sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Alasan KPK tidak menahan mantan bupati Bogor Rahmat Yasin pada Juli

Penyidik hanya mengonfirmasikan pengembalian uang sebesar Rp8,9 miliar dari Rahmat ke KPK.

Achmad Al Fiqri
Achmad Al Fiqri Jumat, 14 Agst 2020 09:09 WIB
Alasan KPK tidak menahan mantan bupati Bogor Rahmat Yasin pada Juli

Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri mengungkapkan alasan pihaknya tidak menahan mantan Bupati Bogor Rahmat Yasin pada pertengahan Juli lalu. Rahmat merupakan tersangka kasus dugaan korupsi pemotongan uang pembayaran dari Satuan Perangkat Kerja Daerah (SKPD) di Kabupaten Bogor, dan gratifikasi.

Rahmat memang sempat memenuhi panggilan pemeriksaan dengan kapasitasnya sebagai tersangka pada Jumat (17/7). Tetapi, dia tidak langsung ditahan penyidik. Saat itu, penyidik hanya mengonfirmasikan pengembalian uang sebesar Rp8,9 miliar dari Rahmat ke KPK.

"Tersangka dalam keadaan sakit dan akan mempunyai hajat untuk pernikahan anaknya sehingga penahanannya ditunda," kata Firli, dalam keterangan resmi, yang diterima Alinea.id, Jumat (14/8).

Firli mengaku, penyidik sudah ingin menahan Rahmat pada pemeriksaan Jumat (17/7). Penundaan penahanan itu merupakan dalih kemanusiaan, disamping anak kandung Rahmat melangsungkan pernikahan pada 9 Agustus 2020.

"Pertimbangan kemanusiaan, penahanan mantan bupati Bogor sempat ditunda," terang Firli.

Sebagai informasi, Rahmat Yasin telah ditahan usai diperiksa sebagai tersangka kasus dugaan pemotongan uang dan penerimaan gratifikasi.

"Kami menahan tersangka RY (Rahmat Yasin), Bupati Bogor 2008-2014 selama 20 hari pertama," kata Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar, saat konferensi pers, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (13/8).

Pada perkaranya, Rahmat selaku mantan Bupati Bogor ditetapkan tersangka KPK atas dua kasus korupsi. 

Sponsored

Pertama, Yasin diduga telah meminta, menerima, atau memotong pembayaran dari beberapa Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) sebesar sekitar Rp8,93 miliar. Uang itu dipergunakan untuk kebutuhan kampanye pemilihan kepala daerah dan pemilihan legislatif yang diselenggarakan pada 2013 dan 2014. 

Kedua, KPK menduga Rahmat Yasin menerima gratifikasi tanah seluas 20 hektare di Jonggol, Kabupaten Bogor dari seseorang untuk memuluskan perizinan pendirian pondok pesantren dan Kota Santri. 

Tak hanya itu, KPK juga menduga Rahmat Yasin menerima gratifikasi berupa mobil Toyota Vellfire. Mobil senilai sekitar Rp825 juta itu diterima Rahmat Yasin dari seorang pengusaha rekanan Pemkab Bogor. Gratifikasi tersebut diduga berhubungan dengan jabatan tersangka dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya serta tidak dilaporkan ke KPK dalam waktu paling lambat 30 hari kerja.

Atas perbuatannya, Yasin disangkakan melanggar Pasal 12 huruf f dan Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Caleg Pilihan
Berita Lainnya
×
tekid