sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Bacakan pledoi, Sofyan Basir memohon untuk dibebaskan 

Sofyan Basir menolak segala tuntutan yang dituduhkan Jaksa KPK kepadanya.

Achmad Al Fiqri
Achmad Al Fiqri Senin, 21 Okt 2019 20:30 WIB
Bacakan pledoi, Sofyan Basir memohon untuk dibebaskan 

Mantan Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) Sofyan Basir mengajukan nota pembelaan atau pledoi atas tuntutan yang dilayangkan jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Dalam nota pembelaannya, Sofyan menyatakan keberatan dan menolak tuntutan yang dilayangkan oleh JPU KPK. Pasalnya, tuntutan yang dilayangkan kepada dirinya terkesan dipaksakan. Tujuannya agar dakwaan yang disangkakan dapat terbukti.

“KPK tidak mau melihat secara obyektif fakta yang terbangun di persidangan. Rangkaian fakta-fakta dan pertimbangan hukum dalam surat tuntutan sangat dipaksakan dengan tujuan agar uraian dalam dakwaan terbukti. Hal ini sungguh sangat memprihatinkan,” kata Sofyan saat membacakan nota pembelaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (21/10).

Sofyan mengaku, tidak mengetahui adanya insentif yang diterima Johannes Budisutrisno Kotjo dari China Hiadian Enginering Company Ltd (CHEC) sebesar Rp2,5% dari total nilai proyek PLTU MT Riau-1. Menurutnya, hal itu dapat dilihat dari keterangan Kotjo yang penah diperiksa dalam persidangan.

"Johanes Budisutrisno Kotjo di persidangan mengatakan bahwa saya tidak tahu menahu mengenai adanya fee agent dan rencana pembagian ke beberapa pihak sebagaimana telah direncanakan dan juga tidak ada rencana memberi bagian fee tersebut kepada saya," tutur dia.

Selain itu, Sofyan juga mengaku tidak mengetahui adanya janji atau kesepakatan pemberian uang secara bertahap sebesar Rp4,75 miliar dari Kotjo kepada Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Eni Maulani Saragih. Sofyan menyebut, pemberian uang itu terjadi pada 16 Februari 2016 ketika keduanya bertemu dengan Ketua DPR RI, Setya Novanto.

"Artinya janji atau kesepakatan pemberian uang tersebut telah terjadi sebelum mereka bertemu dengan saya sekitar bulan Juli 2016, sehubungan penyampaian keinginan Johanes Budisutrsino Kotjo ingin berpartisipasi dalam proyek pembangkit di Pulau Jawa dan Independent Power Producer (IPP) PLTU MT Riau-1," ucap dia.

Di samping itu, Sofyan juga merasa keberatan soal pertimbangan JPU KPK yang memberatkan dirinya. Dalam tuntutannya, JPU KPK menganggap hal yang memberatkan Sofyan Basir yakni tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas korupsi.

Sponsored

Dia mengaku, tidak terima soal tudingan jaksa tersebut. Baginya, KPK tidak dapat memahami perkembangan finansial di PT PLN. Dalam empat tahun terakhir, kata Sofyan, terjadi efisiensi penggunaan anggaran yang cukup signifikan.

"Kami malah bertanya kepada KPK, apakah ada oknum yang saling bekerja sama, yakni oknum pengusaha, notabene rekanan PT PLN dengan oknum internal KPK, yang ingin menghilangkan efisiensi penggunaan keuangan negara yang sedang kami bangun secara serius dengan cara melalui perkara ini," katanya.

Bahkan, kata Sofyan, PT PLN (Persero) telah bekerja optimal dalam mengupayakan pemberantasan korupsi di era kepemimpinannya. Salah satunya dengan penerapan nol toleran terhadap korupsi. Ini berlaku kepada seluruh jajarannya. Di samping itu, perusahaan listrik pelat merah itu juga telah membangun whistle blower system pengaduan yang langsung  kepada jajaran direktur utama.

"Oleh karena itu, berdasarkan kesimpulan di atas, dengan segala kerendahan hati, saya memohon kepada yang mulia majelis hakim yang mengadili perkara ini mohon kiranya berkenan dapat membebaskan saya dari seluruh tuntutan," tutur Sofyan.

Mantan Direktur Utama PT PLN (Persero) itu diketahui dituntut 5 tahun kurungan penjara dan denda Rp200 juta subsider 3 bulan kurungan oleh JPU pada KPK. Sofyan didakwa oleh Tim JPU KPK telah memfasilitasi pertemuan pemufakatan jahat dengan tiga terpidana kasus suap PLTU Riau-1.

Dia disebut telah memfasilitasi pertemuan antara Eni Maulani Saragih, Idrus Marham dan Johanes Budisutrisno Kotjo dengan jajaran Direksi PT PLN. Hal itu dimaksudkan untuk mempercepat proses kesepakatan proyek IPP PLTU MT Riau-1.

Berita Lainnya
×
tekid