sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

2 pihak ini harus bertanggung jawab jika muncul klaster akibat kampanye langsung

PKPU 10/2020 tentang Pelaksanaan Pilkada dalam Kondisi Bencana Nonalam, menerangkan bahwa peserta pemilu dapat kampannye.

Achmad Al Fiqri
Achmad Al Fiqri Kamis, 17 Sep 2020 08:39 WIB
2 pihak ini harus bertanggung jawab jika muncul klaster akibat kampanye langsung

Presiden Joko Widodo dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR) dinilai pihak yang paling tepat untuk disalahkan atas adanya aturan yang memperbolehkan para kandidat Pilkada Serentak 2020 menggelar kampanye langsung di tengah pandemi Covid-19.

Adapun aturan yang dimaksud ialah Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali kota.

"Pihak yang lebih tepat dipermasalahkan soal rapat umum offline di tengah wabah adalah presiden (yang membuat Perpu) dan DPR yang mengundangkan Perpu menjadi UU Pilkada," ujar peneliti Perludem Usep Hasan Sadikin, saat dihubungi, Kamis (17/9).

Menurutnya, regulasi pilkada hasil perppu mempunyai kekuatan untuk dapat menunda kampanye langsung meski keadaan pandemi belum membaik. Baginya, keadaan saat pemungutan suara pada Desember 2020 akan lebih buruk jika tidak ada aturan untuk menunda pelaksanaan Pilkada Serentak 2020.

"Artinya, pemerintah dan DPR bisa melanggar hukum yang dibuatnya sendiri jika pilkada tidak ditunda lagi saat wabah masih buruk bahkan bertambah buruk," ujar Usep.

"Kalau DPR berani dan mau melarang rapat umum offline, lakukan revisi terbatas UU Pilkada dengan cepat," tegas Usep.

Kendati demikian, Usep menduga, para pemangku kebijakan seperti pemerintah, DPR serta KPU, pada dasarnya ingin pilkada dilanjutkan hingga waktu pungut hitung pada Desember 2020. 

"Sayangnya para pihak ini tidak bisa menjamin protokol kesehatan dan penegakan hukumnya. Ya, pantas kalau para pihak ini disalahkan jika wabah makin meluas dan makin membentuk klaster pilkada dengan korban dari penyelenggara pemilu, peserta pemilu, dan nantinya pemilih," tegas Usep.

Sponsored

Sementara itu, Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad, menilai pengendalian penanganan Covid-19 saat pandemi terletak pada penyelenggara pemilu. Karena itu, dia menyarankan agar penyelenggara dapat mempertimbangkan secara matang dalam mengeluarkan izin dalam berkegiatan pada tahapan pilkada di tengah pandemi Covid-19.

"Saya fikir dalam satu tempat itu penyelenggara pemilu termasuk mengeluarkan izin keramaian juga harus melihat, apakah kemudian di tempat tersebut kasuistik ini masyarakatnya bisa terkendali atau kemudian zona covidnya tinggi sehingga menjadi pertimbangan untuk kemudian mengizinkan atau tidak mengizinkan," tutur dia.

"Kalau saya sendiri sih berpendapat sebaiknya konser-konser seperti itu dihindarkan," tandasnya.

Peraturan KPU (PKPU) 10 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Pilkada dalam Kondisi Bencana Nonalam, menerangkan bahwa peserta pemilu dapat melakukan kampanye terbuka di tengah pandemi Covid-19.

Ketentuan terssebut tercantum dalam Pasal 63 ayat (1) PKPU Nomor 10 tahun 2020. Diktum itu menerangkan bahwa tujuh jenis kegiatan yang tidak melanggar larangan kampanye dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Jenis-jenis kegiatan itu ialah rapat umum, kegiatan kebudayaan; berupa pentas seni; panen raya; dan/atau konser musik, kegiatan olahraga berupa gerak jalan santai dan/atau sepeda santai; perlombaan, kegiatan sosial berupa bazar dan/atau donor darah, peringatan hari ulang tahun partai politik; dan/atau melalui media daring.

Hanya saja, dalam ayat (2) menegaskan bahwa kegiatan yang dimaksud dapat dilakukan dengan membatasi jumlah peserta yang hadir paling banyak 100 orang, menerapkan protokol kesehatan pencegahan dan pengendalian Covid-19, dan berkoordinasi Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 daerah setempat.

Berita Lainnya
×
tekid