sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Bila Kemhan tetap ngebet bentuk Komcad

Koalisi Masyarakat Sipil beber empat persoalan serius terkait pembentukan Komcad.

Manda Firmansyah
Manda Firmansyah Selasa, 26 Jan 2021 08:20 WIB
Bila Kemhan tetap ngebet bentuk Komcad

Langkah Kementerian Pertahanan (Kemhan) untuk segera memulai proses perekrutan dan pelatihan Komponen Cadangan Pertahanan Negara (Komcad) dalam sorotan Koalisi Masyarakat Sipil. Sebab, masih banyak 'PR' ditubuh TNI, termasuk minimnya kesejahteraan prajurit.

Koalisi menilai, pembentukan Komcad terburu-buru mengingat tidak hanya urgensinya saja dipertanyakan. Namun, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara (UU PSDN) juga memiliki beberapa permasalahan fundamental, karena mengancam hak-hak konstitusi warga negara dan mengganggu kehidupan demokrasi.

“Jika rencana tersebut tetap dipaksakan, keberadaan komponen cadangan bukannya akan memperkuat pertahanan negara, tapi sebaliknya memunculkan masalah-masalah baru. Dalam konteks ini, pemerintah semestinya mencermati secara serius berbagai kritik dan penolakan publik terkait rencana pembentukan Komponen Cadangan Pertahanan Negara,” ujar perwakilan koalisi sekaligus Direktur Imparsial, Gufron Mabruri dalam keterangan tertulis, Selasa (26/1).

Pembentukan Komcad oleh kementerian yang dipimpin Prabowo itu perlu mempertimbangkan skala prioritas agenda reformasi di sektor keamanan. Apalagi, pembangunan TNI sebagai komponen utamanya masih menyisakan pekerjaan rumah. Misalnya, terkait modernisasi alutsista yang tertatih-tatih karena anggaran terbatas, minim kesejahteraan prajurit, hingga agenda reformasi TNI yang belum tuntas.

Koalisi kemudian membeberkan beberapa permasalahan serius dalam UU PSDN. Pertama, luasnya ruang lingkup ancaman yang terdiri dari ancaman militer, ancaman nonmiliter, dan hibrida.

Komcad pun, jelasnya, dapat disalahgunakan dalam menghadapi ancaman keamanan dalam negeri, seperti dalih bahaya komunisme, hingga terorisme yang berpotensi menimbulkan konflik horizontal. Padahal, lanjut Gufron, pembentukan dan penggunaan Komcad semestinya diorientasikan untuk mendukung TNI sebagai komponen utama dalam menghadapi militer dari luar.

Kedua, narasi bela negara inskonsisten. Koalisi menilai UU PSDN secara eksplisit menyatakan wajib militer menjadi bela negara dan Komcad disiapkan untuk tujuan tersebut. Padahal, urai Gufron, bela negara dalam diwujudkan dengan berbagai cara tanpa harus berdimensi kemiliteran. Pendekatan tersebut cenderung militeristik, sehingga tidak bisa dihindari adanya dugaan upaya militerisasi sipil melalui program bela negara.

“Belum lagi konsepsi program bela negara yang ditawarkan juga tidak cukup jelas,” ucapnya.

Sponsored

Ketiga, Koalisi menganggap keberadaan komponen cadangan yang tidak jelas, dan mempertanyakan eksistensi Komcad termasuk militer atau sipil. Hal ini, jelas Gufron, menimbulkan potensi pelanggaran hukum humaniter internasional, terkhusus prinsip pembedaan (distinction principle). Prinsip ini secara tegas membedakan kombatan dan penduduk sipil dalam situasi konflik bersenjata internasional.

Menurut Gufron, ketika reformasi militer tersendat karena belum tuntasnya kasus pelanggaran HAM berat masa lalu dan ketidak tundukan militer terhadap sistem peradilan umum, UU PSDN justru mewajibkan Komcad tunduk terhadap hukum militer.

Keempat, UU PSDN tidak mengadopsi prinsip dan norma HAM secara penuh. Pasal 51-56 UU PSDN mengatur pendaftaran Komcad oleh warga negara bersifat sukarela, tetapi ketentuan ini berbeda bagi komponen cadangan selain manusia. Yaitu, sumber daya alam (SDA) dan sumber daya buatan (SDB) yang tidak mengenal prinsip kesukarelaan.

“Aturan main penetapan SDA dan SDB sebagai Komcad juga tidak rigid, sehingga berpotensi melanggar HAM khususnya terkait hak atas properti (right to property),” ucapnya.

Koalisi Masyarakat Sipil terdiri dari Imparsial, ELSAM, LBH Pers, SETARA Institute, HRWG, KontraS, PBHI, IDeKA Indonesia, hingga Centra Inisiative.

Berita Lainnya
×
tekid