sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Bayang-bayang maut di ruang-ruang isolasi mandiri

Jumlah pasien Covid-19 yang meninggal saat menjalani isolasi mandiri terus bertambah.

Kudus Purnomo Wahidin
Kudus Purnomo Wahidin Minggu, 11 Jul 2021 11:01 WIB
 Bayang-bayang maut di ruang-ruang isolasi mandiri

Setelah dinyatakan positif Covid-19 pada 2 Maret 2021, Depe memutuskan untuk menjalani isolasi mandiri di kediamannya Kunciran, Tangerang, Banten. Baru dua hari mengisolasi diri bersama sang istri, kondisi kesehatan Depe tiba-tiba memburuk.  

Saat berbincang via video call, Setu, adik ipar Depe, menyaksikan sendiri bagaimana Depe kepayahan menghadapi Covid-19. Selain nafasnya tersengal-sengal, sang kakak ipar yang baru berusia 29 tahun itu juga mulai kesulitan berbicara. 

"Ngomongnya juga sudah ngelantur. Waktu awal-awal kena, mereka (Depe dan kakak Setu) baik- baik saja," kata Setu, 28 tahun, kepada Alinea.id, Minggu (4/7). 

Melihat Depe kewalahan, Setu menyarankan agar mereka dirawat di rumah sakit. Apalagi, Depe dan istrinya hanya mengandalkan obat-obatan yang dibeli secara daring saat isolasi mandiri. Tak ada petugas kesehatan yang memantau secara langsung kondisi mereka. 

"Tapi, kakak ipar saya itu susah kalau mau dibawa ke rumah sakit. Bilangnya entar-entaran mulu. Padahal, bapak saya sudah bilang ke rumah sakit aja biar kepantau dan enggak bikin khawatir," kata Setu. 

Setelah terus dibujuk, menurut Setu, sang kakak ipar akhirnya bersedia menuruti permintaan keluarga pada Minggu, 7 Maret 2021. Nahas, Depe keburu tak sadarkan diri hari itu. 

Dari rumah mereka di kawasan Cipete, Jakarta Selatan, bersama sang ayah, Setu segera berangkat menuju rumah kakak iparnya. Tiba di lokasi, Setu langsung menghubungi pihak Puskesmas Kunciran, Tangerang, dan meminta ambulans.

"Ternyata pas perawat datang dari ambulans, mereka bilang ternyata kakak ipar saya sudah enggak ada. Tepat di hari Minggu enggak adanya (meninggal) itu. Sore sekitar jam 4 kurang. Posisi meninggalnya di kasur, seperti duduk di kasur," kata Setu.

Sponsored

Menurut Setu, Depe meninggal karena telat mendapatkan penanganan medis. Ia meyakini sang kakak ipar tidak akan dijemput maut seandainya sejak awal mau dirawat di rumah sakit. "Setahu saya, dia tidak punya penyakit dalam," kata Setu. 

Statistik kemudian mencatat Depe sebagai pasien Covid-19 yang meninggal saat menjalani isolasi mandiri (isoman). Sejak jumlah kasus Covid-19 melonjak tajam dalam beberapa pekan terakhir, pasien isoman yang bernasib serupa dengan Depe terus bertambah. 

Menurut catatan Lapor Covidi-19, setidaknya ada 265 pasien Covid-19 yang dilaporkan meninggal ketika menjalani isolasi mandiri sejak awal Juni hingga awal Juli 2021. Angka "puncak gunung es" itu diperoleh tim Lapor Covid-19 dari penelusuran media, unggahan media sosial, dan laporan langsung warga.

"Fenomena ini menjadi potret nyata kolapsnya fasilitas kesehatan yang menyebabkan pasien Covid-19 kesulitan mendapatkan layanan medis yang layak," tulis Lapor Covid-19 dalam keterangan tertulis kepada media, Sabtu (3/7). 

Korban meninggal itu tersebar di 47 kota dan kabupaten di 10 provinsi, yakni DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Lampung, Kepulauan Riau, Riau, dan Nusa Tenggara Timur. Kasus kematian pasien isoman terbanyak terjadi Jawa Barat, yakni sebanyak 97 kasus. 

Petugas mengendarai ambulans berisi pasien memasuki RSD Covid-19 di Wisma Atlet, Kemayoran, Jakarta, Selasa (24/3/2020). Foto Antara/Aditya Pradana Putra

Fokus di DKI

Penanggung jawab program Isolasi Mandiri Terpantau atau Isomantau Medical Emergency Rescue Committee (MER-C) Tasykuru Rizqa mengatakan kebanyakan pasien positif Covid-19 kini lebih memilih menjalani isolasi mandiri lantaran hampir semua fasilitas kesehatan penuh. 

Opsi isoman itu, kata Tasykuru, juga dilematis. Pasalnya, banyak pasien isoman yang meninggal karena tidak terpantau oleh petugas kesehatan dari pemerintah setempat. 

"Melihat banyak pasien isoman yang meninggal di rumah kami membuat program Isomantau supaya mereka bisa terpantau dan tidak kebablasan," kata Tasykuru kepada Alinea.id, Sabtu (3/7).

Isomantau resmi Mer-C diluncurkan 29 Juni 2021. Menurut Tasykuru, inisiatif itu digagas setelah melihat pandemi yang semakin memburuk di beberapa kota. "Dimulai dari Kudus, kemudian Bangkalan, terus sekarang yang paling parah adalah DKI Jakarta," kata dia. 

Saat ini, tingkat keterisian tempat tidur (bed occupancy ratio/BOR) di DKI telah mencapai lebih dari 90%. Sebagian rumah sakit rujukan Covid-19 bahkan mengalihfungsikan lahan parkirnya dan ruang-ruang kosong di rumah sakit untuk jadi ruang isolasi. 

Untuk menyiasati penumpukan pasien, Pemprov DKI telah menganjurkan agar pasien Covid-19 yang bergejala ringan atau tanpa gejala untuk menjalani isolasi mandiri. Namun demikian, menurut Tasykuru, banyak pasien yang kondisinya justru memburuk saat isolasi mandiri.

"Misalnya, di hari kelima, keenam, ketujuh. Dia awalnya cuma demam saja, tapi tiba-tiba hari keenam atau ketujuh itu mungkin ada keluhan sesak. Kami katakan kondisinya sudah tidak memungkinkan untuk dirawat di rumah. Harus dibawa ke rumah sakit," ujar Tasykuru. 

Sejauh ini, MER-C sudah mendampingi sebanyak 100 pasien Covid-19 yang melakukan isolasi mandiri di rumah. Setiap peserta program Isomantau didampingi dokter dan tenaga kesehatan dari MER-C yang siap memberikan konsultasi secara gratis hingga sembuh. 

Pemantauan dan konsultasi, lanjut Tasykuru, dijalankan secara daring atau yang beken disebut telemedicine. Setiap hari, grafik kesehatan pasien dicek. Jika kondisinya memburuk, tim dari Isomantau bakal merekomendasikan agar pasien dirujuk ker rumah sakit. 

"Dari program ini, kita cegah supaya orang kondisinya tidak semakin memburuk dan dari sini kita bisa triase atau memilah siapa saja yang ke rumah sakit. Supaya yang ke rumah sakit tepat sasaran dan rumah sakit bisa bekerja optimal," ujar Tasykuru. 

Untuk sementara, menurut Tasykuru, MER-C bakal fokus memberikan layanan Isomantau untuk pasien di DKI Jakarta saja. Selain karena merupakan daerah yang paling parah dihantam pandemi, dokter pendamping dari MER-C juga terbatas jumlahnya. 

"Tapi, tidak menutup kemungkinan jika nanti sistemnya membaik, terus tenaga relawan juga sudah semakin banyak, bisa kami perluas jangkauan pelayanannya hingga ke daerah-daerah lain," kata perempuan berusia 33 tahun itu. 

Ilustrasi pasien Covid-19 yang meninggal saat isolasi mandiri. /Foto Pixabay

Butuh terobosan 

Epidemiolog dari Universitas Indonesia (UI) Tri Yunis Miko Wahyono berpandangan pemerintah pusat dan daerah harus membuat terobosan untuk mengatasi masalah kematian pasien isoman. Ia khawatir isolasi mandiri malah tidak efektif lantaran minim pemantauan. 

"Pemda harus cepat-cepat mengatasi ini semua. Jadi, pada satgas kabupaten harus membuat SOP (standard operation procedure) kalau dia (pasien positif Covid-19) isolasi di rumah bagaimana dan kalau meninggal di rumah bagaimana," ucap Miko kepada Alinea.id, Sabtu (3/7).

Miko menegaskan isoman hanya direkomendasikan bagi pasien bergejala ringan dan OTG. Pasien yang bergejala sedang dan berat wajib dirawat di rumah sakit karena kondisi kesehatannya bisa memburuk dan butuh penanganan medis yang cepat. 

"Tidak ada alasan untuk merawat pasien yang sedang dan berat di rumah. Menurut saya, semua rumah sakit harus memasang tenda untuk pasien yang sedang dan berat," ujar Miko.

Lebih jauh, Miko meminta agar puskesmas lebih proaktif untuk menjemput bola. Menurut dia, saat ini banyak warga yang meninggal akibat Covid-19, tapi tidak terpantau oleh pemerintah. "Jangan tinggal diam kalau tiba-tiba banyak orang meninggal dalam satu wilayah. Situasi sekarang betul-betul krisis," ujar Miko.

Infografik Alinea.id/Dwi Setiawan

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Siti Nadia Tarmizi mengatakan Kemenkes juga sudah merilis program telemedicine untuk para pasien Covid-19 yang menjalani isolasi mandiri. 

Syaratnya, para pasien yang positif harus menjalani tes usap (swab) Covid-19 di labolatorium yang terafiliasi dengan Kemenkes. Selain konsultasi kesehatan, Kemenkes juga mengirimkan obat-obatan gratis untuk pasien Covid-19 yang melakukan isolasi mandiri di rumah. 

Nadia mengatakan, Kemenkes bekerja sama dengan berbagai platform kesehatan online untuk menghadirkan layanan tersebut. "Kami pantau (isolasi mandiri) dari telemedicine ini, dari dokter mereka," kata Nadia kepada Alinea.id. 

Seperti Isomantau MER-C, program telemedicine bagi pasien Covid-19 Kemenkes juga baru terbatas di wilayah DKI Jakarta. Untuk pasien di luar DKI Jakarta, Nadia mengatakan, pihaknya masih mengandalkan layanan konsultasi dari puskesmas setempat. "Kita fokus dulu di DKI dan sekitarnya yang dengan kasus tertinggi," imbuh dia.

Caleg Pilihan
Berita Lainnya
×
tekid