sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

88% pengaduan perlindungan konsumen terkait perumahan

Jenis aduan terkait jual-beli sektor perumahan ini meliputi iklan yang menyesatkan, pemahaman konsumen atas perjanjian

Soraya Novika
Soraya Novika Selasa, 18 Des 2018 01:07 WIB
88% pengaduan perlindungan konsumen terkait perumahan

Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) mencatat sektor yang paling banyak diadukan masyarakat dibandingkan kedelapan sektor prioritas perlindungan konsumen lainnya adalah sektor perumahan. Dari total 493 aduan yang masuk ke BPKN pada periode kerja September 2017 hingga Desember 2018, sebanyak 88% di antaranya terkait dengan transaksi rumah bodong.

"Paling banyak aduannya terkait pembiayaan perumahan," ujar Wakil Ketua BPKN Rolas Budiman Sitinjak dalam konferensi pers catatan akhir tahun di Kantor BPKN, Kementerian Perdagangan, Jakarta Pusat, Senin (17/12).

Jenis aduan terkait jual-beli sektor perumahan ini meliputi iklan yang menyesatkan, pemahaman konsumen atas perjanjian atau kontrak tidak memadai. Pembayaran dengan kredit pemilikan rumah yang sering kali disalahgunakan. Khususnya keberadaan sertifikat rumah nasabah KPR tidak jelas, seperti sudah diagunkan ke bank lain atau ditahan oleh pengembang.

Atas kecurangan-kecurangan tersebut membuat konsumen tidak bisa memiliki hak atas rumah yang sudah dibiayainya. Sekalipun konsumen sudah melunasi biaya rumah, mereka tidak dapat memegang sertifikat rumah KPR. 

Wilayah yang paling banyak terkena dampak transkasi perumahan bodong ini adalah Jabodetabek. Dua perumahan yang paling banyak diadukan terkait kasus ini adalah Sentul City Bogor dan Violet Garden Bekasi. "Kami mendapatkan sebanyak 434  aduan dari perumahan di Jabodetabek," kata dia.

Atas permasalahan ini, beberapa konsumen sudah melaporkan tindakan pidana ke Polda, Mabes Polri dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). “Tapi tidak ada penyelesaian,” imbuhnya.

BPKN sendiri sudah mengadakan pertemuan dengan mengundang pemangku kepentingan lain. Di antaranya penyedia perumahan, Bank Indonesia (BI), OJK dan konsumen. Dari pertemuan itu, pihak-pihak yang hadir terkesan lepas tangan atau tidak ingin bertanggung jawab.

BI beralasan mengeluarkan kebijakan loan to value yang telah diadakan beberapa perubahan. Intinya, kebijakan ini mengatur tentang pembiayaan, baik benda bergerak maupun tidak. 

Sponsored

OJK tidak ingin mengurus teknis. Mereka menyerahkan masalah kepada tiap perbankan terkait yang memang berurusan langsung dengan nasabah. Sedangkan, perbankan cenderung melempar tanggung jawab kepada pengembang.

Tidak heran kalau bank besar yang diadukan tidak terbatas pada swasta, melainkan pelat merah atau BUMN seperti BTN dan BRI. Sebanyak 75% pengaduan ditujukan kepada BUMN, sedangkan sisanya bank swasta. Untuk pengembangnya pun ada yang berskala kecil maupun besar. "Selama ini pengawasan masih kurang dan ini yang harus disikapi," tuturnya.

Selain sektor perumahan, aduan terkait produk barang dan jasa lainnya yang diterima oleh BPKN di antaranya terkait dengan masalah pembiayaan konsumen sebesar 2,2%, jasa pendidikan 1,75 %, perbankan 1,25 %, transportasi 1,25 %, jasa asuransi sebesar 1,25%, barang elektronik sebesar 0,75%, jasa ekspedisi sebesar 0,75%, e-dagang sebesar, biro perjalanan, jasa hotel dan restoran, serta energi masing-masing sebesar 0,50%, produk fashion, telekomunikasi, jasa parkir, dan jasa investasi masing-masing sebesar 0,25%, serta jenis aduan lainnya sebesar 1,00%. 

Caleg Pilihan
Berita Lainnya
×
tekid