sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Anti Pancasila dan menolak pembubaran FPI, poin krusial hasil TWK KPK

Dia menilai, narasi yang menyebut TWK sebagai akal bulus Ketua KPK untuk menyingkirkan beberapa orang, tidak mudah dibuktikan.

Achmad Rizki
Achmad Rizki Selasa, 08 Jun 2021 23:59 WIB
Anti Pancasila dan menolak pembubaran FPI, poin krusial hasil TWK KPK

Sebanyak 51 dari 75 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK) tidak bisa menjadi aparatur sipil negara (ASN). Poin krusial dari hasil tes adalah ketika ada pegawai komisi antirasuah mengakui setuju Pancasila sebagai dasar negara diganti. 

Anti Pancasila baru salah satu indikator yang membuat pegawai KPK mendapat label merah sehingga tak layak menjadi ASN. Masih ada delapan indikator lain. Seperti tidak setuju dengan kebijakan pemerintah membubarkan HTI dan FPI, atau kelompok radikal atau kelompok pendukung teroris.

Pakar Hukum Universitas Al-Azhar Indonesia, Suparji Ahmad menilai, kesalahan sejumlah pegawai KPK yang tidak lolos TWK cukup krusial. "TWK yang berkaitan dengan pilihan persetujuan Pancasila diubah, dan tidak setuju pembubaran FPI dan HTI, itu memang cukup krusial," kata Suparji kepada wartawan, Selasa (8/6).

Sehingga, asesor TWK memiliki hak untuk tidak meloloskan sejumlah pegawai KPK itu. "FPI dan HTI merupakan ormas yang dianggap terlarang. Jadi, kalau pendapatnya sudah begitu, maka asesor memang punya pendapat menganggap wawasan kebangsaannya tidak bisa dibina," ujar Suparji.

Sponsored

Dia pun menilai, narasi yang menyebut TWK sebagai akal bulus Ketua KPK Firli Bahuri untuk menyingkirkan beberapa orang, tidak mudah untuk dibuktikan. "Karena memang ada mekanisme yang dilaksanakan," ujarnya.

Meski demikian, narasi tersebut berkembang massif dan telah mempengaruhi sebagian masyarakat. Menurut Suparji, jika proses dan hasil TWK terus dijadikan polemik, bisa berdampak pada upaya KPK menuntaskan sejumlah perkara besar. 

"Keraguan tentang akan selesainya perkara-perkara besar, juga akan terjawab di masa-masa yang akan datang. Tapi mengingat polemik yang terjadi berkepanjangan seperti ini, akan mengendap perkara besar atau dengan kata lain tidak akan bisa tuntas secara cepat," kata Suparji.

Caleg Pilihan
Berita Lainnya
×
tekid