sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Akan ada kekosongan hukum jika UU PSDN ditunda

Sejumlah kelompok sipil pemohon uji materiil UU PSDM meminta MK menerbitkan putusan sela tentang penundaan pelaksanaan komcad.

Fatah Hidayat Sidiq
Fatah Hidayat Sidiq Selasa, 07 Sep 2021 22:08 WIB
Akan ada kekosongan hukum jika UU PSDN ditunda

Peneliti Lembaga Studi Pertahanan dan Studi Strategis Indonesia (Lesperssi), Beni Sukadis, sependapat dengan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang akan adanya kekosongan hukum dalam pengelolaan sumber daya nasional (PSDN) bidang pertahanan jika pelaksanaan regulasi terkait ditunda. Dengan demikian, bakal menganggu kesiapan SDN.

Tim Advokasi untuk Reformasi Sektor Keamanan mengajukan uji materiil (judicial review) Undang-Undang (UU) PSDN Nomor 23 Tahun 2019 ke MK pada akhir Mei lalu. Dalam perjalannya, pemohon meminta MK menerbitkan putusa sela agar menunda pemberlakukan komponen cadangan (komcad), yang ada di dalam beleid itu, dengan dalih landasan hukum dasar rekrutmen bermasalah.

"Saya pikir betul, ya, kalau secara filosofis, akademis, argumen," ucapnya saat dihubungi Alinea.id, Selasa (7/9). "Tentunya konsekuensi logisnya betul bila putusan sela (dikabulkan dan pelaksanaannya) ditunda, cukup bisa mengganggu kesiapan sumber daya nasional."

MK lantas meminta para pemohon memperkuat dalil provisi tersebut lantaran hakim konstitusi belum mendapati urgensi menunda pemberlakuan UU PSDN. Pertimbangan lainnya, berpotensi terjadi kekosongan hukum dalam PSDN bidang pertahanan.

Beni melanjutkan, seluruh negara sudah semestinya memiliki sumber daya pertahanan. Ia dapat dikerahkan dalam berbagai urusan selain perang sehingga kesiapannya mesti prima dalam segala kondisi.

"Dalam kondisi damai, sumber daya nasional bisa didayagunakan seperti tenaga kesehatan, kedokteran yang di dalam lingkungan TNI dan itu sudah digunakan sejak tahun lalu malah (dalam penanganan pandemi)," terangnya.

Pengerahan SDN di lingkungan militer dalam penanganan pandemi Covid-19 tersebut terlihat dari beberapa tenaga kesehatan (nakes) yang bekerja di rumah sakit-rumah sakit milik TNI dan Kementerian Pertahanan (Kemhan). "Sehingga kalau ditunda, jelas konsekuensinya sangat jelek," tegasnya.

"Lah, gimana kita menuntut pemerintah menganani pandemi atau upaya-upaya untuk lebih keras agar pandemi ini turun, tapi di satu sisi ada upaya 'kelompok-kelompok kepentingan sendiri'. Artinya, mereka enggak menyadari ini penting sekali," imbuh dia. Selain di bidang kesehatan, lanjut Beni, PSDN pun bisa dikerahkan dalam penanganan operasi militer selain perang (OMSP) lainnya, seperti penanggulangan bencana dan masalah kemanusiaan.

Sponsored

Di negara lain, ungkap Beni, juga memiliki komcad atau biasa disebut reserve army sehingga keberadaannya diperlukan. Dicontohkan dengan Amerika Serikat (AS) yang memanfaatkan komcad untuk keamanan siber lantaran kerap diserang China dan Rusia.

Pun banyak komcad di "Negeri Paman Sam" yang dikerahkan untuk perang di Timur Tengah, macam Afghanistan dan Irak. Jumlahnya mencapai 60% dari total pasukan yang diturunkan.

"Kalau enggak, dia mau kirim orang dari mana lagi? Kan, dia enggak mungkin kirim (tentara) reguler terus-menerus. Dalam setahun-dua tahun harus dibalikkin, ada refreshing, dia pulang dulu. Ada rolling-lah. Nah, cadangan ini dibutuhkan di situ," paparnya.

Meski demikian, Beni berpendapat, komcad di Indonesia sebaiknya dikerahkan untuk tiga hal mengingat minimnya keterlibatan Tanah Air dalam perang konvensional dengan jumlah rekrutan sekitar 5.000 orang per tahun. "Makanya kemarin argumen saya, direkrut ahli komputer, ahli kesehatan, kemudian ahli engineer apakah ahli sipil atau arsitek sipil yang bisa membantu pemerintah jika kekurangan tenaga yang dibutuhkan."

Di sisi lain, dia sepakat dengan ekonom Indef, Andry Satrio Nugroho, yang berpendapat komcad merupakan pelaksanaan zero growth personnel (ZGP) alias tidak menambah personel militer tetapi pelaksanaan OMSP dapat terus optimal. Pangkalnya, Indonesia memiliki keterbatasan anggaran pertahanan. 

"Kalau ke depan, dalam arti kita mau menghemat anggaran, ini betul. Ini salah satu paling tidak jangka panjang hingga 20 tahun ke depan, misalnya kita setop rekrutmen akmil (akademi militer) yang tadi 300 (orang) kurangin 100," ucapnya. Selanjutnya secara bertahap menambah jumlah komcad.

"Kita enggak gaji dia (komcad) per bulan. Dia digaji kalau aktif saja, misalnya latihan segala macam dapat honorlah. Selama enggak diaktifkan, dia kembali," katanya.

Atas dasar itu, Indonesia menargetkan komcad berasal dari tiga kelompok, yakni aparatur sipil negara (ASN), pekerja, dan mahasiswa. "Dan itu dijamin, perusahaan tidak boleh melarang kalau dia (pegawainya) diaktifkan. Nanti begitu selesai, harus diterima (bekerja) lagi," tegasnya. "Sebenarnya sistemnya sudah bagus, tinggal kita berani enggak mendorong TNI secara keseluruhan menjadi profesional."

Dengan begitu, menurut Beni, penghematan anggaran pertahanan yang didapatkan bisa digunakan untuk pos lain yang juga krusial. Pengadaan dan modernisasi alat utama sistem persenjataan (alutsista), salah satunya. 

"Anggaran pertahanan negara hampir 40% (digunakan) buat gaji. Bayangin saja. Alutsista pun cuma 20%. Jadi, (pemanfaatan komcad) mengurangi anggaran sebenarnya. jadi, anggaran SD kita alihkan untuk alutsista dan IT," terangnya.

Indonesia sendiri baru memiliki sekitar 2.500 personel komcad, yang merupakan hasil rekrutmen tahap pertama menyusul disahkan UU PSDN. Sekalipun itu terlambat, baginya, lebih baik daripada tidak ada sama sekali. 

Oleh karena itu, Beni meminta para pemohon uji materiil UU PSDN agar lebih menimbang lagi upaya hukumnya. "Saya harap MK berpikir ulang kalau akan (memutuskan)," tandasnya.

Berita Lainnya
×
tekid