sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Selain Jaksa Agung, dua kementerian ini harus diisi orang non parpol

Dengan diisi individu yang netral, setiap langkah hukum yang berjalan pasti tidak akan 'mendua'.

Fadli Mubarok
Fadli Mubarok Kamis, 15 Agst 2019 21:56 WIB
Selain Jaksa Agung, dua kementerian ini harus diisi orang non parpol

Direktur Eksekutif Konstitusi dan Demokrasi (KoDe) Inisiatif, Veri Junaidi, mengapresiasi sikap tegas Joko Widodo (Jokowi) memberikan posisi Jaksa Agung kepada individu non partai. Namun selain Jaksa Agung, seharusnya hal tersebut juga diikuti untuk jabatan Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan dan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Veri menilai, ketiga posisi tersebut, baik Jaksa Agung, Menko Polhukam dan Menkumham merupakan posisi yang sangat strategis dan seksi bagi partai politik. Alasannya, karena bisa mengontrol proses penegakan hukum di tanah air.  

“Karena itu, ketiga posisi tersebut seharusnya memang diisi oleh individu yang bebas, profesional dan netral. Ini yang memang harus dievaluasi oleh presiden dan sebenarnya sudah sejak lama juga menjadi perdebatan soal posisi menteri tersebut,” kata Veri di Jakarta pada Kamis (15/8).

Bagi Veri, penting rasanya jika individu yang ada di setiap lembaga penegakan hukum memiliki tanggung jawab penuh dalam membantu pemerintah. Hal ini dilakukan agar tidak ada lagi rasa curiga atau tudingan bahwa penegak hukum tidak berlaku adil. 

Jokowi, kata Veri, juga akan sangat terbantu. Dengan diisi individu yang netral, setiap langkah hukum yang berjalan pasti tidak akan 'mendua', dalam arti melihat kepentingan dan keselamatan politis pihak tertentu.

Kendati banyak parpol yang mengklaim memiliki kader profesioanal dalam menangani penegakan hukum, hal itu bukanlah sebagai permasalahan. Dalan konteks ini, yang menajadi soal ialah dualisme loyalitas.

"Sebenarnya dikotominya bukan soal profesional atau tidak, tapi kalau membuat dikotomi itu antara parpol dan non-parpol. Bisa jadi orang tersebut memang profesional dalam partai politik, tapi soal loyalitas apa dia loyal terhadap presiden yang memang menunjuknya sebagai menteri untuk menjalankan visi presiden," ujar Veri.

Menurut Veri, parpol seharusnya mendukung wacana ketiga posisi strategis tersebut diisi individu non parpol, bukan malah sebaliknya. Veri menegaskan, parpol harus memposisikan diri sebagai pendukung. Artinya, apapun langkah yang ditempuh pemerintah selagi itu baik, parpol harus satu suara.

Sponsored

Hal senada juga dilontarkan oleh Koordinator Divisi Korupsi Politik ICW, Donal Fariz. Ia memandang hal tersebut sebagai langkah positif dan salah satu jalan terang bagi penegakan hukum di Indoenesia ke depan.

"Cukup lima tahun ini kita melihat proses penegakan hukum bias dengan persoalan-persoalan politik. Itu tidak hanya berdampak kepada publik, tapi juga pada partai pendukung Pak Jokowi. Di antara mereka kemudian muncul ketegangan, saling curiga, tuding, dan saling bajak kader yang paham hukum di daerah masing-masing," ucap Donal.

Kendati demikian, Donal berharap ada konsistensi pandangan dari Jokowi dalam melihat isu penegakan hukum dalam lima tahun terakhir. Jika cara pandang Jokowi berangkat dari isu penegakan hukum yang penuh bias dengan berbagai macam tudingan, asumsi, kepentingan politik, mestinya jabatan sektor politik dan hukum juga digunakan cara pandang yang sama.

"Kita bukan anti pada parpol, tidak melakukan deparpolisasi, tapi kalau cara pandangnya berangkat dari pengalaman lima tahun belakangan ini, proses penegakan hukum rawan tumpang tindih dengan berbagai macam dinamika pokitik, meskinya logika berpikir yang sama juga diterapkan dalam dua sektor kementerian itu," kata Donal.

Berita Lainnya
×
tekid