sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Alasan reses dinilai jadi pembenaran DPR irit bicara terkait kasus Brigadir J

Jika melihat perkembangan kasus sejak awal, tampak kasus ini cukup mendesak untuk segera mendapatkan respons dari Komisi III DPR.

Marselinus Gual
Marselinus Gual Kamis, 11 Agst 2022 06:37 WIB
Alasan reses dinilai jadi pembenaran DPR irit bicara terkait kasus Brigadir J

Peneliti senior Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi) Lucius Karus menilai, alasan reses hanya menjadi pembenaran Komisi III DPR terkait tudingan irit bicara di kasus penembakan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, yang melibatkan eks-Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo. 

Menurut Lucius, jika melihat perkembangan kasus sejak awal, tampak kasus ini cukup mendesak untuk segera mendapatkan respons dari Komisi III DPR yang bermitra dengan kepolisian.

"Tentu saja masa reses memang hambatan, tetapi bukan tak mungkin dilakukan jika Komisi III DPR menganggap kasus meninggalnya Brigadir J sesuatu yang mengusir rasa keadilan dan karenanya segera bersikap," kata Lucius saat dihubungi Aliena.id, Rabu (10/8) malam.

Lucius tak menampik jika saat kasus Brigadir J berjalan, Komisi III DPR masih melakukan reses ke daerah pemilihan (dapil) masing-masing. Namun dalam pengamatan Lucius, alasan reses sesungguhnya kadang tak berlaku pada kasus tertentu. 

"Katakanlah pada saat penembakan KM50 lalu juga terjadi saat reses, tetapi saat itu Komisi III bisa bergerak cepat melakukan rapat. Ada banyak kegiatan lain yang nyatanya bisa dilakukan DPR walaupun sedang dalam masa reses," katanya.

Lucius menegaskan, dalam kasus yang kemendesakkannya serius, DPR memang seharusnya bergerak cepat agar kasus yang mesti segera disikapi segera menemukan titik terang. Dalam kasus Brigadir J, kata dia, banyak kejanggalan yang diamati publik pada setiap pernyataan mereka di awal kasus terjadi. Sementara, kepentingan korban tak mendapatkannya tempat untuk diperjuangkan secara adil. 

"Kan mestinya DPR melihat bagaimana korban diabaikan sejak awal hanya karena ia polisi yang diduga menembak terlebih dahulu hingga meninggal," jelas dia.

Di sisi lain, meski kasus Brigadir J sedikit menemui titik terang dengan penetapan Ferdy Sambo, Bharada E dan Brigadir RR sebagai tersangka, namun sampai sekarang kisah awal yang dituturkan kepolisian hampir tak ada yang tersisa sebagai cerita sungguhan. Artinya rekayasa sedemikian rupa dalam kasus ini untuk menutupi fakta sesungguhnya jelas terlihat sampai sekarang.

Sponsored

Oleh karena itu, Lucius menegaskan, semua fakta ini harusnya mengusik Komisi III DPR yang menjadi mitra Polri untuk segera mengambil sikap. 

"Kalau Komisi III menjadikan reses sebagai alasan untuk merespons cepat ya, artinya mereka tak bisa melihat pentingnya peran mereka untuk membongkar praktek ketakadilan dalam penegakan hukum. Dan ketakadilan itu sesuatu yang mendesak apalagi ketidakadilan karena kekuasaan untuk menindak mereka yang ada di bawah," pungkas Lucius.

Sebelumnya, dalam sebuah pernyataan di sebuah acara televisi swasta, Menko Polhukam Mahfud MD yang menyebut DPR irit bicara dan ogah memanggil Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk membahas kasus tersebut di Senayan.

Menurut Mahfud, biasanya DPR sudah sibuk memanggil berbagai pihak untuk meminta kejelasan dari Polri. Bagi dia, pasifnya sikap DPR karena merupakan bagian dari masalah psikopolitik yang ada di Mabes Polri.

Menanggapi itu, Ketua Komisi III DPR Bambang Wuryanto alias Bambang Pacul menegaskan, DPR tidak berkomentar banyak dan memanggil Kapolri lantaran masih dalam masa reses. Justru, Bambang Pacul mempertanyakan Mahfud MD yang dinilainya terlalu banyak berkomentar dalam kapasitasnya sebagai Menko Polhukam.

"Jadi kalau Menko Polhukam ngomong bahwa itu DPR kok tidak ribut justru karena DPR sadar posisi. Kami malah justru bertanya apakah Menko Polhukam itu punya posisinya memang tukang komentar?" kata Bambang Pacul di Jakarta, Rabu (10/8).

Politikus PDI Perjuangan ini menilai Mahfud MD memberikan keterangan terkait kasus Brigadir J di luar tupoksi sebagai Menko Polhukam. Misalnya terkait penetapan tersangka, Mahfud MD bahkan mendahului Polri.

"Tersangka belum diumumkan, dia udah ngumumkan dulu. Apakah yang begitu itu jadi tugas Menko Polhukam). Saya bertanya sebagai ketua Komisi III, apakah itu masuk di dalam tupoksi Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan? Koordinator loh bukan komentator, Menteri Koordinator bukan menteri komentator," ujar Bambang Pacul.
 

Caleg Pilihan
Berita Lainnya
×
tekid