sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Demonstrasi mahasiswa dinilai salurkan kemarahan masyarakat yang terpendam

Selama ini saluran untuk menyampaikan kritik dan kekecewaan seperti tersumbat.

Valerie Dante
Valerie Dante Sabtu, 28 Sep 2019 19:30 WIB
Demonstrasi mahasiswa dinilai salurkan kemarahan masyarakat yang terpendam

Pakar psikologi politik, Irfan Aulia, menilai aksi demonstrasi yang dilakukan masyarakat, termasuk pelajar dan mahasiswa, menjadi sarana menyalurkan amarah publik yang terpendam. Penilaian ini dilatarbelakangi kegembiraan warganet, saat merespons video yang beredar di media sosial, saat siswa STM menyerang polisi.

"Saya rasa publik senang karena terwakili. Ini menarik, karena ada kemarahan masyarakat yang terpendam yang tiba-tiba mendapat saluran, ada momentumnya," kata Irfan dalam diskusi "Demo Mahasiswa: Aksi dan Substansi" di Wahid Hasyim, Jakarta, Sabtu (28/9).

Menurut dia, selama ini saluran untuk masyarakat menyampaikan kritik dan kekecewaan pada DPR dan pemerintah seperti tersumbat. Saat demonstrasi pecah, banyak elemen masyarakat yang merasa suara mereka akhirnya mendapat kesempatan untuk didengar.

Dalam kesempatan yang sama, mantan aktivis gerakan 1998, Hari Purwanto, menyayangkan aksi mahasiswa berujung bentrok dengan aparat keamanan.

"Saya tidak mau teman-teman di lapangan merasa bahwa aksi mereka harus bentrok," katanya.

Menanggapi hal itu, perwakilan Gerakan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Jakarta, Andi Prayoga, menegaskan bahwa para mahasiswa dari sejumlah universitas yang turun ke jalan pada 23-24 September, tidak melakukan aksi anarkis.

Dia menyatakan bahwa kekerasan oleh mahasiswa, didorong oleh kekecewaan massa yang sudah tidak bisa dibendung para koordinator aksi.

"Narasi anarkis terhadap mahasiswa tidak adil. Polisi justru lebih anarkis," ucapnya.

Sponsored

Lebih lanjut, Irfan menilai unjuk rasa mahasiswa masih berjalan dalam batas-batas yang normal. Apa yang dilakukan mahasiswa selama aksi, juga dinilai sebagai bentuk ekspresi kekinian anak muda.

Dia pun mengapresiasi adanya elemen masyarkaat yang bergerak dan memberi peringatan awal, bahwa ada sesuatu yang salah dengan pemerintah. Situasi kini, lanjutnya, sudah darurat bagi demokrasi negara. Irfan merujuk pada pengesahan revisi UU Komisi Pemberantasan Korupsi, yang menurutnya menekan dan melemahkan lembaga antirasuah.

"Rakyat seperti diasuh ibu tiri yang kejam, bukan Ibu Pertiwi. Negara memperlakukan warganya secara abai dan tidak memperhatikan bencana sosial yang terjadi. Pemerintah harus menangani konflik horizontal yang terjadi dalam tatanan mereka sendiri," tutur dia.

Caleg Pilihan
Berita Lainnya
×
tekid