sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Bertaruh risiko penularan Covid-19 di mal Jakarta

Sebanyak 80 mal dibuka di Jakarta pada 15 Juni 2020. Ada kekhawatiran timbul kluster penularan Covid-19 di pusat perbelanjaan.

Kudus Purnomo Wahidin Akbar Ridwan
Kudus Purnomo Wahidin | Akbar Ridwan Sabtu, 20 Jun 2020 16:47 WIB
Bertaruh risiko penularan Covid-19 di mal Jakarta

Siang itu, Julianti tengah sibuk menata meja dan kursi pelanggan di sebuah kafe di Mal Ciputra, Grogol, Jakarta Barat. Perempuan berusia 24 tahun yang bekerja sebagai barista itu sibuk mengatur tata letak agar sesuai standar protokol kesehatan Covid-19.

“Kami mengurangi 50% dari kapasitas normal untuk menyesuaikan prinsip physical distancing,” kata dia saat berbincang dengan reporter Alinea.id, Rabu (17/6).

Julianti menyambut baik dibukanya kembali mal karena bisa meningkatkan omzet penjualan di kafenya. "Setelah sekian bulan mengalami penurunan akibat PSBB (pembatasan sosial berskala besar) dan WFH (work from home),"ucapnya.

Kini, ia bisa meracik kopi yang dapat dinikmati pengunjung langsung di kafe tempatnya bekerja. Sebelumnya, lantaran PSBB, kopi racikan Julianti hanya bisa dibawa pulang.

Ada saja yang melanggar

Pada 4 Juni 2020, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menetapkan Ibu Kota menjalani PSBB transisi menuju new normal atau kenormalan baru hingga akhir Juni 2020. Secara bertahap, aktivitas ekonomi dan sosial dibuka kembali.

Pada 15 Juni 2020, ada 80 mal yang kembali dibuka. Rinciannya, 26 mal di Jakarta Selatan, 21 mal di Jakarta Pusat, 12 mal di Jakarta Utara, 11 mal di Jakarta Timur, dan 10 mal di Jakarta Barat.

Tak hanya Julianti, Firman Gumelar pun senang dengan dibukannya kembali pusat perbelanjaan. Pria 25 tahun yang bekerja di toko tas di Mal Ciputra ini mengenakan pelindung wajah untuk mencegah penularan virus.

Sponsored

"Agar kami juga tidak membahayakan pembeli," ucapnya.

Meski tokonya belum ramai didatangi pembeli, Firman mengatakan, pihak pengelola mal mewajibkan semua pelaku usaha di Mal Ciputra untuk mempersiapkan semua hal terkait protokol kesehatan.

"Kami diminta untuk mulai terbiasa melayani pengunjung dengan protokol kesehatan," katanya.

Seorang pengunjung Mal Ciputra, Nur Ahmad mengatakan, protokol kesehatan yang dilakukan pengelola mal sudah cukup baik. "Tinggal bagaimana pengunjung mau komitmen atau tidak untuk mencegah persebaran Covid-19," ucap warga Kedoya, Jakarta Barat tersebut.

Ahmad menilai, pencegahan penularan virus di mal tak cukup hanya memeriksa pengunjung di pintu masuk. Katanya, risiko penularan juga bisa terjadi di dalam mal.

"Soalnya orang masih bisa berkerumun di dalam mal, kalau enggak diawasin," ucapnya.

Pihak pengelola Mal Ciputra memang tampak siap menghadapi adaptasi tatanan baru. Terlihat, di depan pintu masuk sudah tersedia penyanitasi tangan. Petugas pun sigap mengukur suhu tubuh pengunjung sebelum masuk mal.

Selain itu, tanda jaga jarak fisik juga sudah terpasang di lantai maupun kursi dan meja pengunjung restoran. Beberapa toko yang ada di lantai dasar hingga lantai delapan pun menyediakan fasilitas pencuci tangan. Akan tetapi, belum semua toko memasang tanda jaga jarak fisik.

Tampak pula aparat keamanan dari unsur TNI yang berjaga di setiap pintu masuk mal. Mereka menertibkan pengunjung yang tidak memenuhi syarat protokol kesehatan, seperti tak mengenakan masker.

Meski begitu, masih ada saja pengunjung yang tidak menaati protokol kesehatan, seperti berkerumun di sebuah restoran dan tak mengenakan masker. Padahal, sudah ada informasi larangan berkerumun yang dipasang pihak restoran. Pengunjung ada yang melepaskan masker setelah lolos dari pemeriksaan petugas di pintu masuk.

Sanksi untuk yang tak patuh

Keadaan Mal Ciputra, Jakarta Barat, yang masih sepi pengunjung, Rabu (17/6/2020). Alinea.id/Kudus Purnomo Wahidin.

Ketua Umum Asosiasi Persatuan Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Stefanus Ridwan mengatakan, ada dua keuntungan yang diperoleh dengan kembali dibukanya mal. Pertama, karyawan yang dirumahkan bisa kembali bekerja.

"Sehingga lapangan kerja bertambah. Di Jakarta saja sudah 160.000 orang bekerja lagi, apalagi di seluruh Indonesia. Kedua, kita juga menyediakan tempat berbelanja yang lebih aman dibandingkan tempat lain," ujarnya saat dihubungi, Rabu (17/6).

Ia mengklaim, pembukaan mal mengikuti prosedur new normal. Menurut dia, APPBI menjalankan semua persyaratan yang harus dipenuhi. Hal itu mendorong semua pengelola mal dan pengusaha yang membuka gerai wajib menerapkan protokol kesehatan.

“Hasil pemeriksaan para pejabat, baik itu dari kementerian, pemerintah daerah, wakil rakyat, aparat yang meninjau persiapan dan setelah pembukaan, memang cukup bagus,” katanya.

Perihal protokol kesehatan di mal, beberapa instansi terkait sudah menerbitkannya. Pada 20 Mei 2020, Menteri Kesehatan (Menkes) Terawan Agus Putranto mengeluarkan Surat Edaran Nomor HK.02.01/MENKES/335/2020 tentang Protokol Pencegahan Covid-19 di Tempat Kerja Sektor Jasa dan Perdagangan.

Menteri Perdagangan (Mendag) Agus Suparmanto pun mengeluarkan Surat Edaran Nomor 12 Tahun 2020 tentang Pemulihan Aktivitas Perdagangan yang Dilakukan Pada Masa Pandemi Covid-19 dan New Normal pada 28 Mei 2020.

Dua surat edaran itu mengatur soal protokol kesehatan di mal yang kurang lebih isinya sama, seperti menyediakan fasilitas cuci tangan, kontrol suhu tubuh di bawah 37,3 derajat Celsius, menjaga jarak fisik paling tidak 1,5 meter, dan mewajibkan mengenakan masker.

APPBI DKI Jakarta pun sudah mengeluarkan 18 aturan protokol kesehatan di mal yang lebih rinci, di antaranya eskalator diberi tanda jarak antarorang, antrean di toilet minimal satu meter, kapasitas lift hanya untuk enam orang, parkir sepeda motor berjarak satu meter, dan jam operasional dari pukul 11.00 hingga 20.00.

Pengunjung Mal Ciputra, Jakarta Barat melakukan jaga jarak fisik dan menunggu giliran mencuci tangan di pintu masuk mal, Rabu (17/6/2020). Alinea.id/Kudus Purnomo Wahidin.

Jika diselisik, ada sedikit perbedaan antara surat edaran Mendag dan protokol dari APPBI. Di surat edaran Mendag disebut pengaturan sirkulasi dan batasan waktu kunjungan, serta jumlah pengunjung maksimal 35% dari jumlah kunjungan saat kondisi normal. Suhu tubuh pun diatur harus di bawah 37,3 derajat Celsius.

Sementara dalam aturan protokol kesehatan APPBI disebutkan, restoran dine in dan food court kapasitas maksimal hanya 50%. Sedangkan suhu tubuh harus di bawah 37,5 derajat Celsius.

Terlepas dari itu, Stefanus mengatakan, bakal ada sanksi berupa larangan masuk untuk pengunjung mal yang tak melakukan protokol kesehatan. Penyewa gerai di dalam mal pun akan dikenakan sanksi jika tak ikut aturan.

“Kalau enggak bisa diperingatkan, kita suruh tutup,” tuturnya.

Stefanus pun menuturkan, pihaknya juga meminta petugas di mal bertindak tegas agar tidak ada yang berani main-main dengan ketentuan yang berlaku. Ia bilang, rata-rata mal sudah memiliki tim darurat, jika terjadi sesuatu.

Dihubungi terpisah, Ketua II Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 DKI Jakarta Catur Laswanto meminta pengunjung mal tetap patuh terhadap protokol kesehatan.

"Setiap orang yang berada di tempat umum, termasuk mal berkewajiban menggunakan masker," ucapnya saat dihubungi, Kamis (18/6).

Ia pun meminta pihak pengelola mal untuk tegas terhadap pengunjung yang tak mematuhi protokol kesehatan. Ia juga mendesak pengelola mal disiplin menjalankan protokol yang sudah ditetapkan.

"Bila ada mal yang terbukti tidak melaksanakan ketentuan, tentu akan dikenakan sanksi," ujarnya.

Namun, Catur enggan mengungkapkan sanksi apa yang bakal dilakukan bila ada mal yang melanggar aturan. Sementara itu, Direktur Sistem Penanggulangan Bencana Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Udrekh mengatakan, Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 dan Kemenkes tengah merumuskan aturan bagi warga yang berkunjung ke mal.

Beberapa waktu lalu, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sudah menyatakan, akan menutup mal di Ibu Kota yang tak disiplin protokol kesehatan. Terlebih jika mal itu sampai menjadi klaster baru penularan virus.

Belum waktunya dibuka?

Pengamat kebijakan publik Agus Pambagio menilai, kebijakan membuka mal di tengah pandemi seharusnya mengacu pada bukti ilmiah SARS-CoV-2 di lapangan. Hal itu bisa dilihat dengan mengikuti rekomendasikan World Health Organization (WHO), yakni harus dilakukan tes terhadap 10.000 orang per satu juta penduduk. Jika itu sudah dilakukan dan kurva kasus positif Covid-19 sudah melandai, kata dia, mal baru boleh dibuka.

“Kalau sekarang kan enggak. Bukti scientific evidence-nya mana? Orang naik terus kok (kasus positif Covid-19) dan belum 10.000 orang dites per satu juta penduduk,” ucapnya saat dihubungi, Rabu (17/6).

Agus menilai, Indonesia tengah dilanda krisis kesehatan, bukan ekonomi. Bila perekonomian anjlok, kata Agus, hal itu disebabkan pemerintah yang tak serius menangani pandemi Coronavirus jenis baru sejak awal.

Sebuah restoran di Mal Ciputra, Jakarta Barat ditandai mejanya sebagai penanda jaga jarak fisik pengunjung, Rabu (17/6/2020). Alinea.id/Kudus Purnomo Wahidin.

“Termasuk tidak mau pakai lockdown. PSBB-nya kan juga setengah-setengah. Makanya saya bilang, kalau semuanya setengah-setengah enggak usah diatur karena semua aturannya ambigu,” ujarnya.

Terlepas dari hal itu, Agus mengakui penerapan protokol kesehatan di mal lebih baik jika dibandingkan dengan pasar tradisional dan kaki lima. Menurut Agus, mal lebih mudah menerapkan aturan karena ada pembatasan 50% dari kapasitas normal dan kontrol di pintu masuk.

“Meskipun sekali lagi pembukaan itu tidak berdasarkan scientific evidence,” katanya.

Senada dengan Agus, Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Hermawan Saputra menilai, pembukaan mal dilakukan di waktu yang tidak tepat. Berdasarkan perhitungannya, ia memandang pusat perbelanjaan baru bisa dibuka pada pertengahan atau akhir Juli 2020.

Alasannya, Hermawan mengatakan, puncak pandemi Covid-19 di Indonesia belum terjadi. Ia berkaca pada penambahan kasus terkonfirmasi positif Covid-19 di Jakarta yang masih turun-naik.

“Walaupun mal dibuka dengan protokol ketat, tetap menyisakan kekhawatiran,” katanya saat dihubungi, Rabu (17/6).

Sama seperti Agus, Hermawan menilai, dengan pengunjung kelas menengah ke atas yang membuat mal terkesan lebih bersih dan nyaman, mal lebih memungkinkan menerapkan protokol kesehatan ketimbang pasar tradisional. Meski di pusat perbelanjaan kontak dengan banyak orang pasti terjadi.

“Ada penjual, ada barang, dan ada pembeli,” ucapnya.

Ia menyarankan, karyawan dan penyewa gerai di mal seharusnya sudah dites Covid-19, terutama yang berbasis polymerase chain reaction (PCR). Pemeriksaan itu perlu dilakukan karena terkait dengan penerapan protokol kesehatan. Tujuannya agar tak satupun pegawai toko yang positif Covid-19 masuk ke dalam mal.

Hermawan mengingatkan para pengelola mal untuk ikut memberikan edukasi kepada pengunjung, agar tetap menjalankan protokol kesehatan, seperti menjaga kebersihan, mengenakan masker, dan menjaga jarak fisik. Hal tersebut, bisa dilakukan dengan memasang poster informasi.

Infografik mal. Alinea.id/MT Fadillah.

“Di sisi lain pemerintah, berkaitan dengan upaya penegakan ini, harus terus melakukan pengawasan. Artinya, ada yang disebut health protocol, ada juga yang disebut health control," ujarnya.

Langkah-langkah tadi, ungkap Hermawan, harus dilakukan karena menyangkut dengan keselamatan pengunjung, yang merupakan kelompok dinamis dan punya aneka motif mengunjungi mal.

“Bisa karena pertemuan, mau makan, belanja, dan lain-lain. Hal inilah yang menyebabkan resiko itu tetap ada,” ucapnya.

Di sisi lain, terkait barang yang dijual , Hermawan menekankan harus benar-benar dipastikan kebersihannya. “Mulai proses bongkar muat sampai dijajakan di kios-kios mal, sehingga pengunjung atau pembeli juga nyaman menjaga kesehatan di mal,” katanya.

Berita Lainnya
×
tekid