sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Ada apa dengan layanan BUMN kita?

Bank Mandiri, Pertamina, Garuda Indonesia hingga Krakatau Steel belum lama ini disorot karena sejumlah persoalan layanan yang membelit.

Mona Tobing  Alfiansyah Ramdhani Akbar Ridwan
Mona Tobing Alfiansyah Ramdhani | Akbar Ridwan Kamis, 08 Agst 2019 12:52 WIB
Ada apa dengan layanan BUMN kita?

Pemadaman listrik yang terjadi pada Minggu (4/8) hingga Senin (5/8) kembali menambah panjang sorotan masyarakat atas buruknya kinerja perusahaan pelat merah.

Sebelum pemadaman listrik oleh PT PLN (Persero), sejumlah BUMN mendapat sorotan terkait layanannya. Bank Mandiri misalnya, Juli lalu mengalami gangguan sistem error yang mengakibatkan saldo sejumlah nasabah mengalami pengurangan dan penambahan. 

Atas peristiwa tersebut, sejumlah nasabah Bank Mandiri panik dan mendatangi sejumlah kantor cabang Bank Mandiri untuk mempertanyakan jumlah saldonya. Belakangan, potensi kerugian yang dialami bank dengan logo pita tersebut ditaksir mencapai Rp10 miliar. 

BUMN lain yang juga terkena masalah adalah PT Pertamina (Persero) yang tersandung kasus tumpahan minyak yang mengakibatkan pencemaran di Laut Karawang akibat kebocoran gas pada Juli. Kemudian, PT Krakatau Steel (Persero) Tbk melakukan sejumlah pengurangan tenaga kerja. 

PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk juga sempat menjadi perhatian masyarakat karena laporan Serikat Karyawan Garuda Indonesia (Sekarga) terhadap seorang Youtuber, Rius Vernandes. Rius dipolisikan oleh Sekarga karena dinilai dugaan pencemaran nama baik perusahaan. 

Atas sejumlah persoalan yang dihadapi BUMN, Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Firdaus Ilyas menyarankan, Standar Pengawasan Intern (SPI) pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mesti diperkuat. Firdaus menilai persoalan yang dihadapi BUMN saat ini akibat penyimpangan pada aspek pendapatan, belanja dan investasi pada sejumlah BUMN.

Merujuk audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang hasilnya menyebut BUMN mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp14,471 triliun pada semester 1 Tahun 2016 hingga semester 2 Tahun 2018 dikarenakan mekanisme SPI yang belum berjalan sepenuhnya atau tidak berjalan sama sekali pada tubuh BUMN.

Padahal SPI posisinya penting dengan posisi pada struktur yang tinggi, sehingga dapat langsung berkoordinasi antara direktur utama dan komisaris agar memiliki kekuasaan yang lebih mengikat.

“Jadi jika ada sesuatu, SPI bisa melaporkan dan kemudian ditindaklanjuti dalam level pimpinan manajemen. Bukan hanya manajer SPI,” ujar Firdaus. 

Firdaus mengusulkan apabila BUMN telah memiliki SPI, ada baiknya dilakukan perbaikan agar tidak sekedar dianggap formalitas belaka. Fungsi dan kewenangan SPI juga harus direvitalisasi misalnya dengan mengadopsi kinerja KPK, agar mempunyai fungsi dan mekanisme yang lebih komprehensif.

SPI juga dapat melakukan risiko analisis, audit, dan melakukan rekomendasi. Agar rekomendasi yang diusulkan SPI dapat mengikat. 

Whistleblower dilindungi 

Dari sisi internal, pegawai BUMN juga harus dipastikan perlindungan konsumennya. Apabila pegawai BUMN melaporkan kondisi internal perusahaan yang tidak beres, maka pegawai tersebut harus mendapat perlindungan dari perusahaan salah satunya terhindar dari pemecatan. 

Sistem peniup peluit atau whistleblower dengan memberikan perlindungan bagi yang melapor harus dipastikan. Sebab jika tidak ada perlindungan, maka tidak berguna. 

Rentannya BUMN terhadap penyimpangan yang berasal dari dalam negeri dinilai Peneliti Visi Integritas, Danang Widoyoko karena BUMN dikelilingi kepentingan. Ia mencontohkan pada bank BUMN yang memberikan modal kepada sejumlah elite atau konglomerat didasari oleh relasi politik. 

“Artinya, kalkulasinya adalah kalkulasi politik bukan kalkulasi bisnis,” ucap Danang. 

Wakil Sekjend DPP Partai Gerindra Andre Rosiade mengatakan, atas sejumlah peristiwa tersebut, sudah sepatutnya Menteri BUMN mundur dari jabatannya. Bagi Andre, Menteri BUMN Rini Soemarno telah gagal. 

Bahkan Andre menyebut BUMN saat ini salah urus. Selama ini menurutnya, BUMN memang telah menunjukkan permasalahannya terutama dari sisi keuangan. 

"BUMN memang bermasalah, tapi jelang Pilpres dibedakin seluruh permasalahannya, setelah kontestasi Pilpres 2019 terlihat boroknya satu-satu. Pengelolaan BUMN bermasalah seharusnya Menteri Rini tidak dipilih lagi pada pemerintahan selanjutnya," kata Andre. 

Soal posisi Menteri BUMN yang layak pada pemerintahan selanjutnya, Andre meminta agar Menteri BUMN, komisaris BUMN strategis dipilih berasal dari profesional yang memang tidak cemar politik. Berkaca pada kondisi saat ini, menurut Andre sejumlah komisaris di BUMN saat ini diisi oleh relawan. 

Korupsi PLN 

Buntut dari pemadaman listrik PLN, sejumlah kasus korupsi yang terjadi kembali menjadi sorotan.  

Peneliti AURIGA Nusantara Hendrik Siregar mengatakan, pemadaman listrik harus menjadi momen untuk perbaikan PLN khususnya berasal dari manajemen. Evaluasi wajib dilakukan di seluruh SDM yang bekerja di PLN. 

Hendrik bilang, perbaikan SDM PLN penting dilakukan berkaca pada empat Direktur Utama (Dirut) PLN sebelumnya yang tersandung kasus korupsi. 

Contohnya, Dirut PLN dua periode tahun 2001-2008 yakni Eddie Widiono yang terbukti melakukan korupsi proyek outsourcing Customer Information System-Rencana Induk Sistem Informasi (CIS-RISI) di PLN Distribusi Jakarta Raya (Disjaya) Tangerang tahun 2004-2007. 

Selanjutnya, Dirut PLN periode 2009-2011 Dahlan Iskan yang diduga melakukan korupsi terkait penyalahgunaan 31 gardu induk. Kemudian, Dirut PLN periode 2011-2014 Nur Pamudji juga terlibat korupsi pengadaan bahan bakar minyak (BBM) jenis high speed diesel (HSD).

Terakhir, Dirut PLN Sofyan Basir 2014-2019 menjadi terdakwa kasus korupsi proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang (PLTU) Riau-1 di KPK.

Dirut PLN Sofyan Basir 2014-2019 menjadi terdakwa kasus korupsi proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang (PLTU) Riau-1 di KPK./Antara Foto

Berkaca pada kasus korupsi tersebut, maka evaluasi secara menyeluruh yang berkaitan dengan SDM PLN perlu dilakukan. Hendrik menduga ada efek mengekor dari kasus korupsi yang menjerat mantan Dirut PLN.  

"Efek dari kasus korupsi yang menjerat eks Dirut PLN bisa saja karena teknologi yang dimiliki PLN menjadi tidak sesuai," terang Eddie. 

Maka, pemadaman yang terjadi pada 4 Agustus 2019 disimpulkan Eddie karena teknologi yang tidak sesuai. Jadi bukan persoalan sekedar pohon sengon seperti yang diberitakan belakangan ini.

Analis energi Institute for Energy Economics and Financial Analysis (IEEFA) Erlika Hamdi mengimbau agar segera melakukan audit secara sistem. Apabila PLN selama ini hanya diaudit keuangan yang dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) maka ada baiknya perlu dilakukan dapat diperluas. 

Ini untuk memastikan apakah semua teknologi untuk pembangkit, transmisi, distribusi, dan kontrol sistem sudah maju. Sehingga audit yang dilakukan tidak hanya pada keuangan. 

Masyarakat dinilai perlu melihat apakah PLN sudah mengikuti perubahan tersebut atau tidak mulai dari Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) sudah sesuai atau belum. Kemudian, apakah pengadaannya sudah sesuai dengan perencanaannya?

Kemudian, kontrak yang ditandatangani PLN hingga operasi perawatan telah sesuai dengan SOP. Maka, semua itu perlu dikawal bersama-sama oleh masyarakat. 

Berita Lainnya
×
tekid