sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Simalakama Gerindra masuk pemerintahan Jokowi

Risiko penambahan partai politik, justru memperpanjang proses pengambilan keputusan dalam pemerintahan.

Marselinus Gual
Marselinus Gual Rabu, 16 Okt 2019 12:49 WIB
Simalakama Gerindra masuk pemerintahan Jokowi

Arah politik Partai Gerindra lima tahun ke depan akan ditentukan Ketua Umum Prabowo Subianto dalam rapat pimpinan nasional (rapimnas) yang mulai digelar hari ini (16/10) di Hambalang, Jawa Barat. 

Sebelum menggelar konferensi nasional (konfernas) dan apel kader partai, Prabowo boleh dibilang sukses 'menjinakkan' sejumlah petinggi partai di koalisi pemerintahan. Sebut saja: PDIP, NasDem, PKB, PPP, dan Golkar. Dengan demikian, pintu masuk ke kabinet Presiden Joko Widodo terbuka lebar.

Pengamat Politik Pangi Syarwi Chaniago menilai, kesuksesan safari politik Prabowo, tidak lepas dari narasi yang diusung yakni membantu pemerintahan. Awalnya, safari politik dilakukan untuk rekonsiliasi pasca-Pilpres 2019. Namun, belakangan bergeser menjadi penerimaan dari parpol koalisi yang selama ini berseberangan.

"Ini tentu saja untuk mencairkan suasana, resistansi bergeser menjadi penerimaan mereka dengan terbuka. Yakni, tidak keberatan dengan bergabungnya Gerindra ke koalisi Pak Jokowi," kata Pangi Kepada Alinea.id pada Rabu (16/10).

Dibungkus dengan narasi membangun bangsa bersama-sama, Pangi meyakini, Gerindra dan parpol koalisi Joko Widodo sebenarnya memiliki kepentingan politik.

"Tetapi dalam politik, aktornya kan elite-elite. Yang mereka bicarakan adalah power sharing, tentu kekuasaan, untuk apa, dapat apa? Dapat apa? Ya tentu jelas adalah kue kekuasaan," jelas dia.

Megawati Adalah Kunci

Di sisi lain, Pangi menilai cairnya sikap Gerindra, karena sosok Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri. Jokowi disebut Pangi, bukan aktor utama dari keberhasilan Prabowo membujuk partai koalisi untuk menerima Gerindra. 

Sponsored

Dalam pengamatannya, Jokowi justru mengalami kesulitan karena masuknya Gerindra. Mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut, dinilai sudah pusing dengan penambahan parpol koalisi. 

Sebab kehadiran Gerindra, akan berdampak pada kebijakan Jokowi ke depan. Selain itu, risiko penambahan partai politik justru memperpanjang proses pengambilan keputusan.

"Konflik interest juga banyak. Membagi menteri juga repot karena terlalu gemuk dalam barisan Pak Jokowi," tutur Pangi.

Pangi menilai jalan masuk Gerindra ke koalisi Jokowi karena dominasi Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri. 

Mengingatkan kembali, usai menerima Prabowo di kediaman Megawati di Jalan Teuku Umar, Jakarta Pusat, Megawati menyebut tidak ada koalisi dan oposisi. Apalagi, Jokowi sendiri tidak keberatan apabila Gerindra bergabung dalam kabinet.

"Atau karena memang Pak Jokowi tak punya hak prerogatif. Pak Jokowi tidak punya kekuatan untuk menolak, kunci itu kemudian dibuka oleh Ibu Mega. Karena kan ketika kunci dibuka oleh Ibu Megawati, ya Prabowo melihat, oh ini ada peluang untuk bergabung," jelas Pangi.

Pangi juga mengkritik, upaya Gerindra masuk dalam kabinet Jokowi, dan terbukanya sikap parpol di koalisi.

Seharusnya, kata dia, sebagai pihak yang kalah dalam Pemilu, Prabowo dan anak buahnya sudah seharusnya mengambil posisi oposisi. 

Menurutnya, hal ini tidak lepas dari skema multipartai dalam sistem presidensial di Indonesia. Sistem itu memungkinkan elite-elite partai membagi kekuasaan.  

"Walaupun sebetulnya format politik kita ada penyesatan, ada keliru ketika peran ini tidak bisa diambil dengan tertib dan disiplin. Tapi faktanya, kita tidak mengerti mana yang bertarung, mana yang berdarah-darah dan mana yang awalnya sangat keras melawan Pak Jokowi. Tiba-tiba beradaptasi dengan cepat, kemudian masuk ke pemerintahan," kata Pangi.

Berita Lainnya
×
tekid