sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Bamsoet tepis hoaks dan propaganda UU Ciptaker

Informasi jam kerja eksploitatif dalam UU Cipta Kerja tidak benar.

Fathor Rasi
Fathor Rasi Kamis, 08 Okt 2020 12:48 WIB
Bamsoet tepis hoaks dan propaganda UU Ciptaker

Ketua MPR RI Bambang Soesatyo memastikan pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja oleh DPR bersama Pemerintah bertujuan untuk mempermudah masuknya investasi, membuka lapangan kerja, meningkatkan kompetensi tenaga kerja Indonesia yang akhirnya akan mendongkrak daya saing Indonesia di mata dunia.

Hal ini disampaikannya merespons misinformasi, propaganda, hoaks, dan disinformasi yang mendeskriditkan UU Cipta Kerja.

"Sebagai contoh, ada isu yang menyatakan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK), dan Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMS) dihapus. Padahal tidak seperti itu. Pasal 88 c UU Cipta Kerja tegas menyatakan gubernur wajib menetapkan Upah Minimum Provinsi/UMP (ayat 1) dan dapat menetapkan UMK (ayat 2). Penetapan UMK harus lebih tinggi dibanding UMP (ayat 5)," ujar Bamsoet dikutip dari laman resmi MPR RI, Kamis (8/10).

Dia juga menepis adanya informasi lainnya yang menyatakan waktu kerja terlalu eksploitatif, tak berperikemanusiaan, serta menghilangkan hak cuti. Bamsoet mengatakan informasi tersebut tidak benar karena Pasal 77 Ayat 2 UU Cipta Kerja mengatur waktu kerja untuk 5 hari kerja sebanyak 8 jam per hari, serta untuk 6 hari kerja sebanyak 7 jam per hari.

"UU Cipta Kerja juga memberikan kesempatan pelaku usaha digital bisa tumbuh dan berkembang. Karenanya, di Pasal 77 ayat 3 dijelaskan, ketentuan Pasal 77 Ayat 2 tentang Waktu Kerja tak berlaku untuk sektor usaha atau pekerjaan tertentu. Mengingat trend pekerjaan di era Revolusi Industri 4.0 menuntut waktu kerja yang fleksibel, sesuai kesepakatan pekerja dengan pemberi kerja," terangnya.

Ketentuan ini, lanjut dia, justru membuat pekerja lebih nyaman menggunakan waktu kerjanya. "Tidak perlu seharian di kantor, melainkan bisa melakukan pekerjaan dari rumah dan dari tempat manapun," imbuhnya. 

Terkait pesangon, Bamsoet menerangkan bahwa dalam peraturan sebelumnya, pesangon diberikan sebesar 32 kali gaji dan hanya 7% perusahaan yang taat karena besarnya beban yang ditanggung.

Aturan tersebut, jelas politisi Golkar ini, justru membuat ketidakpastian hukum bagi para pekerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK), dan juga memberatkan investor yang ingin masuk ke Indonesia. Dia menegaskan pemberian pesangon tetap menjadi prioritas dalam UU Cipta Kerja. 

Sponsored

"Penyesuaian pesangon menjadi 25 kali gaji merupakan hal realistis. Tak memberatkan perusahaan juga tak mengecilkan pekerja. Sehingga bisa menghadirkan win-win solution bagi pengusaha dan pekerja," bebernya saat kunjungan reses dan temu tokoh masyarakat Purbalingga.

Ke depan, lanjut Bamsoet, perusahaan tidak bisa berkilah dengan berbagai alasan untuk tak membayar pesangon.

"Bahkan, dalam UU Cipta Kerja juga terdapat aturan baru perlindungan sosial berupa Jaminan Kehilangan Pekerjaan atau JKP (Pasal 18). Keberadaan JKP tak menambah beban pekerja, karena keberadaannya dimaksudkan sebagai up grading dan up skilling serta membuka akses informasi ketenagakerjaan bagi pekerja yang menghadapi PHK," kata Bamsoet.

Berita Lainnya
×
tekid