sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

4 instansi diminta awasi proses persidangan Novel Baswedan

Desakan pelibatan instansi negara itu didasarkan pada sembilan kejanggalan pada empat kali sidang kedua pelaku.

Achmad Al Fiqri
Achmad Al Fiqri Senin, 11 Mei 2020 10:25 WIB
4 instansi diminta awasi proses persidangan Novel Baswedan

Tim advokasi Novel Baswedan mendesak empat instansi negara dapat mengawal proses persidangan dua pelaku penyiram air keras kliennya. Keempat lembaga negara itu yakni, Badan Pengawas Mahkamah Agung atau Bawas MA, Ombudsman, Komisi Yudisial dan Komisi Kejaksaan.

Anggota tim advokasi Novel Baswedan, Arif Maulana menerangkan, pengawalan Bawas MA dan Komisi Yudisial ditujukan, agar proses persidangan berjalan jujur, dan tidak dipenuhi intrik kepentingan.

"Bawas MA dan Komisi Yudisial untuk segera bersikap dengan memantau secara langsung proses persidangan yang telah mengarah kepada 'peradilan sesat' untuk memastikan proses peradilan dalam persidangan kasus penyerangan terhadap Novel Baswedan berjalan imparsial, jujur dan adil," kata anggota Tim advokasi Novel Baswedan, Arif Maulana, dalam keterangan resmi, Senin (11/5).

Sedangkan terkait Komisi Kejaksaan, tim kuasa hukum Novel meminta agar dapat mengawasi jaksa penuntut umum dalam persidangan penyiraman terhadap kliennya. Pasalnya, penuntut umum yang ditunjuk dinilai tidak memiliki integritas.

"Diduga tidak profesional dalam menjalankan tugas dan bertanggung jawab," tutur dia.

Sedangkan Ombudsman, perlu turun tangan mengawasi proses peradilan dua pelaku penyiram air keras penyidik senior KPK itu. Sebab, pengawasan dinilai merupakan betuk tugas yang diemban Ombudsman.

"Mengawasi jalannya proses persidangan yang merupakan bentuk pelayanan publik yang mestinya berjalan imparsial, jujur, dan adil serta menyampaikan rekomendasi terkait temuannya untuk mendukung pengungkapan kasus penyerangan terhadap Novel dan teror pelemahan KPK ini," tutur dia.

Di samping empat instansi negara itu, tim advokasi juga meminta Komnas HAM agar dapat menyampaikan hasil penyelidikannya terhadap kasus teror Novel Baswedan. Hal itu juga merupakan bentuk penjalanan kewenangan Komnas HAM yang tercantum pada Pasal 89 ayat (3) Undang-Undang HAM.

Sponsored

Selain Komnas HAM, mereka juga meminta Polri dapat memberikan penjelasan bantuan hukum terhadap dua pelaku penyiram air keras Novel ke publik. Mereka juga meminta Korps Bhayangkara segera menarik para pembela untuk menghindari konflik kepentingan.

"Mengajak seluruh masyarakat Indonesia untuk menolak impunitas dengan mengawal pengungkapan kasus NB (Novel Baswedan) sehingga seluruh aktor pelaku penyerangan, baik aktor lapangan maupun aktor intelektual terungkap dan dijerat hukum," terang Arif.

Desakan pelibatan instansi negara itu didasarkan pada sembilan kejanggalan pada empat kali sidang kedua pelaku. Pertama, dakwaan jaksa dianggap skenario untuk menutup pengungkapan aktor intelektual dan menghukum ringan pelaku.

Kedua, JPU dinilai tidak menjadi representasi negara yang mewakili kepentingan korban, namun malah membela kepentingan para terdakwa. Ketiga, majelis hakim dinilai pasif dan tidak objektif dalam mencari kebenaran materiil. Keempat, bantuan hukum terhadap kedua terdakwa oleh Polri. 

Kelima, adanya dugaan manipulasi barang bukti di persidangan. Keenam, JPU dinilai telah mengaburkan fakta air keras yang digunakan pelaku untuk penyiraman. Ketujuh, penyinggungan kasus kriminalisasi Novel diangkat untuk mengaburkan fokus pengungkapan penyerang.

Kedelapan, dihilangkannya alat bukti saksi dalam berkas persidangan. Kesembilan, diduga telah dikerahkan aparat kepolisian dan sejumlah orang untuk menghadiri sidang saat Novel menkadi saksi pada 30 April 2020.

Caleg Pilihan
Berita Lainnya
×
tekid