sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

BNPT: Kami tak ingin ada lagi anak Indonesia pelaku bom bunuh diri

Jika seseorang sudah terpapar paham radikalisme, maka cara berpikirnya akan berubah menjadi ekstrem.

Manda Firmansyah
Manda Firmansyah Jumat, 05 Feb 2021 15:40 WIB
BNPT: Kami tak ingin ada lagi anak Indonesia pelaku bom bunuh diri

Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Komjen Polisi Boy Rafli Amar menyebut, virus radikalisme-intoleransi telah menyasar generasi muda. Dia mengaku, tidak ingin lagi melihat banyak anak muda terjerat kasus hukum tindak pidana terorisme. 

"Kita tidak ingin lagi ada yang berangkat ke Irak dan Syiriah. Kita tidak ingin lagi ada yang dipenjara karena urusan terorisme. Kita tidak ingin ada lagi anak-anak Indonesia menjadi pelaku bom bunuh diri," ucapnya dalam konferensi pers virtual, Jumat (5/2).

Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 7 tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan Mengarah pada Terorisme, dimaksudkan untuk mencegah agar masyarakat tidak setuju dengan paham radikalisme. 

Sebab, jika seseorang sudah terpapar paham radikalisme, maka cara berpikirnya akan berubah menjadi ekstrem. Kemudian, tidak lagi menghargai hukum, ideologi Pancasila, dan bahkan nyawa orang lain.

Perpres tersebut, merupakan rencana aksi untuk meningkatkan kewaspada berbagai elemen masyarakat agar terhindar dari proses radikalisasi. Bahkan, diharapkan dapat membangkitkan sikap resisten berbagai elemen masyarakat resisten terhadap penyebaran paham radikalisme. 

"Jangan sampai ada orang melakukan radikalisasi dengan menyalahgunakan teks agama, kemudian masyarakat kita tidak waspada," ucapnya.

Proses radikalisasi dapat mempengaruhi cara berpikir seseorang untuk kemudian bertindak dan bersetuju terhadap tindakan terorisme. Imbasnya, dapat membuat seseorang melegalkan cara-cara kekerasan dalam pencapaian tujuannya. 

Menurut Boy Rafli, generasi muda diincar karena merupakan kelompok potensial, berusia produktif dan memiliki idealisme tinggi. Pencegahan dari proses radikalisasi masif secara face to face maupun melalui media sosial penting agar masyarakat tidak setuju dengan pelibatan kekerasan dalam pencapaian tujuan. 

Sponsored

Sebab, ihwal radikalisasi siapa pun berpotensi terpapar dan menjadi pelaku terorisme. Kemudian, juga berpotensi korban tindakan terorisme. 

Perpres ini terkait upaya pencegahan, koordinasi dan peningkatan kapasitas dengan melibatkan masyarakat dalam penanggulangan terorisme.

Ia pun menyebut, sekitar 2.000 orang Indonesia telah terpapar radikalisme dan terseret kasus tindak pidana terorisme sejak 20 tahun terakhir. Sekitar 1.250 orang sudah meninggal dunia dan sisanya masih ditahan setelah berangkat ke Irak, hingga Syiriah.

Caleg Pilihan
Berita Lainnya
×
tekid