sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Bahas RUU Cipta Kerja, pemerintah-DPR justru ancam ekonomi dan lingkungan

RUU Cipta Kerja dapat menggagalkan komitmen iklim Indonesia

Fathor Rasi
Fathor Rasi Rabu, 15 Apr 2020 21:27 WIB
Bahas RUU Cipta Kerja, pemerintah-DPR justru ancam ekonomi dan lingkungan

Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja yang dipaksakan untuk dibahas oleh Pemerintah dan DPR justru berisiko menjadi blunder bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Bahkan, berisiko menggagalkan pencapaian komitmen iklim Indonesia.

“RUU tersebut tidak memiliki urgensi yang tinggi karena tidak relevan dengan kompleksitas kondisi ekonomi maupun sosial masyarakat sehingga pembahasannya selayaknya dihentikan,” kata M. Teguh Surya, Direktur Eksekutif Yayasan Madani Berkelanjutan dalam Diskusi Online “RUU Cipta Kerja dan risiko terhadap hutan dan iklim Indonesia”, Rabu (15/4/2020).

Harusnya, sambung Teguh, reformasi tata kelola di sektor sumber daya alam melalui pembentukan UU Pokok Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup serta penguatan KPK menjadi prioritas pemerintah dan DPR, untuk meningkatkan perekonomian nasional.

"Mengingat model ekonomi kita masih bergantung pada ekstraksi sumber daya alam dan miskin inovasi," paparnya.

Dijelaskan Teguh, dari sisi investasi, Indonesia masuk peringkat ketiga di Asia sebagai negara yang paling diminati. Namun, lanjut dia, korupsi masih menjadi penghambat utama.

"Inilah akar masalah yang seharusnya dibersihkan terlebih dahulu. Langkah riil yang dapat dilakukan pemerintah bersama dengan wakil rakyat setidaknya dengan menindaklanjuti hasil kajian harmonisasi regulasi, untuk reformasi tata kelola sektor sumber daya alam yang disusun KPK, tahun 2018," urainya.

Kemudian, kata dia, hasil kajian tersebut dapat dirumuskan menjadi Omnibus Law Pengelolaan SDA. "Urgensinya lebih tinggi dibandingkan dengan RUU Cipta Kerja sebab terdapat tumpang tindih pengaturan pada 26 undang-undang,” tambah Teguh.

Senada disampaikan M. Arief Virgy, Insight Analyst Yayasan Madani Berkelanjutan, bahwa RUU Cipta Kerja berisiko menghambat, bahkan menggagalkan komitmen Iklim Indonesia, khususnya di sektor Kehutanan.

Sponsored

“Dari hasil kajian Madani, ada lima temuan penting mengapa RUU Cipta Kerja dapat menghambat dan menggagalkan komitmen iklim Indonesia. Jika pasal-pasal yang melemahkan aturan perlindungan hutan alam dan lingkungan hidup dalam RUU Cipta Kerja diterapkan, risiko hilangnya hutan alam akan meningkat lebih cepat," terangnya.

Arief lantas memaparkan lima temuan penting tersebut, yakni:

Pertama, ada lima provinsi yang terancam kehilangan seluruh hutan alamnya akibat deforestasi.

Kedua, ada empat provinsi terancam kehilangan hutan alam di luar PIPPIB (baca; diluar hutan yang telah dilindungi). 

Ketiga, kuota deforestasi sebesar 3,25 juta hektare yang tidak boleh terlampaui untuk mencapai target NDC (Nationally Determined Contribution) di sektor kehutanan akan terlampaui pada tahun 2025. 

Keempat, kesempatan menyelamatkan hutan alam seluas 3,4 juta hektare yang terlanjur berada dalam dalam perkebunan sawit akan hilang. 

Kelima, tutupan hutan alam di 45 daerah aliran sungai (DAS) di Papua Barat pada tahun 2058 terancam turun hingga 0%-20%, jika Peta Indikatif Areal Perhutanan Sosial (PIAPS) dan PIPPIB tidak berhasil dilindungi.

“RUU Cipta Kerja berisiko melemahkan aturan perlindungan hutan dan lingkungan hidup. Mengingat aturan yang ada pada saat ini saja belum cukup kuat dan masih banyak dilanggar, dilemahkannya aturan perlindungan lingkungan hidup atas nama peningkatan investasi adalah blunder pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan risiko bencana,” pungkas Arief Virgy.

Berita Lainnya
×
tekid