sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Bahas RUU Cipker, Baleg DPR dipergoki buruh rapat di hotel

KPBI mendesak Baleg DPR membatalkan proses pengesahannya, ada kesan mengebut pembahasan klaster ketenagakerjaan.

Akbar Ridwan
Akbar Ridwan Minggu, 27 Sep 2020 20:17 WIB
Bahas RUU Cipker, Baleg DPR dipergoki buruh rapat di hotel

Badan Legislatif (Baleg) DPR kepergok membahas Omnibus Law Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Cipker), Minggu (27/09), di Hotel Swissbell, Serpong, Tangerang Selatan. Hal itu disampaikan Ketua Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI), Ilhamsyah.

Menurut dia, awalnya terendus pembahasan dilakukan di Hotel Sheraton Bandara, Tangerang. Namun, ketika perwakilan buruh mendatangi lokasi, tiba-tiba mendapatkan kabar kalau Baleg DPR mengubah tempat rapat.

"Kenapa tidak rapat di DPR dan terkesan seperti menghindari 'fraksi balkon?' Kalau alasan gedung tutup, DPR kan, bisa meminta beroperasi pada Minggu. Ini alasannya teknis bukan substansi," kata Ketua KPBI Ilhamsyah dalam keterangan tertulis, Minggu (27/9).

Berkenaan beleid sapu jagat, KPBI mendesak Baleg membatalkan proses pengesahannya, terlebih ada kesan DPR mengebut pembahasan klaster ketenagakerjaan. Padahal, bagian itu masih bermasalah dan mendapatkan penolakan mayoritas buruh.

Selain dibahas tidak transparan, kata Ilhamsyah, klaster ketenagakerjaan bakal mengurangi hak-hak buruh yang sudah diatur dalam UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan. "Dengan kondisi seperti itu, buruh kehilangan daya tawar karena mudah di-PHK. Buruh susah berserikat. Alhasil, kondisi kerja akan semakin buruk dan menindas," bebernya.

Kendati demikian, KPBI menyampaikan apresiasi pada fraksi yang tegas menolak Baleg mengesahkan rumpun ketenagakerjaan dari RUU Cipta Kerja. KPBI juga mendesak agar fraksi-fraksi lainnya untuk tidak menyetujui klaster ketenagakerjaan dalam regulasi sapu jagat itu.

"Mengesahkan omnibus law sungguh pilihan politik yang merugikan bangsa Indonesia dan partai-partai politik itu sendiri. Rakyat akan semakin sadar partai-partai pendukung omnibus law itu jelas tidak memihak rakyat dan buruh merupakan kelompok pemilih dominan," ungkap Ilhamsyah.

Sementara Wakil Ketua Umum KPBI, Jumisih menambahkan, RUU Cipker tidak ramah terhadap buruh perempuan. Sebab, tidak ada ketegasan secara substansi terkait perlindungan hak maternitas, yaitu hak atas cuti haid, cuti keguguran, dan cuti melahirkan.

Sponsored

"Omnibus law juga melemahkan posisi buruh perempuan, karena serikat buruh sebagai wadah belajar dan berjuang bersama dilemahkan secara sistematis di omnibus law," pungkasnya.

KPBI dalam aliansi Gerakan Buruh Bersama Rakyat (Gebrak) menyatakan dengan tegas tetap menolak seluruh RUU Cipker. Regulasi ini dianggap akan memudahkan monopoli lahan oleh perusahaan besar dan menyingkirkan masyarakat adat serta petani dari ruang hidup mereka. Selain itu, mengancam menghilangkan hak-hak masyarakat pesisir dan nelayan.

Berita Lainnya
×
tekid