sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Bongkar anggaran tangkal banjir DKI Jakarta

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan tidak mengalokasikan anggaran pengadaan tanah untuk waduk, situ, embung, kali, dan saluran air pada APBD

Syah Deva Ammurabi Fajar Yusuf Rasdianto
Syah Deva Ammurabi | Fajar Yusuf Rasdianto Jumat, 10 Jan 2020 08:02 WIB
Bongkar anggaran tangkal banjir DKI Jakarta

Pesta Tahun Baru 2020 berubah petaka bagi warga Ibu Kota. Hujan deras yang terus mengguyur Jakarta dan sekitarnya hingga Rabu (1/1) pagi berakibat bencana. 

Ibarat kado Tahun Baru yang tak diharapkan, tak kurang 38 kecamatan di DKI Jakarta terendam air. Setidaknya, banjir Jakarta telah merenggut 21 nyawa dan mengakibatkan 31.232 orang harus mengungsi.

Keseriusan Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan dalam mencegah bencana banjir pun akhirnya dipertanyakan berbagai pihak. Sorotan itu muncul lantaran anggaran program pengendalian banjir di era Anies kian menyusut.

Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi pun sempat mengeluhkan minimnya anggaran yang diajukan Pemprov DKI untuk program tersebut.

“Saya juga melihat kemarin biaya banjir diefisiensi, sebetulnya juga enggak betul ini. Makanya, di sini saya minta sekali lagi kepada teman-teman eksekutif, konsentrasi bagaimana ini banjir masih panjang,” tutur Prasetio saat meninjau lokasi banjir di Gunung Sahari Utara, Jakarta Pusat, Kamis (2/1).

Reporter Alinea.id mencoba menelusuri portal resmi apbd.jakarta.go.id milik Pemprov DKI Jakarta untuk mengetahui fakta kebenarannya. Dengan berbagai pertimbangan, kami menyigi setiap detail APBD DKI Jakarta dengan kata kunci “banjir”, “flood”, “tanah”, “kali”, dan “embung”.

Penelitian terbatas hanya pada anggaran Dinas Sumber Daya Air (SDA) atau Dinas Tata Air sejak 2016-2020. Terlepas dari itu, barangkali ada juga program Pemprov DKI Jakarta lainnya yang berkaitan dengan banjir.

Hasilnya, pada 2016 di era kepimpinan Gubernur Basuki Tjahja Purnama (BTP) alias Ahok, dana yang dialokasikan untuk pengadaan tanah, situ, waduk, dan embung adalah sebesar Rp536 miliar. Sementara untuk pengadaan tanah kali dan saluran di Pemprov DKI Jakarta sebesar Rp392 miliar.

Sponsored

Dana lain-lainya yang berkaitan dengan banjir, termasuk pemeliharaan infrastruktur, pengerukan dan pembangunan tanggul sebesar Rp625 miliar.  Total, dana yang dialokasikan untuk penanggulangan banjir pada 2016 adalah Rp1,5 triliun atau 2% dari total APBD senilai Rp62 triliun.

Tahun berikutnya, di era peralihan Gubernur Ahok ke Djarot Saiful Hidayat sebagai Plt Gubernur DKI, dana pengadaan tanah untuk situ, waduk, dan embung menyusut jadi Rp392 miliar. Di sisi lain, anggaran pengadaan tanah kali dan saluran meningkat jadi Rp571 miliar.

Adapun anggaran lain-lain yang berkaitan dengan banjir, termasuk pembangunan waduk, pengerukan, dan peningkatan kapasitas alat berat merosot drastis ke angka Rp75 miliar. Jika ditotal, alokasi dana penanggulangan banjir 2017 hanya sebesar Rp1 triliun atau 1,4% dari APBD DKI Jakarta yang senilai Rp71 triliun.

Pada 2018, dengan total APBD sebesar Rp83 triliun, Jakarta tampak sedikit lebih serius dalam penanggulangan banjir. Anggaran yang dialokasikan untuk pengadaan tanah kali dan saluran bertambah signifikan menjadi Rp853 miliar.

Peningkatan juga berlaku untuk anggaran pengadaan waduk, situ dan embung, menjadi Rp528 miliar. Pun begitu dengan dana lain yang berkaitan dengan banjir setotal Rp416 miliar. Secara keseluruhan dana penanggulangan banjir pada 2018 menyentuh Rp1,7 triliun atau 2% dari total APBD.

Sayangnya, anggaran besar ini tidak mampu dimaksimalkan Dinas SDA DKI Jakarta. Tercatat hingga September 2018, serapan anggaran SDA baru terealisasi sebesar 28% dari total dana Rp4,3 triliun. Kepala Dinas SDA DKI Jakarta pada masa itu, Teguh Hendrawan berdalih pengerjaan infrastruktur dan kendala pembebasan lahan menjadi alasan mengapa penyerapan anggaran Dinas SDA 2018 berjalan lambat.

“Hampir sebagian besar itu adalah proyek-proyek konstruksi yang progres pekerjaannya sudah berjalan,” kata Teguh.

Rapor merah penyerapan anggaran ini mau tidak mau berdampak pada dikuranginya pagu validasi Dinas SDA tahun 2019. Total dana yang dikucurkan untuk Dinas SDA DKI Jakarta tahun lalu hanya Rp2,1 triliun, turun 50% dari tahun sebelumnya.

Minimnya pagu validasi juga berimbas pada penurunan dana penanggulangan banjir DKI Jakarta tahun 2019. Berdasarkan data yang dilansir Pemprov DKI Jakarta, anggaran pengadaan tanah kali dan saluran turun menjadi Rp500 miliar.

Penurunan juga terjadi pada urusan lain-lain yang berkaitan dengan banjir, termasuk upaya pengerukan, pemiliharaan infrastruktur dan peningkatan kapasitas alat berat yang hanya sebesar Rp379 miliar.

Sebaliknya, anggaran pengadaan tanah untuk waduk, situ dan embung meningkat menjadi Rp583 miliar. Secara total, dana penanggulangan banjir 2019 hanya sekitar Rp1,4 triliun atau 1,6% dari total APBD senilai Rp86 triliun.

Namun lagi-lagi, anggaran yang masih cukup besar ini tidak dapat dimaksimalkan Dinas SDA DKI Jakarta. Per Oktober 2019, Dinas SDA sama sekali tak menyerap anggaran program pengendali banjir dan abrasi senilai Rp1 triliun alias penyerapan nol persen.

Bahkan hingga 8 Januari 2020, dari total alokasi anggaran belanja modal 2019 sebesar Rp1,7 triliun, Dinas SDA hanya mampu menyerap sekitar 52% atau senilai Rp900 miliar. Data ini dapat dilihat di portal publik.bapedadki.net.

Kepala Dinas SDA DKI Jakarta Juaini Yusuf beralasan, rapor merah pada penyerapan anggaran belanja modal itu merupakan imbas dari adanya defisit anggaran 2019 yang berdampak pada efisiensi sejumlah belanja kegiatan. Sebagai contoh, tahun lalu Dinas SDA sudah berencana membebaskan 118 bidang tanah.

Pembayaran, kata Juaini, tinggal menunggu Keputusan Gubernur (Kepgub) soal penetapan lokasi yang akan dibebaskan. Namun pada akhirnya, pembebasan lahan dibatalkan seluruhnya.

“Sebenarnya kami sudah siap bayar. Administrasi semuanya sudah siap, tapi sekarang ini disetop karena defisit,” terangnya.

Kejanggalan APBD 2020

Tidak maksimalnya penyerapan anggaran Dinas SDA 2019, lagi-lagi berdampak pada semakin menyusutnya alokasi dana untuk penanggulangan banjir 2020. Perubahan paling signifikan terlihat pada nilai dana pengadaan tanah untuk waduk, situ, dan embung yang tercatat Rp0. Pun begitu dengan dana pengadaan tanah kali dan saluran yang juga bernilai Rp0.

Alinea.id hanya menemukan program dengan lema “Pengadaan tanah Sumber Daya Air” senilai Rp669 miliar. Namun, tidak jelas ke mana dana pengadaan tanah itu akan dialokasikan. Apakah untuk pengadaan tanah waduk, embung, kali, atau saluran air?

Presiden Joko Widodo akhirnya memanggil Anies Baswedan. Jokowi memerintahkan Gubernur DKI untuk melanjutkan pembangunan sodetan Kali Ciliwung. Presiden menginginkan perbaikan sungai-sungai di Jakarta diteruskan, baik melalui program normalisasi maupun naturalisasi, hingga selesai tahun ini.

"Saya minta sodetan Ciliwung menuju ke BKT (Banjir Kanal Timur) itu tahun ini bisa dirampungkan. Saya kira bisa secepatnya dengan Gubernur untuk menyelesaikan masalah pembebasan lahannya," kata Presiden Jokowi saat menerima sejumlah kepala daerah terdampak banjir di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (8/1).

Hingga artikel ini terbit, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan belum dapat dikonfirmasi terkait hal tersebut. Tanggapan hanya datang dari Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta Ida Mahmudah yang menyebut bahwa dana sebesar Rp669 miliar itu merupakan anggaran yang diajukan Pemprov DKI Jakarta untuk pembebasan lahan terkait penanggulangan banjir.

Bahkan khusus nomenklatur pembebasan lahan itu, kata Ida, SDA mendapat tambahan dana sebesar Rp260 miliar dari sisa anggaran Komisi D DPRD DKI Jakarta tahun lalu.

“Jadi pembebasan lahan yang awalnya diajukan Rp600 miliar, Komisi D tambahin jadi Rp860 sekian,” katanya.

Sementara dana lain-lainnya yang berkaitan dengan banjir, termasuk naturalisasi, pemeliharaan dan pembangunan prasarana kali tahun ini adalah sebesar Rp400 miliar. Dengan begitu, total dana yang digelontorkan Pemprov DKI Jakarta untuk penanggulangan banjir 2020 adalah sebesar Rp1,26 triliun atau 1,4% dari total APBD dengan besaran Rp87 triliun.

Dengan total anggaran sebesar itu, Ida mengatakan bahwa dana bukanlah kendala bagi masalah penanggulangan banjir di Ibu Kota. Menurutnya, yang menjadi masalah sebetulnya adalah ketidakseriusan Pemprov dalam menyelesaikan masalah laten ini.

“Anggaran kita besar kok (APBD DKI Jakarta). Jadi, bukan karena anggaran kecil atau tidak. Niat untuk menyelesaikan ini ada atau tidak. Itu dulu,” tegas ia.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan saat melakukan pembersihan usai banjir di Ibu Kota. / Facebook Anies Baswedan

Era Ali Sadikin hingga Jokowi

Sementara jika ditelisik lebih jauh, kejumudan masalah pengendalian banjir sejatinya tidak hanya terjadi pada era Gubernur Anies. Mantan Gubernur DKI Jakarta ke-7, Ali Sadikin juga sempat mengeluhkan betapa sulitnya mengatasi banjir di Jakarta.

Bang Ali, begitu ia disapa, berpendapat banjir Jakarta hanya bisa diatasi dengan perombakan drainase besar-besaran. Tapi untuk merealisasikan program itu, biaya yang dibutuhkan bukan kepalang besarnya. 

“Untuk mengatasi bahaya itu dengan tuntas biayanya mahal, terlalu mahal. Biaya yang diperlukan waktu itu US$800 juta kalau mau rampung mengatasinya,” kata Ali seperti dinukil dari buku “Bang Ali” karya Ramadhan KH.

Akan tetapi yang terjadi, pemerintah pusat hanya menggelontorkan dana Rp4,2 miliar dari Rp500 miliar yang diajukan untuk proyek penanggulangan banjir tahun 1976/1975. Sementara APBD DKI Jakarta pada masa itu hanya sekitar Rp89 miliar.

Jika dihitung secara persentase, nilai yang digelontorkan Ali Sadikin untuk penanggulangan banjir terbilang cukup besar, yakni 4,7% dari total APBD.

Pada 2002, di era Gubernur Sutiyoso, alokasi APBD untuk penanggulangan banjir menyusut tipis secara persentase. Berdasarkan data yang kami himpun, Sutiyoso hanya menyiapkan dana penanggulangan banjir sebesar Rp294,7 miliar atau sekitar 3% dari total Rp9,4 triliun APBD DKI Jakarta.

Baru pada tahun 2007—masa pengalihan kepemimpinan dari Sutiyoso ke Fauzi Bowo—dana pengendalian banjir ditingkatkan menjadi Rp1,2 triliun. Angka tersebut sama dengan 5,8% dari total APBD DKI tahun 2007, yakni Rp20,68 triliun.

Namun yang perlu diingat, pada awal tahun 2007, banjir besar kadung terjadi di Jakarta. Sehingga, dana penanggulangan banjir yang disiapkan pun tidak hanya digunakan untuk upaya pencegahan saja, tapi juga pemulihan pascabencana.

Lalu pada 2013, di era kepimpinan Gubernur Joko Widodo, alokasi anggaran pengendalian banjir DKI Jakarta ditetapkan sebesar Rp1,5 triliun. Secara persentase, nilai tersebut hanya 3% dari total APBD DKI Rp49,98 triliun. Angka ini terus menyusut dari tahun ke tahun hingga ke era Anies Baswedan.

Walau begitu, angka yang sedikit untuk penanggulangan banjir ini sejatinya bukan hanya tanggung jawab Pemprov DKI Jakarta belaka. Sekretaris Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Sekjen Fitra), Misbah Hasan berpendapat bahwa DPRD DKI Jakarta juga seharusnya bertanggung jawab terhadap masalah alokasi APBD untuk pengendalian banjir itu.

Nah, ini juga DPRD DKI seharusnya ikut bertanggung jawab, karena dia yang membahas dan menetapkan anggaran,” kata Misbah saat dihubungi melalui sambungan telepon.

Dia menilai, sempitnya waktu pembahasan APBD, serta banyaknya komponen anggaran yang bermasalah, membuat DPRD DKI Jakarta luput mengevaluasi sejumlah anggaran yang justru lebih krusial, termasuk ihwal pengendalian banjir.

“Terlalu fokus pada komponen-komponen bermasalah sehingga (DPRD DKI Jakarta) mengetok anggaran yang justru tidak sesuai (untuk pengendalian banjir), turun secara nominal atau persentasenya,” kata dia.

Infografik anggaran pencegahan banjir DKI Jakarta. Alinea.id/Dwi Setiawan

Berita Lainnya
×
tekid