang Kesadaran Budaya Beretika untuk Mewujudkan Ruang Digital Indonesia yang Bersih, Sehat, dan Produktif yang bersifat menindak dan mengatur ekspresi warga negara, yang mana seharusnya penindakan diperuntukkan bagi mereka yang melakukan tindakan kriminal lewat media sosial, seperti penipuan online, pelecehan secara daring dan sebagainya

Sponsored

Keempat, kriminalisasi dengan Undang-Undang Kekarantinaan Kesehatan yang negara begitu diskriminatif dalam penggunaan pasalnya

Kelima, Maklumat Kapolri Nomor MAK/2/III/2020 tentang Kepatuhan Terhadap Pebijakan pemerintah dalam Penanganan Penyebaran Virus Corona atau Covid-19 yang mengutamakan pendekatan keamanan dan pidana

Keenam, Surat Telegram Nomor ST/750/IV/HUM.3.4.5./2021 tentang Pelaksanaan Peliputan Bermuatan Kekerasan dan/atau Kejahatan dalam Program Siaran Jurnalistik yang berpotensi mengkriminalisasi masyarakat yang mengunggah video berkaitan dengan kekerasan dan kinerja buruk kepolisian.

Ketujuh, somasi yang dilayangkan pejabat publik semakin menegaskan bahwa pemangku kebijakan saat ini antikritik.

Kedepalan, pelibatan TNI dan BIN dalam Penanganan Pandemi Covid-19 yang memperlihatkan bentuk campur tangan terlalu jauh militer terhadap urusan/domain sipil.

Kesembilan, penghapusan mural yang semakin memperlihatkan watak anti kritik pemerintah

Dan kesepuluh, penangkapan pembentang poster yang semakin mempertegas watak represif Kepolisian khususnya terhadap pengkritik pemerintah

"Pola-pola sebagaimana dijelaskan di atas tentu tidak dapat diteruskan, sebab akan memperparah kondisi dan situasi demokrasi di Indonesia 2022. Masyarakat akan semakin takut menyampaikan kritik karena dibungkam dengan berbagai metode," pungkas Rozy.

Berita Lainnya
×
tekid