sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Analis: UU Cipta Kerja ubah struktur esensial negara

UU Cipta Kerja mencerminkan kenyataan bahwa pemerintah tidak lagi melayani kepentingan publik.

Valerie Dante
Valerie Dante Sabtu, 10 Okt 2020 13:23 WIB
Analis: UU Cipta Kerja ubah struktur esensial negara

Direktur Institute of Islamic Analysis of Development (INQIYAD) Fahmy Lukman menilai, UU Cipta Kerja telah mengubah struktur esensial dari Indonesia.

"Kita selama ini menyatakan diri sebagai negara demokratis, tetapi kini menjadi negara yang cenderung bersifat oligarki," sebut Fahmy dalam webinar 'Menimbang Dampak UU Omnibus Law: Ideologi, Politik, Ekonomi, Sosial Budaya, Pertahanan, dan Keamanan' pada Sabtu (10/10).

Dia menyebut, UU Cipta Kerja mencerminkan kenyataan bahwa pemerintah tidak lagi melayani kepentingan publik.

"Seperti ada konflik kepentingan. Pejabat publik mengambil kesempatan yang tampaknya tidak mendasarkan pada kepentingan publik itu sendiri," lanjutnya.

Tidak heran jika berbagai kalangan mulai mempertanyakan bahkan menolak UU yang resmi disahkan DPR pada Senin (5/10) tersebut.

"Mereka mulai buka suara dan bertanya, sebenarnya UU Cipta Kerja itu dibuat untuk melayani kepentingan siapa?" sebutnya. "Muncul praduga ada kepentingan kapitalis global besar, mereka diduga memanfaatkan UU itu untuk keberlanjutan usaha dan investasi, serta keamanan bisnis," tambah dia.

Dalam konteks terkait UU Cipta Kerja, Fahmy menilai adanya sejumlah regulasi yang patut diduga mengandung masalah kontroversial yang juga tercermin saat draf RUU masih dibahas.

"Pada saat masih dibahas, RUU Cipta Kerja sendiri memuat sejumlah pasal kontroversial, di antaranya terkait UU Ketenagakerjaan serta klaster lingkungan hidup," kata dia. "Ada pula beberapa pasal yang perlu perdebatan cukup dalam dan dicermati," jelas dia lagi.

Sponsored

Sebelumnya, sudah ada empat produk hukum yang juga kontroversial yang dibahas dengan pola yang cukup mirip dengan UU Cipta Kerja. Yakni, UU KPK, UU tentang Pertambangan Mineral dan Batu bara, UU tentang Mahkamah Konstitusi (MK), dan Perppu mengenai Covid-19.

Semua UU itu dibahas secara tertutup, terburu-buru, dan disinyalir dengan draf yang tidak terbuka sehingga publik kesulitan untuk mengaksesnya.

Berita Lainnya
×
tekid